KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/1313/2023
TENTANG
STANDAR AKREDITASI UNIT TRANSFUSI DARAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
5 ayat (3) Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Akreditasi
Unit Transfusi Darah; |
Mengingat |
: 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang |
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5584) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- 2 -
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5942);
4. Peraturan
Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara
Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
5. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah, Bank Darah
Rumah Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1756);
6. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah
(Berita
Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 36);
7. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk
pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2021 Nomor 316) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Standar
Kegiatan Usaha dan Produk pada
Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor
317);
8. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 156);
9. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat Kesehatan
Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan dan Unit Transfusi Darah,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 1207);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
AKREDITASI UNIT TRANSFUSI DARAH.
|
|
KESATU |
: Menetapkan Standar Akreditasi Unit
Transfusi Darah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. |
KEDUA |
: Standar Akreditasi Unit Transfusi Darah
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU menjadi acuan bagi Kementerian
Kesehatan, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, Unit
Transfusi Darah, lembaga penyelenggara akreditasi, tenaga kesehatan serta
pemangku kepentingan terkait dalam menyelenggarakan akreditasi Unit Transfusi
Darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
KETIGA |
: Standar
Akreditasi Unit Transfusi Darah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
terdiri atas kelompok: a.
Sasaran Keselamatan Pasien; b.
Tata Kelola dan Kepemimpinan; c.
Kompetensi dan Kualifikasi Sumber Daya
Manusia; d.
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan; e.
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien; f.
Manajemen Informasi; g.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi; h.
Pelayanan Darah; dan i.
Program Prioritas Nasional. |
KEEMPAT |
:
Pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi, dan |
pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Standar Akreditasi Unit Transfusi Darah
berdasarkan kewenangan masingmasing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
- 4 -
KELIMA
: Keputusan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April
2023
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/1313/2023
TENTANG
STANDAR AKREDITASI UNIT TRANSFUSI
DARAH
STANDAR AKREDITASI UNIT TRANSFUSI DARAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Unit Transfusi Darah yang
selanjutnya disebut UTD adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
Pelayanan transfusi darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan
darah atau komponen darah yang cukup, aman, mudah diakses dan terjangkau oleh
masyarakat.
Pemerintah bertanggung jawab atas
pelaksanaan pelayanan transfusi darah yang aman, bermanfaat, mudah diakses, dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Darah dan produk darah memegang peranan
penting dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu ketersediaan, keamanan dan
kemudahan akses terhadap darah dan produk darah harus dapat dijamin.
Akreditasi UTD merupakan suatu
pengakuan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan kepada UTD yang telah
memenuhi standar yang telah ditentukan. Standar akreditasi merupakan pedoman
yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh fasilitas pelayanan
kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan.
Dengan akreditasi, masyarakat
dapat mengenali UTD yang telah memberikan pelayanan sesuai standar sehingga
merasa lebih aman dan mendapatkan jaminan sebagai pengguna jasa UTD. Sebagai
upaya peningkatan mutu pelayanan fasilitas kesehatan maka setiap fasilitas
pelayanan kesehatan melaksanakan akreditasi termasuk UTD.
Akreditasi UTD merupakan hal baru
di Indonesia, namun diharapkan pelaksanaan akreditasi UTD dapat terlaksana
dengan optimal. Terlebih di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berujung pada
kepuasan pasien. Oleh karena itu dilakukan penyusunan standar akreditasi UTD di
Indonesia yang diharapkan tidak hanya mampu semakin meningkatkan mutu pelayanan
tetapi juga dapat menjawab tantangan global.
B.
Tujuan
1. Mendorong
UTD untuk menerapkan standar akreditasi dalam rangka meningkatkan dan menjaga
kesinambungan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di UTD.
2. Memberikan
acuan bagi UTD dan pemangku kepentingan terkait dalam penyelenggaraan
akreditasi UTD.
C.
Ruang Lingkup
Standar ini meliputi beberapa pokok bahasan yaitu tata
kelola UTD, dan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
D.
Struktur Standar Akreditasi UTD
1. Bab
Bab merupakan pengelompokan
fungsi-fungsi penting yang umum dalam organisasi UTD berdasarkan
penyelenggaraan pelayanan di UTD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Standar
Standar di dalam standar akreditasi UTD mendefinisikan
harapan, struktur, atau fungsi-fungsi kinerja yang harus ada agar dapat
diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan. Selama proses survei di tempat (on site survey), dilakukan penilaian
terhadap standar ini.
3. Maksud
dan Tujuan
Maksud dari suatu standar
menjabarkan makna sepenuhnya dari standar. Tujuan akan mendeskripsikan tujuan
dari sebuah standar, memberikan penjelasan isi standar secara umum, serta upaya
pemenuhan standar.
4. Elemen
Penilaian
Elemen Penilaian (EP) adalah standar yang mengindikasikan
apa yang akan dinilai dan diberi nilai (score)
selama proses survei di tempat. Elemen penilaian untuk masing-masing standar
mengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan untuk memenuhi kepatuhan terhadap
standar. Elemen penilaian dimaksudkan untuk memperjelas standar dan membantu
organisasi memahami persyaratan, mengedukasi kepemimpinan, praktisi pelayanan
kesehatan, dan petugas mengenai standar, serta memberikan arahan untuk
persiapan akreditasi. Pada setiap elemen penilaian dilengkapi dengan informasi
tentang cara pemenuhan dan/atau penilaian elemen penilaian tersebut. Informasi
tersebut menggunakan singkatan kode R, D, O, W, dan S yang memiliki kepanjangan
dan arti sebagai berikut.
a)
Kode R adalah regulasi, yang berarti pemenuhan
dan/atau penilaian EP tersebut melalui penyediaan dokumen regulasi, yaitu surat
keputusan, pedoman/panduan, kerangka acuan, dan standar operasional
prosedur.
b) Kode
D adalah dokumen, yang berarti pemenuhan dan/atau penilaian EP tersebut melalui
penyediaan dokumen bukti, seperti undangan pertemuan, notula pertemuan, daftar
hadir, sertifikat, dan sebagainya.
c)
Kode O adalah observasi, yang berarti penilaian
EP tersebut melalui proses observasi atau pengamatan.
d) Kode
W adalah wawancara, yang berarti penilaian EP tersebut melalui proses
wawancara.
e)
Kode S adalah simulasi, yang berarti penilaian
EP tersebut melalui proses simulasi atau peragaan.
5. Sistematika Standar
Standar akreditasi UTD ini,
terdiri atas bab, standar, maksud dan tujuan serta elemen penilaian. Standar
ini dikelompokkan berdasarkan 9 (sembilan) kelompok utama dengan pembagian
berdasarkan bab, sebagai berikut:
Bab I. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Standar
1.1 :
Mengidentifikasi Donor, Darah dan
Produk Darah Secara Benar
Standar
1.2 : Meningkatkan Komunikasi Efektif
Standar
1.3 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat
Pelayanan Kesehatan
Bab II. Tata Kelola dan Kepemimpinan (TKK)
Standar 2.1 :
|
Pengorganisasian UTD |
|
Standar 2.1.1 : |
Tanggung Jawab Kepala UTD |
|
Standar 2.1.2 : |
Perencanaan Program Pelayanan UTD |
|
Standar 2.1.2.1 : |
Akses Pendonor |
|
Standar 2.1.2.2 : |
Mekanisme Kemudahan Akses
Memperoleh Darah |
|
Standar 2.1.2.3 : |
Pemenuhan Kebutuhan Darah dan Komponen Darah |
|
Standar 2.1.2.4 : |
Pengerahan dan Pelestarian Pendonor |
|
Standar 2.1.2.5 : |
Ketersediaan Darah. |
|
Standar 2.1.2.6 : |
Distribusi Darah dan
Komponen Darah yang Aman dan Berkualitas |
|
Standar 2.2 |
: |
Komunikasi Efektif |
Standar 2.3 |
: |
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien |
Standar 2.4 |
: |
Penetapan Prioritas Perbaikan yang akan dilakukan |
Standar 2.5 |
: |
Kepemimpinan UTD terkait Perjanjian Kerja Sama |
Standar 2.6 |
: |
Kepemimpinan UTD
terkait Keputusan mengenai Sumber Daya |
Standar 2.7 |
: Penanggung Jawab Teknis |
|
Standar 2.8 |
: Penanggung
Jawab Administrasi |
|
Standar 2.9 |
: Penanggung
Jawab Mutu |
|
Standar 2.10 |
: Kepemimpinan
dalam Evaluasi Kinerja Bagian
|
|
Standar 2.11 |
:
Kepemimpinan untuk Budaya Keselamatan
di UTD |
|
Standar 2.12 |
: Manajemen
Risiko |
Bab III. Kualifikasi dan Kompetensi
Sumber Daya Manusia (KKS)
Standar 3.1 |
: |
Perencanaan dan
Pengelolaan SDM. |
Standar 3.2 |
: |
Uraian Tugas SDM. |
Standar 3.3 |
: |
Informasi Kepegawaian. |
Standar 3.4 |
: |
Orientasi SDM. |
Standar 3.5 Pendidikan dan pelatihan SDM.
Standar 3.6 : Kesehatan
dan keselamatan kerja SDM.
Bab IV. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK)
Standar 4.1 |
: |
Pengelolaan Fasilitas dan Keselamatan |
Standar 4.2 |
: |
Ketersediaan Sarana UTD |
Standar 4.2.1 |
: |
Fasilitas Penyimpanan Darah dan Komponen Darah |
Standar 4.3 |
: |
Penanggung Jawab Manajemen Fasilitas dan Keselamatan |
Standar 4.4 |
: |
Program MFK terkait
Aspek Keselamatan |
Standar 4.5 |
: |
Program MFK terkait Aspek Keamanan |
Standar 4.6 |
: |
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun |
Standar 4.6.1 |
: |
Sistem Pengelolaan Limbah B3 Cair dan Padat |
Standar 4.7 |
: |
Proteksi Kebakaran |
Standar 4.8 |
: |
Proses Pengelolaan Peralatan |
Standar 4.9 |
: |
Peralatan dan Sistem Utilitas |
Standar 4.9.1 |
: |
Ketersediaan Air Bersih dan Listrik Sesuai Kebutuhan |
Standar 4.9.2 |
: |
Pemeriksaan Air Bersih
dan Air Limbah |
Standar 4.10 |
: |
Mobil Donor Darah |
Standar 4.11 |
: |
Edukasi Petugas
tentang Pengelolaan |
Fasilitas
Bab V. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(PMKP)
Standar 5.1 |
: Tim
Mutu. |
|
Standar 5.2 |
: Pemilihan Indikator
Mutu Prioritas UTD. |
|
Standar 5.3 |
: |
Pengumpulan Data Indikator Mutu.
|
Standar 5.4 |
: |
Agregasi dan analisis
data dilakukan untuk mendukung program PMKP. |
Standar 5.5 |
: |
Validasi data. |
Standar 5.6 |
: |
Mencapai dan mempertahankan
perbaikan standar |
Standar 5.7 |
: |
Evaluasi proses
pelaksanaan standar |
pelayanan di UTD
Standar 5.8 |
|
Sistem pelaporan dan
pembelajaran insiden keselamatan pasien |
Standar 5.9 |
: |
Analisis dan
pemantauan data insiden keselamatan pasien |
Standar 5.10 |
: |
Pengukuran dan
evaluasi budaya keselamatan pasien |
Standar 5.11 |
: |
Penerapan program manajemen risiko |
Standar 5.12 |
: |
Audit internal |
Bab VI. Manajemen Informasi (MI)
Standar 6.1 |
: |
Manajemen Informasi. |
Standar 6.2 |
: |
Prinsip Manajemen dan Penggunaan Informasi. |
Standar 6.2.1 |
: |
Kerahasiaan, keamanan, privasi, integritas data dan informasi. |
Standar 6.2.2 |
: |
Proses Melindungi Data dan Informasi
dari Kehilangan, Pencurian, Kerusakan, dan Penghancuran. |
Standar 6.3 |
: |
Pengelolaan Dokumen. |
Standar 6.4 |
: |
Data pendonor |
Standar 6.5 |
: |
Standarisasi data pendonor |
Standar 6.6 |
: |
Identitas petugas |
Standar 6.7 |
: |
Keamanan dan kerahasiaan data pendonor |
Standar 6.8 |
: |
Waktu penyimpanan data dan informasi pendonor |
Standar 6.9 |
: |
Teknologi informasi di pelayanan
kesehatan |
Standar 6.9.1 |
: |
Program untuk
mengatasi down time |
sistem data
Bab VII. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Standar 7.1 |
: |
Penyelenggaraan PPI di UTD. |
Standar 7.2 |
: |
Pengkajian Risiko Infeksi. |
Standar 7.3 |
: |
Program Pencegahan dan
Pengendalian |
Infeksi.
Bab VIII. Pelayanan Darah (PD)
Standar 8.1 : Rekrutmen
Pendonor.
Standar
8.1.1 : Seleksi Pendonor.
Standar 8.1.2 |
|
Petugas pelayanan darah. |
Standar 8.2 |
: |
Riwayat Kesehatan calon pendonor. |
Standar 8.2.1 |
: |
Pemeriksaan fisik. |
Standar 8.2.2 |
: |
Pemeriksaan Hemoglobin, Golongan Darah ABO dan Rhesus (D) |
Standar 8.3 |
: |
Pengambilan darah |
Standar 8.4 |
: |
Pemeriksaan Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) |
Standar 8.4.1 |
: |
Pemeriksaan konfirmasi golongan darah |
Standar 8.4.2 |
: |
Pemeriksaan uji saring antibodi |
Standar 8.5 |
: |
Pengolahan darah |
Standar 8.5.1 |
: |
Pengelolaan Whole Blood |
Standar 8.5.2 |
: |
Packed Red Cells (PRC) |
Standar 8.5.3 |
: |
Pengolahan Komponen Trombosit |
Standar 8.5.4 |
: Pengolahan plasma |
|
Standar 8.5.5 |
: Pengolahan
cryoprecipitate |
|
Standar 8.6 |
: Penyimpanan
darah karantina |
|
Standar 8.7 |
: Pelulusan
Darah dan Komponen Darah |
|
Standar 8.8 |
:
Penyimpanan Darah dan Komponen Darah
|
|
Standar 8.9 |
: Pendistribusian
Darah dan Komponen Darah
|
|
Standar 8.10 |
: Pengawasan
Mutu dan Identifikasi Darah
|
|
Standar 8.10.1
: Pemantapan Mutu Internal
dan |
Pemantapan Mutu Eksternal
Standar 8.11 :
Identifikasi dan Penelusuran Darah dan
Komponen Darah
Bab IX. Program Prioritas Nasional (PPN)
Standar 9.1 : Program
Pengendalian HIV.
Standar 9.2 : Program Penurunan
Angka Kematian Ibu/Angka Kematian Bayi.
BAB II
STANDAR AKREDITASI UTD
A. BAB
I. SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)
Gambaran Umum
UTD menerapkan SKP dalam pelayanan kepada pasien
maupun pendonor sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan. Penerapan SKP
melalui pengukuran, evaluasi, dan pelaporan indikator SKP.
1. Standar 1.1 Mengidentifikasi Donor, Darah dan Produk Darah
Secara
Benar (SKP 1)
UTD mengembangkan dan menerapkan proses
identifikasi untuk menjamin ketepatan identifikasi.
a. Maksud
dan Tujuan
Identifikasi harus dilakukan pada setiap
proses pelayanan darah, mulai dari seleksi donor, pengambilan darah,
pemeriksaan uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD), pengujian
serologi golongan darah, pengolahan, penyimpanan hingga distribusi darah dan
produk darah, misalnya identifikasi pendonor dilakukan pada saat seleksi dan
pengambilan darah; identifikasi darah dan produk darah dilakukan pada saat
pengolahan, penyimpanan dan distribusi darah.
Tujuan identifikasi adalah untuk memastikan bahwa
pelayanan darah telah diberikan secara tepat.
Proses identifikasi di UTD menggunakan paling sedikit
2 (dua) bentuk identitas:
a) Untuk
identifikasi pendonor, dapat menggunakan nama pendonor, tanggal lahir, nomor
induk kependudukan, nomor registrasi atau bentuk lainnya; dan
b) Untuk
identifikasi darah dan produk darah, dapat menggunakan nomor kantong, golongan
darah dan bentuk lainnya.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
kebijakan dan prosedur yang mengatur
identifikasi.
2) Identifikasi
dilakukan menggunakan minimal 2 (dua) bentuk identitas.
2. Standar
1.2 Meningkatkan Komunikasi Efektif (SKP 2)
UTD menerapkan proses komunikasi efektif dalam
memberikan pelayanan darah.
a. Maksud
dan Tujuan
a) Komunikasi
dikatakan efektif apabila dilaksanakan tepat waktu, akurat, lengkap, mudah
dipahami dan dimengerti oleh penerima informasi yang bertujuan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan keselamatan.
b) Pelaksanaan
komunikasi efektif dapat dilakukan dengan cara verbal, elektronik atau tertulis
dan harus didokumentasikan.
c)
Komunikasi efektif di UTD harus dilakukan pada
saat:
(1) Petugas
melaporkan hasil uji saring 4 (empat) IMLTD reaktif terhadap HIV, Hepatitis B,
Hepatitis C dan Sifilis kepada penanggung jawab IMLTD atau Kepala UTD untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Serah
terima antar bagian; dan
(3) Serah
terima tugas antar bagian termasuk juga pada pertukaran shift.
d) Apabila
komunikasi efektif dilakukan melalui telepon:
(1) Menulis/menginput
di komputer
(2) Membacakan
(3) Konfirmasi
kembali
(writedown, read back,
confirmation) dan didokumentasikan.
e)
Formulir serah terima distandarisasi dan
diterapkan serta didokumentasikan.
f)
Serah terima tanggung jawab pelayanan antar
petugas dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan, nama jelas, tanggal, dan
waktu serah terima.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam memberikan pelayanan
darah.
2) Terdapat
bukti laporan petugas atas hasil uji saring IMLTD initial reactive terhadap HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan Sifilis
kepada penanggung jawab IMLTD atau kepala UTD.
3) Terdapat
proses serah terima tugas antar bagian dan juga pada saat pertukaran shift.
3. Standar
1.3 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Pelayanan Kesehatan
(SKP 3)
UTD menerapkan kebersihan tangan untuk menurunkan
risiko infeksi.
a. Maksud
dan Tujuan
Infeksi yang terjadi sebagai dampak dari pelayanan
kesehatan merupakan ancaman keselamatan bagi penerima layanan. UTD mengadopsi
dan mengimplementasikan panduan hand
hygiene (kebersihan tangan) untuk mengurangi risiko infeksi.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
program dan prosedur kebersihan tangan bagi seluruh petugas, dan kebersihan
lengan bagi pendonor.
2) Terdapat
bukti implementasi program kebersihan tangan bagi seluruh petugas.
3) Terdapat
bukti implementasi program kebersihan lengan bagi pendonor.
B. BAB
II. TATA KELOLA DAN KEPEMIMPINAN (TKK)
Gambaran Umum
Pelayanan transfusi darah
merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai
bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Pelayanan transfusi darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan
darah atau komponen darah yang cukup, aman, mudah diakses dan terjangkau oleh
masyarakat. Darah dan produk darah memegang peranan penting dalam pelayanan
kesehatan. Ketersediaan, keamanan dan kemudahan akses terhadap darah dan produk
darah harus dapat dijamin.
Struktur organisasi UTD paling
sedikit meliputi kepala UTD, penanggung jawab teknis, penanggung jawab
administrasi, dan penanggung jawab mutu yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan
UTD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk dapat memberikan pelayanan
yang baik, UTD dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan
efektif ini ditentukan oleh sinergi yang positif antara kepala UTD, penanggung
jawab teknis, penanggung jawab administrasi, dan penanggung jawab mutu. Kepala
UTD secara kolaboratif mengoperasionalkan UTD bersama dengan para penanggung
jawab dan seluruh petugas untuk mencapai visi misi yang ditetapkan serta
memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien, pengelolaan perjanjian kerja sama, serta pengelolaan sumber daya.
Operasional UTD berhubungan dengan seluruh pemangku kepentingan yang ada mulai
dari kepala UTD sampai dengan para penanggung jawab serta seluruh petugas yang
ada. Setiap pemangku kepentingan memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UTD menerapkan tata kelola dengan
baik dan memberikan pelayanan yang berkualitas secara konsisten pada seluruh
bagian UTD dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.
1. Standar
2.1 Pengorganisasian UTD (TKK 1)
Struktur organisasi dijelaskan di dalam aturan
internal UTD yang ditetapkan oleh kepala UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD memiliki tugas pokok dan fungsi secara
khusus dalam pengelolaan UTD. Regulasi yang mengatur hal tersebut dapat
berbentuk peraturan internal UTD atau dokumen lainnya yang serupa. Kepala UTD
memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk memberi petunjuk dan pengawasan agar
UTD dijalankan secara efektif dan efisien, memberikan pelayanan yang bermutu
dan aman. Berdasarkan hal tersebut maka kepala UTD perlu menetapkan peraturan
internal UTD yang mengatur:
a) Pengorganisasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Peran,
tugas, fungsi dan kewenangan setiap petugas UTD Struktur organisasi UTD sangat
bergantung pada kebutuhan pelayanan dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Tanggung jawab dan akuntabilitas pengelola UTD diuraikan
berdasarkan bagan struktur organisasi dan manajemen organisasi UTD, yang
ditetapkan oleh kepala UTD untuk menjadi peraturan internal UTD.
Kepala UTD bertanggung jawab menjamin komitmen,
pendekatan ke arah peningkatan mutu pelayanan UTD yang dituangkan dalam visi
dan misi UTD. Kepala UTD menetapkan visi misi yang menjadi acuan dalam
penyusunan program kerja, indikator dan target cakupan UTD. Visi dan misi UTD
ditetapkan dalam suatu kebijakan.
Dalam menjalankan pelayanan UTD yang bermutu dan
aman, UTD wajib memiliki izin operasional/perizinan berusaha dan registrasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
memiliki Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK).
2) Kepala
UTD menetapkan visi dan misi UTD.
3) Kepala
UTD memastikan bahwa UTD telah memiliki izin operasional/perizinan berusaha dan
kode registrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Standar
2.1.1 Tanggung Jawab Kepala UTD (TKK 1.1)
Kepala UTD bertanggung jawab untuk menjalankan UTD
dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Pimpinan tertinggi organisasi UTD adalah kepala UTD.
Dalam menjalankan operasional UTD, kepala UTD dapat dibantu oleh penanggung
jawab teknis, penanggung jawab administrasi dan penanggung jawab mutu.
Persyaratan untuk menjadi kepala UTD mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pendidikan dan pengalaman kepala UTD tersebut
telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas yang termuat dalam uraian
tugas.
Tugas dan tanggung jawab kepala UTD
minimal meliputi:
a) Menetapkan
kebijakan teknis dan rencana kerja UTD
b) Menentukan
pola dan tata cara kerja UTD
c)
Memimpin pelaksanaan kegiatan teknis UTD
d) Melaksanakan
pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan UTD
e)
Melakukan koordinasi teknis internal UTD maupun
lintas sektor terkait
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
kebijakan tentang kualifikasi kepala UTD, uraian tugas, tanggung jawab dan
wewenang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan
perundangundangan.
2) Kepala
UTD menjalankan operasional UTD sesuai dengan tugas dan tanggung jawab minimal
meliputi poin a) sampai dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan yang dituangkan dalam uraian tugasnya.
3) Kepala
UTD bertanggung jawab kepada pemilik/instansi induk UTD dan telah dievaluasi
setiap 1 (satu) tahun sekali.
3. Standar
2.1.2 Perencanaan Program Pelayanan UTD (TKK 1.2) UTD merencanakan dan
menentukan program pelayanan UTD untuk memenuhi kebutuhan pendonor/pasien.
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD menunjuk penanggung jawab teknis,
penanggung jawab administrasi dan penanggung jawab mutu untuk bekerja sama
dalam menyusun kebijakan dan rencana kerja yang dibutuhkan serta memastikan
terlaksananya kebijakan yang telah ditetapkan.
Dalam mendukung pelaksanaan
kebijakan tersebut, UTD harus:
a) Merencanakan
dan menentukan jenis pelayanan yang akan disediakan oleh UTD yang mengacu pada
klasifikasi dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Meminta
masukan dan partisipasi masyarakat, jejaring, fasilitas pelayanan kesehatan dan
pihak-pihak lain untuk memenuhi kebutuhan permintaan darah dan bentuk pelayanan
yang sesuai dengan masukan masyarakat.
c)
Menentukan komunitas dan populasi pendonor,
mengidentifikasi pelayanan yang dibutuhkan, dan merencanakan komunikasi
berkelanjutan dengan kelompok pemangku kepentingan.
d) Menyediakan
informasi yang meliputi:
(1)
informasi tentang layanan, jam kegiatan kerja,
proses untuk mendapatkan pelayanan, dan
(2)
informasi tentang mutu layanan.
e) Menetapkan pelayanan UTD yang meliputi
kemudahan akses pendonor, kemudahan akses memperoleh darah, pemenuhan kebutuhan
darah dan komponen darah, pengerahan dan pelestarian pendonor, mekanisme
ketersediaan darah, distribusi darah dan komponen darah yang aman dan
berkualitas.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
memiliki pelayanan yang meliputi kemudahan akses pendonor, kemudahan akses
memperoleh darah, pemenuhan kebutuhan darah dan komponen darah, pengerahan dan
pelestarian pendonor, mekanisme ketersediaan darah, distribusi darah dan
komponen darah yang aman serta berkualitas, yang ditetapkan oleh Kepala UTD.
2) UTD
merencanakan dan menentukan program pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
permintaan darah.
3) UTD
menyediakan informasi tentang pelayanan yang disediakan kepada para pemangku
kepentingan terkait, rumah sakit, dan terdapat proses untuk menerima masukan
bagi peningkatan pelayanan.
4) Kepala
UTD menunjuk penanggung jawab teknis, penanggung jawab administrasi dan
penanggung jawab mutu sesuai kualifikasi dalam persyaratan yang telah
ditetapkan beserta uraian tugasnya.
4. Standar
2.1.2.1 Akses Pendonor (TKK 1.2.1) UTD menjamin kemudahan akses pendonor
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menjamin pendonor mendapatkan kemudahan akses, di
antaranya:
a) Informasi
syarat, jadwal, alur konseling dan alur kegiatan pengelolaan donor darah di
UTD;
b) Pelayanan
penyumbangan darah yang terdiri dari rekrutmen pendonor, seleksi pendonor,
pengambilan darah lengkap dan/atau pengambilan darah apheresis; dan
c)
Notifikasi hasil darah pendonor reaktif.
b. Elemen
Penilaian
1) Ada
informasi tentang akses menjadi pendonor antara lain informasi mengenai syarat,
jadwal, alur konseling dan alur kegiatan pengelolaan donor darah di UTD.
2) Terdapat
notifikasi hasil darah pendonor reaktif.
5. Standar
2.1.2.2 Mekanisme Kemudahan Akses Memperoleh Darah
(TKK 1.2.2)
Kepala UTD menetapkan mekanisme kemudahan akses
memperoleh darah.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menjamin kemudahan akses dalam memperoleh darah
dan komponen darah diantaranya:
a) Informasi
ketersediaan darah dan komponen darah; dan
b) Tersedianya
darah dan komponen darah.
b. Elemen
Penilaian
1) Ada
prosedur pemberian informasi mengenai ketersediaan darah dan komponen darah.
2) Ada
bukti pemberian informasi mengenai ketersediaan darah dan komponen darah.
3) Tersedia
alur untuk memperoleh darah dan komponen darah.
6. Standar
2.1.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Darah dan Komponen Darah
(TKK 1.2.3)
UTD menjamin pemenuhan kebutuhan
darah dan komponen darah
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menjamin pemenuhan kebutuhan darah dan komponen
darah dengan melakukan berbagai upaya seperti pengerahan pendonor darah
sukarela dan bekerja sama dengan jejaring pelayanan transfusi darah.
b. Elemen
Penilaian
1) Tersedia
data kebutuhan darah serta daftar fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja
sama.
2) UTD
menyusun perencanaan pemenuhan kebutuhan darah dan komponen darah.
3) UTD
melakukan evaluasi dan rencana tindak lanjut pemenuhan kebutuhan darah dan
komponen darah.
7. Standar
2.1.2.4 Pengerahan dan Pelestarian Pendonor (TKK 1.2.4) UTD memastikan
terlaksananya pengerahan dan pelestarian pendonor.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengerahan pendonor merupakan kegiatan memotivasi,
mengumpulkan dan mengerahkan masyarakat dari kelompok risiko rendah agar
bersedia menjadi pendonor darah sukarela. Pelestarian pendonor darah sukarela
merupakan upaya yang dilakukan untuk mempertahankan pendonor darah sukarela
dapat melakukan donor darah secara berkesinambungan dan teratur selama
hidupnya.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan prosedur pengerahan dan pelestarian pendonor.
2) Terdapat
bukti komunikasi dalam pelaksanaan pengerahan dan pelestarian pendonor.
8. Standar
2.1.2.5 Ketersediaan Darah (TKK 1.2.5) Kepala UTD menetapkan mekanisme
ketersediaan darah
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD menetapkan mekanisme ketersediaan darah
secara berkesinambungan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
monitoring dan evaluasi.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan prosedur dalam menjamin ketersediaan darah.
2) UTD
mengupayakan ketersediaan darah sesuai dengan prosedur.
3) UTD
melaksanakan monitoring dan evaluasi ketersediaan darah.
9. Standar
2.1.2.6 Distribusi Darah dan Komponen Darah yang Aman dan Berkualitas (TKK
1.2.6)
UTD menjamin distribusi darah dan komponen darah
yang aman dan berkualitas.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menjamin terlaksananya distribusi darah dan
komponen darah yang aman dan berkualitas. Distribusi darah dan komponen darah
dilakukan secara sistem tertutup dan sistem rantai dingin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan prosedur pelaksanaan distribusi darah.
2) Distribusi
darah dilakukan secara sistem tertutup dan sistem rantai dingin sesuai dengan
prosedur dan didokumentasikan.
3) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut distribusi darah.
10. Standar
2.2 Komunikasi Efektif (TKK 2)
UTD memastikan komunikasi yang efektif telah
dilaksanakan secara menyeluruh baik di internal maupun di eksternal UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Komunikasi yang efektif baik antar petugas, antar
unit, antara petugas dengan manajemen, antara petugas dengan pendonor, serta
antara petugas dengan organisasi di luar UTD merupakan tanggung jawab UTD. UTD
tidak hanya mengatur parameter komunikasi yang efektif, tetapi juga memberikan
teladan dalam melakukan komunikasi efektif tentang misi, rencana strategi,
kegiatan pelayanan dan informasi terkait lainnya. UTD memperhatikan keakuratan
dan ketepatan waktu dalam pemberian informasi dan pelaksanaan komunikasi dalam
lingkungan UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
memastikan bahwa terdapat proses untuk menyampaikan informasi dalam lingkungan
internal dan eksternal UTD.
2) UTD
memastikan bahwa komunikasi yang efektif antar unit, antara petugas dengan
manajemen, antara petugas UTD dengan pendonor dan antar petugas telah
dilaksanakan.
3) UTD
telah melakukan sosialisasi terhadap visi, misi, tujuan, rencana strategis dan
kebijakan UTD kepada semua petugas.
11. Standar
2.3 Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(TKK 3)
Kepala UTD menetapkan, merencanakan, mengembangkan
dan menerapkan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
a. Maksud
dan Tujuan
Peran UTD dalam mengembangkan program mutu dan
keselamatan pasien sangat penting. Diharapkan pelaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien dapat membangun budaya mutu di UTD.
Kepala UTD menetapkan tim mutu untuk mengembangkan dan
melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. UTD memilih
mekanisme pengukuran mutu pelayanan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan
pasien. Di samping itu, UTD juga memberikan arahan dan dukungan terhadap
pelaksanaan program misalnya menyediakan sumber daya yang cukup agar tim mutu
dapat bekerja secara efektif.
UTD menerapkan mekanisme dan proses untuk memantau dan
melakukan koordinasi secara menyeluruh terhadap penerapan program di UTD.
Koordinasi ini dapat tercapai melalui pemantauan dari tim mutu.
Laporan hasil pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien disampaikan kepada kepala UTD secara berkala setiap
triwulan. Laporan yang diberikan mencakup hasil pengukuran data, upaya
perbaikan mutu yang akan dilaksanakan atau yang sudah diselesaikan, hasil
pencapaian sasaran keselamatan pasien dan program kaji banding yang akan
dilakukan.
Saluran komunikasi ditetapkan oleh UTD menggunakan
jalur yang efektif serta mudah dipahami, meliputi:
a) Informasi
hasil pengukuran data kepada kepala UTD, misalnya dashboard.
b) Informasi
hasil pengukuran data kepada petugas misalnya buletin, papan informasi (story board), pertemuan petugas, dan
proses lainnya.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan terkait peningkatan mutu serta berperan aktif dalam
merencanakan, mengembangkan dan menerapkan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di lingkungan UTD.
2) UTD
memilih dan menetapkan proses pengukuran mutu pelayanan.
3) UTD
memastikan terlaksananya program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
termasuk memberikan dukungan teknologi dan sumber daya yang adekuat agar dapat
berjalan secara efektif.
4) Kepala
UTD menetapkan pemantauan dan koordinasi program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
12. Standar
2.4 Penetapan Prioritas Perbaikan yang akan dilakukan (TKK
4)
Kepala UTD menetapkan prioritas perbaikan yang akan
dilakukan.
a. Maksud
dan Tujuan
Tanggung jawab kepala UTD adalah merencanakan dan
menetapkan prioritas perbaikan yang akan dilakukan, yaitu perbaikan yang akan
berdampak luas/menyeluruh dan dapat dilakukan di berbagai unit pelayanan baik
dalam bidang teknis maupun administrasi. Prioritas perbaikan tersebut harus
diukur dalam bentuk indikator dan pengukuran dilakukan secara berkala yang
mencakup:
a) Sasaran
keselamatan pasien
b) Pelayanan
prioritas UTD untuk dilakukan perbaikan misalnya pada pelayanan yang berisiko
tinggi dan terdapat masalah dalam pelayanan tersebut, seperti pada pemeriksaan
IMLTD dan distribusi darah. Pemilihan pelayanan prioritas dapat menggunakan
kriteria pemilihan prioritas pengukuran dan perbaikan.
c)
Tujuan strategis UTD
d) Perbaikan
sistem yaitu perbaikan yang jika dilakukan akan berdampak luas atau menyeluruh
di UTD.
e)
Manajemen risiko.
Untuk memilih prioritas pengukuran dan perbaikan, UTD
dapat menggunakan kriteria prioritas dengan mempertimbangkan:
a) Masalah
yang paling banyak di UTD.
b) Jumlah
yang banyak (high volume).
c)
Proses berisiko tinggi (high process).
d) Ketidakpuasan
pelanggan (pendonor dan Fasyankes) dan petugas.
e)
Kemudahan dalam pengukuran.
f)
Ketentuan pemerintah/persyaratan eksternal.
g)
Tujuan strategis UTD.
Penentuan prioritas terukur dapat menggunakan skoring
prioritas.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
menggunakan data yang tersedia (data
base) dalam menetapkan indikator prioritas UTD yang perbaikannya akan
berdampak luas/menyeluruh yang meliputi poin a) sampai dengan poin e)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) Dalam
memilih prioritas perbaikan, UTD menggunakan kriteria prioritas yang meliputi
poin a) sampai dengan poin
g) sebagaimana dimaksud dalam
maksud dan tujuan.
13. Standar
2.5 Kepemimpinan UTD terkait Perjanjian Kerja Sama (TKK
5)
UTD bertanggung jawab untuk mengkaji, memilih, dan
memantau perjanjian kerja sama serta melakukan evaluasi termasuk inspeksi
kepatuhan layanan sesuai perjanjian kerja sama yang disepakati.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD bertanggung jawab untuk menjamin keberlangsungan
pelayanan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh UTD adalah perjanjian
kerja sama dengan pihak ketiga. Kepala UTD menetapkan jenis dan ruang lingkup
layanan yang akan dilakukan perjanjian kerja sama baik pelayanan teknis maupun
manajemen. Jenis dan ruang lingkup layanan tersebut kemudian dituangkan dalam
perjanjian kerja sama untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan memenuhi
kebutuhan permintaan darah.
Kepala UTD menetapkan kriteria dan isi perjanjian
kerja sama agar dapat berjalan dengan baik dan UTD memperoleh manfaat dan
pelayanan yang bermutu.
UTD mengkaji dan memilih semua perjanjian kerja sama
serta bertanggung jawab untuk memantau perjanjian kerja sama tersebut.
Perjanjian kerja sama merupakan bagian dalam program mutu dan keselamatan
pasien. Untuk memastikan mutu dan keselamatan pasien, perlu dilakukan evaluasi
untuk semua layanan yang diberikan baik secara langsung oleh UTD maupun melalui
perjanjian kerja sama. Karena itu, UTD perlu meminta informasi mutu,
menganalisis, kemudian mengambil tindakan terhadap informasi mutu yang
diberikan pihak lain yang melakukan perjanjian kerja sama. Isi perjanjian kerja
sama dengan pihak lain harus mencantumkan apa yang diharapkan untuk menjamin
mutu dan keselamatan pasien, dokumen yang harus diserahkan kepada UTD,
frekuensi penyerahan data, serta formatnya.
UTD menerima laporan mutu dari pihak lain yang
melakukan perjanjian kerja sama, untuk kemudian ditindaklanjuti dan memastikan
bahwa laporan-laporan tersebut diintegrasikan ke dalam proses penilaian mutu
UTD.
b. Elemen Penilaian
1) UTD
bertanggung jawab terhadap perjanjian kerja sama untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan termasuk ruang lingkup pelayanan yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja sama.
2) UTD
memastikan kepatuhan layanan perjanjian kerja sama sesuai kebutuhan.
3) Data
mutu semua perjanjian kerja sama harus ditetapkan dan diserahkan kepada kepala UTD, disertai
frekuensi dan mekanisme pelaporan, serta bagaimana UTD akan merespons jika
persyaratan atau ekspektasi mutu tidak terpenuhi.
4) UTD
melakukan analisis dan pemantauan informasi mutu yang dilaporkan pihak lain
yang melakukan perjanjian kerja sama, merupakan bagian dalam program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
14. Standar 2.6 Kepemimpinan UTD Terkait
Keputusan Mengenai
Sumber Daya (TKK 6)
UTD membuat keputusan tentang pengadaan dan
penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dengan mempertimbangkan
mutu dan dampaknya pada keselamatan.
a. Maksud dan Tujuan
Pelayanan UTD yang berkualitas perlu didukung dengan ketersediaan
sumber daya sesuai standar dan kemampuan pelayanan UTD, meliputi sumber daya
manusia, sarana, prasarana, peralatan, reagen, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP),
kendaraan, fasilitas keamanan dan keselamatan, fasilitas pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) serta limbahnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
UTD mengembangkan proses untuk mengumpulkan data dan
informasi untuk pengadaan sumber daya serta memastikan bahwa keputusannya sudah
berdasarkan pertimbangan mutu dan keselamatan.
Data terkait keputusan mengenai sumber daya adalah
memahami kebutuhan dan peralatan, reagen, dan BMHP yang dibutuhkan untuk
pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Teknologi Informasi Kesehatan (TIK) juga
merupakan sumber daya yang penting bagi UTD. TIK mencakup metode penyimpanan
dan analisis data serta penyampaian informasi antar petugas agar pelayanan
dapat terkoordinasi dengan baik dan aman. Penggunaan sumber daya membutuhkan
arahan, dukungan, dan pengawasan dari kepala UTD.
b. Elemen Penilaian
1) UTD
menggunakan data dan informasi mutu serta dampak terhadap keselamatan untuk
membuat keputusan pengadaan dan penggunaan sumber daya.
2) UTD
memantau, mengevaluasi dan memperbaiki mutu pengadaan, pengalokasian dan
penggunaan sumber daya.
15. Standar
2.7 Penanggung Jawab Teknis (TKK 7)
Kegiatan teknis pelayanan darah di UTD dipimpin oleh
penanggung jawab teknis yang ditetapkan oleh kepala UTD sesuai dengan
kompetensinya untuk mengarahkan kegiatan pelayanan darah di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Kegiatan teknis pelayanan darah di UTD membutuhkan
kepemimpinan yang kompeten dalam melaksanakan tanggung jawabnya yang dituangkan
dalam uraian tugas.
Penanggung jawab teknis pelayanan di UTD adalah tenaga
kesehatan yang bekerja purna waktu di UTD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, memiliki tugas dan tanggung jawab minimal terdiri dari:
a) Melaksanakan
kebijakan teknis dan rencana kerja terkait kegiatan pelayanan darah di UTD.
b) Melaksanakan
pola dan tata cara kerja kegiatan pelayanan darah di UTD.
c)
Melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi terkait kegiatan pelayanan darah di UTD.
d) Melakukan
koordinasi teknis terkait pelayanan darah di UTD.
Penanggung jawab teknis merencanakan dan melaporkan
kebutuhan petugas dan sumber daya misalnya ruangan, peralatan dan sumber daya
lainnya kepada kepala UTD untuk memenuhi pelayanan sesuai kebutuhan
pasien/pelanggan. Meskipun penanggung jawab teknis telah membuat rencana
kebutuhan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, namun terkadang terdapat
perubahan prioritas di dalam UTD yang mengakibatkan tidak terpenuhinya sumber
daya yang dibutuhkan. Oleh karena itu, penanggung jawab teknis harus memiliki
proses untuk merespon kekurangan sumber daya agar memastikan pemberian
pelayanan yang aman dan efektif bagi semua pasien/pelanggan.
Penanggung jawab teknis memastikan bahwa semua
petugas teknis memahami tanggung jawabnya dan mengadakan kegiatan orientasi dan
pelatihan bagi petugas baru. Kegiatan orientasi mencakup pemahaman tentang visi
misi, lingkup pelayanan yang diberikan, serta kebijakan dan prosedur yang
terkait pelayanan yang akan diberikan. Bila terdapat revisi kebijakan atau
prosedur baru, petugas akan diberikan sosialisasi ulang. Penanggung jawab
teknis menyusun program kerja di unit teknis termasuk di dalamnya kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko setiap tahun,
menggunakan format yang seragam yang telah ditetapkan UTD
b. Elemen
Penilaian
1) Penanggung
jawab teknis diangkat sesuai kualifikasi dalam persyaratan yang
ditetapkan.
2) Penanggung
jawab teknis menyusun program kerja yang termasuk didalamnya kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko setiap tahun.
3) Penanggung
jawab teknis mengusulkan kebutuhan sumber daya mencakup ruangan, peralatan
medis, teknologi informasi dan sumber daya lain yang diperlukan unit layanan.
4) Penanggung
jawab teknis melakukan pengawasan, pengendalian, dan evaluasi serta koordinasi
teknis terkait pelayanan darah di UTD.
16. Standar
2.8 Penanggung Jawab Administrasi (TKK 8)
Kegiatan administrasi pelayanan darah di UTD
dipimpin oleh penanggung jawab administrasi yang ditetapkan oleh kepala UTD
sesuai dengan kompetensinya untuk mengarahkan kegiatan administrasi pelayanan
darah di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Administrasi pelayanan UTD membutuhkan kepemimpinan
yang kompeten dalam melaksanakan tanggung jawabnya yang dituangkan dalam uraian
tugas.
Penanggung jawab administrasi di UTD adalah tenaga
yang bekerja purna waktu di UTD sesuai peraturan yang berlaku, memiliki tugas
dan tanggung jawab minimal terdiri dari:
a) Melaksanakan
kebijakan dan rencana kerja terkait administrasi UTD;
b) Melaksanakan
pola dan tata cara kerja terkait administrasi
UTD;
c)
Melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi terkait administrasi UTD; dan
d) Melakukan
koordinasi teknis terkait administrasi UTD. Penanggung jawab administrasi
merencanakan dan melaporkan kebutuhan petugas dan sumber daya misalnya ruangan,
peralatan dan sumber daya lainnya kepada kepala UTD untuk mendukung
terlaksananya administrasi dengan baik. Meskipun penanggung jawab administrasi
telah membuat rencana kebutuhan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
namun terkadang terdapat perubahan prioritas di dalam UTD yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya sumber daya yang dibutuhkan. Oleh karena itu, penanggung
jawab administrasi harus memiliki proses untuk merespon kekurangan sumber daya
agar memastikan administrasi berjalan sesuai dengan yang semestinya.
Penanggung jawab administrasi memastikan bahwa semua
petugas administrasi memahami tanggung jawabnya dan mengadakan kegiatan
orientasi dan pelatihan bagi petugas baru. Kegiatan orientasi mencakup
pemahaman tentang visi misi, lingkup kegiatan yang akan dikerjakan, serta
kebijakan dan prosedur terkait pelayanan administrasi.
Penanggung jawab administrasi menyusun program kerja
terkait administrasi yang termasuk di dalamnya mendukung kegiatan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko setiap tahun, menggunakan
format yang seragam yang telah ditetapkan oleh UTD.
b. Elemen Penilaian
1) Penanggung
jawab administrasi diangkat sesuai kualifikasi dalam persyaratan yang
ditetapkan.
2) Penanggung
jawab administrasi menyusun program kerja yang termasuk didalamnya mendukung
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko setiap
tahun.
3) Penanggung
jawab administrasi mengusulkan kebutuhan sumber daya mencakup ruangan,
peralatan, teknologi informasi dan sumber daya lain yang diperlukan.
4) Penanggung
jawab administrasi melakukan pengawasan, pengendalian, dan evaluasi serta
koordinasi dan integrasi antar petugas administrasi di UTD.
17. Standar
2.9 Penanggung Jawab Mutu (TKK 9)
Penanggung jawab mutu berperan aktif dalam meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien dan pendonor dengan melakukan pengukuran indikator
mutu UTD dan memantau serta memperbaiki pelayanan di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Penanggung jawab mutu melibatkan semua petugas dalam
kegiatan pengukuran indikator nasional dan indikator prioritas UTD yang
perbaikannya akan berdampak luas/menyeluruh di UTD baik bidang teknis maupun
administrasi.
Penanggung mutu memilih indikator mutu yang akan
dilakukan pengukuran sesuai dengan pelayanan yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a) Pengukuran
Indikator Nasional Mutu (INM).
b) Pengukuran
indikator mutu prioritas teknis dan manajemen yang berdampak luas dan
menyeluruh di UTD.
Pencapaian target harus ditetapkan untuk setiap
indikator, yang diukur dan dianalisis secara berkala. Jika target telah
tercapai dan dapat dipertahankan dalam waktu 2 (dua) tahun maka indikator dapat
diganti dengan indikator yang baru.
b. Elemen
Penilaian
1) Penanggung
jawab mutu mengkoordinir pelaksanaan pengukuran INM sesuai dengan pelayanan
yang diberikan oleh bagiannya
2) Penanggung
jawab mutu mengkoordinir pelaksanaan pengukuran indikator prioritas teknis dan
manajemen sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh unitnya, termasuk semua
layanan kontrak yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Penanggung
jawab mutu memilih indikator mutu yang baru bila target indikator prioritas
teknis dan manajemen sebelumnya telah tercapai dan dapat dipertahankan dalam
waktu 2 (dua) tahun.
18. Standar
2.10 Kepemimpinan dalam Evaluasi Kinerja Bagian (TKK 10) UTD mengevaluasi
kinerja petugas di bidang masing-masing menggunakan indikator mutu yang diukur
di bagiannya.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD memberikan penilaian kinerja petugas yang bekerja
di setiap bagian. Karena itu penilaian kinerja petugas harus mencakup
pencapaian indikator prioritas di setiap bagian sebagai upaya perbaikan dalam
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
b. Elemen
Penilaian
UTD melakukan penilaian kinerja para petugas dalam
memberikan pelayanan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien menggunakan
indikator yang telah ditetapkan.
19. Standar
2.11 Kepemimpinan Untuk Budaya Keselamatan di UTD
(TKK 11)
UTD menerapkan, memantau dan mengambil tindakan
serta mendukung budaya keselamatan di seluruh area UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Budaya keselamatan di UTD merupakan suatu lingkungan
kolaboratif dimana para petugas saling menghargai satu sama lain. UTD mendorong
kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa aman secara psikologis. Para
pemberi layanan menyadari bahwa ada keterbatasan manusia yang bekerja dalam
suatu sistem yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu proses pembelajaran atau
upaya untuk mendorong perbaikan. Seluruh petugas juga dapat belajar dari
insiden keselamatan pasien. Budaya
keselamatan juga merupakan hasil penerapan dari nilainilai, sikap, persepsi,
kompetensi, dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen
dalam mengelola pelayanan kesehatan maupun keselamatan.
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan berkembang
dalam suatu lingkungan yang membutuhkan kerja sama dan rasa hormat satu sama
lain, tanpa memandang jabatannya. UTD menunjukkan komitmennya mendorong
terciptanya budaya keselamatan dengan cara tidak mengintimidasi dan atau
mempengaruhi petugas dalam memberikan pelayanan. Kepala UTD menetapkan program budaya
keselamatan di UTD yang mencakup:
a) Perilaku
memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk mencegah terjadinya kesalahan
pada pelayanan berisiko tinggi.
b) Perilaku
di mana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden tanpa takut
dikenakan sanksi atau teguran dan diperlakuan secara adil (just culture).
c)
Kerja sama tim dan koordinasi untuk
menyelesaikan masalah keselamatan pasien.
d) Komitmen
UTD dalam mendukung petugas seperti waktu kerja para petugas, pendidikan,
metode yang aman untuk melaporkan masalah dan hal lainnya untuk menyelesaikan
masalah keselamatan pasien.
e)
Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku
yang tidak diinginkan (perilaku kurang hati-hati).
f)
Evaluasi budaya secara berkala dengan metode
seperti kelompok Focus Group Discusion (FGD), wawancara dengan
petugas, dan analisis data.
g)
Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam
mengembangkan budaya perilaku yang aman.
h) Menanggapi
perilaku yang tidak diinginkan pada semua petugas di semua jenjang di UTD,
termasuk petugas manajemen, petugas administrasi dan petugas teknis. Perilaku yang
tidak mendukung budaya keselamatan diantaranya adalah perilaku yang tidak layak
seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama petugas, misalnya mengumpat dan memaki, perilaku yang mengganggu, bentuk
tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi petugas
lain, perilaku yang melecehkan (harassment)
terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender serta pelecehan seksual.
Seluruh pemangku kepentingan di UTD bertanggung jawab
mewujudkan budaya keselamatan dengan berbagai cara. Saat ini di fasilitas
pelayanan kesehatan masih terdapat budaya menyalahkan orang lain ketika terjadi
suatu kesalahan (blaming culture),
yang akhirnya menghambat budaya keselamatan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan program budaya keselamatan yang mencakup poin a) sampai dengan
poin h) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan serta mendukung
penerapannya secara akuntabel dan transparan.
2) UTD
memberikan edukasi dan menyediakan informasi (kepustakaan dan laporan) terkait
budaya keselamatan bagi semua petugas yang bekerja di UTD.
3) UTD
menyediakan sumber daya untuk mendukung dan mendorong budaya keselamatan di
UTD.
4) UTD
melakukan pemantauan dan evaluasi budaya keselamatan di UTD serta hasil yang
diperoleh dipergunakan untuk perbaikan.
20. Standar 2.12 Manajemen Risiko (TKK 12)
Program manajemen risiko yang terintegrasi digunakan
untuk mencegah terjadinya cedera dan kerugian di UTD.
a. Maksud dan Tujuan
Manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan berkesinambungan
meliputi identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan
untuk mengelola risiko dan potensinya. Tujuan penerapan manajemen risiko untuk
mencegah terjadinya cedera dan kerugian di UTD. UTD perlu menerapkan manajemen
risiko dan rencana penanganan risiko untuk memitigasi dan mengurangi risiko
bahaya yang ada atau mungkin terjadi.
Beberapa kategori risiko yang harus diidentifikasi
meliputi namun tidak terbatas pada:
a) Risiko
Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang terjadi saat UTD
memberikan pelayanan kepada pendonor dan pasien, meliputi risiko yang
berhubungan dengan pengambilan darah, pemeriksaan, pengolahan darah, risiko PPI
(terkait pengendalian dan pencegahan infeksi), risiko MFK (terkait dengan
fasilitas dan lingkungan, seperti kondisi bangunan yang membahayakan, risiko
yang terkait dengan ketersediaan sumber air dan listrik) dan lain lain.
b) Risiko
Keuangan
Risiko keuangan merupakan risiko yang disebabkan oleh segala
sesuatu yang menimbulkan tekanan terhadap pendapatan dan belanja organisasi.
c)
Risiko Kepatuhan (terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku).
d) Risiko
Reputasi (citra UTD yang dirasakan
oleh masyarakat).
e)
Risiko Strategis (terkait dengan rencana
strategis termasuk tujuan strategis UTD).
Proses manajemen risiko yang
diterapkan di UTD meliputi:
a) Komunikasi
dan konsultasi.
b) Menetapkan
konteks.
c)
Identifikasi risiko sesuai kategori risiko pada
poin a) sampai dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
d) Analisis
risiko.
e)
Evaluasi risiko.
f)
Penanganan risiko.
g)
Pemantauan risiko.
Program manajemen risiko UTD harus disusun setiap
tahun berdasarkan daftar risiko yang diprioritaskan dalam profil risiko
meliputi:
a) Proses
manajemen risiko (poin a) sampai dengan poin g)).
b) Integrasi
manajemen risiko di UTD.
c)
Pelaporan kegiatan program manajemen risiko.
d) Pengelolaan
klaim tuntutan yang dapat menyebabkan tuntutan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan program manajemen risiko meliputi poin a) sampai dengan poin d)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) UTD
memantau penyusunan
daftar risiko yang
diprioritaskan menjadi profil risiko di UTD.
C. BAB
III. KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA (KKS)
Gambaran Umum
Efektivitas sistem manajemen mutu
dan produksi produk darah yang baik tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM),
oleh karenanya dibutuhkan kecukupan SDM yang terlatih dan kompeten untuk
melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan prosedur. SDM harus memahami sistem
manajemen mutu untuk unit penyedia darah, memahami tanggung jawabnya dan
mendapatkan pelatihan awal serta berkelanjutan sesuai kebutuhan.
Perekrutan, pengangkatan dan evaluasi
terhadap SDM dilakukan melalui proses yang efisien dan konsisten. Orientasi
terhadap UTD dan orientasi terhadap tugas pekerjaan SDM merupakan suatu proses
yang penting. UTD menyelenggarakan program kesehatan dan keselamatan SDM untuk
memastikan kondisi kerja yang aman, kesehatan fisik dan mental, produktivitas
dan kepuasan kerja.
Program ini bersifat dinamis,
proaktif, dan mencakup hal-hal yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
SDM seperti pemeriksaan kesehatan kerja saat rekrutmen, pengendalian paparan/pajanan kerja yang berbahaya,
vaksinasi, serta kondisi-kondisi umum terkait kerja.
1. Standar 3.1 Perencanaan dan Pengelolaan SDM (KKS 1)
Kepala UTD merencanakan dan menetapkan persyaratan
pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan persyaratan lainnya bagi semua SDM
di UTD sesuai kebutuhan.
a. Maksud dan Tujuan
Kepala UTD menetapkan persyaratan pendidikan,
kompetensi dan pengalaman setiap SDM di UTD untuk melaksanakan pelayanan darah
di UTD. Kepala UTD mempertimbangkan faktor berikut ini untuk menghitung
kebutuhan SDM:
a) Visi
dan Misi UTD;
b)
Beban kerja;
c)
Kemampuan UTD; dan
d) Peralatan/teknologi
yang digunakan dalam pengelolaan darah.
UTD harus mematuhi peraturan perundang-undangan
tentang syarat pendidikan, keterampilan atau persyaratan lainnya yang
dibutuhkan SDM. Perencanaan kebutuhan SDM disusun secara kolaboratif oleh
penanggung jawab teknis dan penanggung jawab administrasi dengan
mengidentifikasi jumlah, jenis, dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan.
Perencanaan tersebut ditinjau secara berkelanjutan dan diperbarui sesuai
kebutuhan. Proses perencanaan menggunakan metode-metode yang diakui sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan kebutuhan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
a) Peningkatan
jumlah permintaan darah atau kekurangan SDM di satu unit sehingga dibutuhkan
rotasi SDM dari satu unit ke unit lain;
b) Permintaan
SDM untuk rotasi tugas berdasarkan nilai-nilai budaya atau agama dan
kepercayaan; dan
c)
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan regulasi terkait persyaratan pendidikan, kompetensi dan
pengalaman setiap SDM di UTD untuk melaksanakan pelayanan darah.
2) Terdapat
bukti verifikasi ijazah, Surat Tanda Registasi (STR) dan surat izin untuk
menjalankan praktek profesional di UTD oleh lembaga pendidikan/organisasi
profesi/lembaga yang berwenang mengeluarkan ijazah, STR dan surat izin untuk
menjalankan praktek profesional.
3) Kebutuhan
SDM telah direncanakan sesuai poin a) sampai dengan poin d) sebagaimana
dimaksud dalam maksud dan tujuan.
4) Perencanaan
SDM meliputi penghitungan jumlah, jenis, dan kualifikasi SDM menggunakan metode
yang diakui sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Perencanaan
SDM mencakup penugasan dan rotasi/alih fungsi SDM.
6) Efektivitas
perencanaan SDM dipantau secara berkelanjutan dan diperbarui sesuai kebutuhan.
2. Standar
3.2 Uraian Tugas SDM (KKS 2)
Tanggung jawab tiap SDM dituangkan
dalam uraian tugas.
a. Maksud
dan Tujuan
Setiap SDM yang bekerja di UTD
harus mempunyai uraian tugas. Pelaksanaan tugas, orientasi, dan evaluasi
kinerja SDM didasarkan pada uraian tugasnya.
Uraian tugas mencakup:
a)
Tugas pokok; dan
b)
Tugas tambahan.
Uraian tugas khusus juga dibutuhkan
jika:
a) Tenaga
kesehatan ditugaskan di bidang manajerial, misalnya kepala bidang, kepala unit.
b) Tenaga
kesehatan melakukan 2 (dua) tugas yaitu di bidang manajerial dan teknis.
c) Tenaga
kesehatan dan atau peserta didik yang sedang mengikuti pendidikan dan bekerja
di bawah supervisi, harus ditentukan batasan kewenangan apa yang boleh dan apa
yang tidak boleh dikerjakan oleh petugas tersebut.
d) Tenaga
kesehatan/petugas lain yang diberi wewenang dan disetujui memberikan pelayanan
di UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) Setiap
SDM memiliki uraian tugas sesuai dengan tugas yang diberikan.
2) Tenaga
kesehatan yang diidentifikasi dalam poin a) sampai dengan poin d) sebagaimana
tercantum dalam maksud dan tujuan, memiliki uraian tugas yang sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya.
3. Standar
3.3 Informasi Kepegawaian (KKS 3)
Terdapat informasi kepegawaian yang terdokumentasi
dalam file kepegawaian setiap SDM.
a. Maksud
dan Tujuan
Setiap SDM memiliki informasi kepegawaian yang
terdokumentasi dalam file
kepegawaian. File kepegawaian yang
terkini berisikan dokumentasi setiap SDM UTD yang harus dijaga kerahasiaannya
oleh seorang penanggung jawab yang ditunjuk oleh kepala UTD. File kepegawaian memuat:
a) Riwayat
pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya (fotokopi
ijazah, STR, SIP dan lainlain);
b) Riwayat
pengalaman kerja, referensi dari tempat kerja sebelumnya jika tersedia;
c) Uraian
tugas yang ditetapkan oleh kepala UTD;
d) Laporan
hasil orientasi ketika mendapatkan penugasan/pegawai baru;
e) Laporan
hasil evaluasi kinerja dan penilaian kompetensi secara berkala;
f)
Riwayat kesehatan yang dipersyaratkan, seperti
vaksinasi, hasil medical check up;
dan
g) File kepegawaian tersebut
distandardisasi dan terus diperbarui sesuai dengan kebijakan UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan standarisasi dan kerahasiaan file kepegawaian SDM.
2) File kepegawaian mencakup poin a) sampai
dengan poin g) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan
3) Kepala
UTD menetapkan penanggung jawab dokumen kepegawaian.
4. Standar
3.4 Orientasi SDM (KKS 4)
Semua SDM UTD diberikan orientasi
pada saat pengangkatan SDM.
a. Maksud
dan Tujuan
Semua SDM UTD diberikan orientasi mengenai UTD dan
unit tempat mereka ditugaskan dan tanggung jawab pekerjaannya dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan di UTD. Pemahaman terhadap UTD secara
keseluruhan dan tanggung jawabnya berperan dalam tercapainya tujuan UTD.
Orientasi secara umum meliputi informasi tentang
organisasi dan penyelenggaraan UTD, program mutu dan keselamatan pasien serta
program pencegahan dan pengendalian infeksi. Orientasi khusus meliputi tugas
dan tanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya. Hasil orientasi ini dicatat
dalam file kepegawaian. SDM paruh
waktu, sukarelawan, dan mahasiswa juga diberikan orientasi umum dan orientasi
khusus.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan program orientasi bagi SDM di UTD.
2) SDM
baru diberikan orientasi umum dan orientasi khusus.
3) SDM
yang dikontrak, SDM paruh waktu, mahasiswa dan sukarelawan juga diberikan
orientasi umum dan orientasi khusus (jika ada).
5. Standar
3.5 Pendidikan dan Pelatihan SDM (KKS 5)
Tiap SDM diberikan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk mendukung atau meningkatkan keterampilan dan
pengetahuannya.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD mengumpulkan data dari berbagai sumber dalam
penyusunan program pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
dan/atau memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan. Sumber informasi untuk
menentukan kebutuhan pendidikan SDM mencakup:
a) Hasil
kegiatan pengukuran data mutu dan keselamatan pasien;
b)
Hasil analisis laporan insiden keselamatan pasien;
c)
Hasil survei budaya keselamatan pasien;
d) Hasil
pemantauan program manajemen fasilitas dan keselamatan;
e) Pengenalan
teknologi termasuk penambahan peralatan baru, keterampilan dan pengetahuan
baru;
f)
Hasil penilaian kinerja;
g) Prosedur
baru;
h) Rencana
untuk menyediakan layanan baru di masa yang akan datang;
i)
Hasil analisis/kajian khusus; dan
j)
Kebutuhan dan usulan dari setiap unit.
Selain itu, UTD menentukan SDM mana yang diharuskan
untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan untuk menjaga kemampuan mereka dan
bagaimana pendidikan SDM tersebut akan dipantau dan didokumentasikan.
UTD meningkatkan dan mempertahankan kinerja SDM dengan
mendukung program pendidikan dan pelatihan termasuk menyediakan sarana
prasarana, peralatan, ruangan, tenaga pengajar, dan waktu. Program pendidikan
dan pelatihan dibuat setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dan/atau
memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan.
Hasil pendidikan dan pelatihan SDM didokumentasikan
dalam file kepegawaian. Pelatihan
diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu pelayanan.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
melakukan identifikasi kebutuhan pendidikan SDM berdasarkan informasi, mencakup
poin a) sampai dengan poin j) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan.
2) Program
pendidikan dan pelatihan disusun berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan
pendidikan SDM berdasarkan informasi.
3) Pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan diberikan kepada SDM sesuai kebutuhan.
4) UTD
menyediakan waktu, anggaran, sarana dan prasarana yang memadai bagi semua SDM
untuk mendapat kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan.
6. Standar
3.6 Kesehatan dan Keselamatan Kerja SDM (KKS 6)
UTD menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan keselamatan
SDM.
a. Maksud
dan Tujuan
SDM UTD mempunyai risiko terpapar infeksi karena
pekerjaannya yang berhubungan baik secara langsung dan maupun tidak langsung
dengan pendonor dan darah. Pelayanan kesehatan dan keselamatan SDM merupakan
hal penting untuk menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental, kepuasan,
produktivitas, dan keselamatan SDM dalam bekerja. Karena hubungan SDM dengan
pendonor dan kontak dengan bahan infeksius maka petugas kesehatan berisiko
terpapar penularan infeksi. Identifikasi sumber infeksi berdasar atas
epidemiologi sangat penting untuk menemukan SDM yang berisiko terpapar infeksi.
Pelaksanaan program pencegahan serta skrining seperti vaksinasi, dan
profilaksis dapat menurunkan terjadinya infeksi penyakit menular secara
signifikan.
Cara UTD melakukan orientasi dan pelatihan SDM,
penyediaan lingkungan kerja yang aman, pemeliharaan peralatan dan teknologi,
pencegahan atau pengendalian infeksi serta beberapa faktor lainnya menentukan
kesehatan dan kesejahteraan SDM. SDM UTD juga dapat mengalami kekerasan di
tempat kerja, untuk itu UTD diminta menyusun program pencegahan kekerasan.
Program kesehatan dan keselamatan SDM UTD tersebut
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Skrining
kesehatan awal;
b) Tindakan-tindakan
untuk mengendalikan paparan/pajanan kerja yang berbahaya;
c)
Pendidikan, pelatihan, dan intervensi terkait
cara pengelolaan darah yang aman;
d) Edukasi
terkait pengelolaan kekerasan di tempat kerja;
e)
Edukasi dan intervensi terhadap SDM yang
berpotensi melakukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau kejadian sentinel;
f)
Tata laksana kondisi terkait pekerjaan yang umum
dijumpai di UTD;
g)
Vaksinasi pencegahan, dan pemeriksaan kesehatan
berkala; dan
h) Pengelolaan
kesehatan mental SDM, seperti pada saat kondisi kedaruratan penyakit
infeksi/pandemi. Dalam pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan SDM UTD,
maka SDM harus memahami:
a) Cara
pelaporan dan mendapatkan pengobatan, menerima konseling, dan menangani cedera
yang mungkin terjadi, terpapar penyakit menular, atau mendapat kekerasan di
tempat kerja;
b)
Identifikasi risiko dan kondisi berbahaya di
UTD; dan
c)
Masalah kesehatan dan keselamatan lainnya.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan program kesehatan dan keselamatan SDM mencakup setidaknya poin
a) sampai dengan poin h) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) UTD
mengidentifikasi penularan penyakit infeksi dan risiko SDM terpapar atau
tertular serta melakukan upaya pencegahan dengan pemeriksaan kesehatan dan
vaksinasi.
3) UTD
melaksanakan evaluasi, konseling, dan tata laksana lebih lanjut untuk SDM yang
terpapar penyakit infeksi serta diintegrasikan dengan program pencegahan dan
pengendalian infeksi.
4) UTD
mengidentifikasi area yang berpotensi untuk terjadi tindakan kekerasan di
tempat kerja (workplace violence) dan
menerapkan upaya untuk mengurangi risiko tersebut.
5) UTD
melaksanakan evaluasi, konseling, dan tata laksana lebih lanjut untuk SDM yang
mengalami cedera akibat tindakan kekerasan di tempat kerja.
D. BAB
IV. MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK)
Gambaran Umum
Darah dan komponen darah merupakan
bahan pengobatan oleh karenanya harus diproduksi di dalam bangunan atau ruangan
yang berlokasi, didesain, dikonstruksi, digunakan dan dirawat sesuai dengan
tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk:
1. Menjaga
darah dan komponen darah dari kontaminasi;
2. Memungkinkan
alur kerja yang sesuai bagi petugas, donor dan komponen darah untuk
meminimalkan risiko kesalahan produksi; dan
3. Memungkinkan
kegiatan pembersihan dan perawatan yang efisien.
Ketentuan atau persyaratan terkait
bangunan dan fasilitas secara rinci meliputi kondisi, kualifikasi, pengawasan
lingkungan, kondisi lantai, dinding dan fittings,
pembagian area kerja, serta tindakan pembersihan mengacu pada pemenuhan sistem
manajemen mutu untuk unit penyedia darah.
Fasilitas fisik, bangunan,
prasarana dan peralatan kesehatan serta sumber daya lainnya harus dikelola
secara efektif untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, risiko, mencegah
kecelakaan, cedera dan penyakit akibat kerja. Dalam pengelolaan fasilitas dan
lingkungan serta pemantauan keselamatan, UTD menyusun program untuk pengelolaan
fasilitas dan lingkungan serta program pengelolaan risiko untuk pemantauan
keselamatan di seluruh lingkungan UTD.
Pengelolaan yang efektif
mencakup perencanaan, pendidikan, dan pemantauan di mana pemimpin merencanakan
ruang, peralatan, dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung pelayanan
yang disediakan secara aman dan efektif serta semua SDM diedukasi mengenai
fasilitas, cara mengurangi risiko, cara memantau dan melaporkan situasi yang
berisiko termasuk melakukan penilaian risiko yang komprehensif di seluruh
fasilitas yang dikembangkan dan dipantau secara berkala. Tanpa melihat ukuran
dan sumber daya yang dimiliki, UTD harus mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai bagian dari tanggung jawab UTD. Pemanfaatan ruang
dalam bangunan UTD harus efektif sesuai dengan fungsi pelayanan. Desain tata
ruang harus memperhatikan alur kegiatan petugas, pendonor dan pengunjung.
1. Standar
4.1 Pengelolaan Fasilitas dan Keselamatan (MFK 1) UTD melakukan pengelolaan
sarana, prasarana dan peralatan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sarana,
prasarana dan peralatan yang digunakan di UTD termasuk proteksi kebakaran.
Kepala UTD dan penanggung jawab fasilitas keselamatan bertanggung jawab untuk
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, keselamatan gedung dan
kebakaran, dan persyaratan lainnya, seperti izin operasional/perizinan berusaha
yang berlaku untuk fasilitas UTD dan mendokumentasikan semua buktinya secara
lengkap. UTD menjamin bahwa fasilitas
yang dimiliki UTD dapat berfungsi baik dengan melakukan inspeksi fasilitas
secara berkala dan secara proaktif mengumpulkan data serta membuat strategi
untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kualitas fasilitas keselamatan,
kesehatan dan keamanan lingkungan pelayanan dan perawatan serta seluruh area
UTD.
Perencanaan dan penganggaran dalam peningkatan
fasilitas, sistem, dan peralatan disusun setelah melakukan identifikasi
kebutuhan berdasarkan pemantauan dan tindak lanjutnya.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan pengelolaan fasilitas dan keselamatan.
2) UTD
menjamin ketersediaan sumber daya serta memastikan persyaratan sarana,
prasarana dan peralatan terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Standar
4.2 Ketersediaan Sarana UTD (MFK 2) UTD memiliki sarana sesuai standar.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD harus menyediakan sarana dalam rangka menjamin
keamanan dan efektifitas pelayanan untuk menyediakan darah yang aman dan
berkualitas.
Bangunan UTD didesain untuk menjaga darah dan komponen
darah dari kontaminasi, memungkinkan alur kerja yang sesuai bagi petugas,
pendonor dan komponen darah dalam rangka meminimalkan risiko kesalahan
produksi. Bangunan UTD dan fasilitasnya didesain agar mudah dibersihkan dan
dirawat sehingga memperkecil risiko kontaminasi serta memberikan perlindungan
maksimal terhadap kemasukan binatang termasuk serangga.
Luas bangunan UTD sesuai dengan jenis kelas kemampuan
UTD mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang
dalam bangunan UTD harus efektif sesuai dengan fungsi pelayanan. Desain tata
ruang harus memperhatikan alur kegiatan petugas,
pendonor dan pengunjung.
Persyaratan minimal jenis dan luas ruang UTD pada tiap
kelompok area sesuai angka 2) sebagaimana dimaksud dalam pendahuluan di
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
dipenuhi berdasarkan kelas kemampuan UTD yang diusulkan dan ketentuan
ini mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan. Penambahan luas ruang
maupun penambahan jenis ruang di luar dari yang tercantum dalam persyaratan
minimal ruang UTD juga dimungkinkan mempertimbangkan kebutuhan UTD dan rencana
bertahap untuk meningkatkan kelas kemampuannya sesuai ilmu pengetahuan dan
teknologi pelayanan darah.
Setiap ruangan yang digunakan untuk kebutuhan
pelayanan di UTD memiliki penanggung jawab.
b. Elemen Penilaian
1) Terdapat
bangunan dan denah bangunan serta pembagian ruang sesuai kelompok area dengan
memperhatikan alur kegiatan petugas, pendonor, darah, dan limbah untuk menjamin
keamanan dan efektifitas pelayanan.
2) Terdapat
ruang UTD yang aman dan nyaman untuk petugas, pendonor dan pengunjung sesuai
standar.
3) Terdapat
ruang yang cukup untuk penempatan alat yang digunakan untuk pelayanan mulai
dari rekrutmen pendonor, seleksi pendonor, pengambilan darah pendonor,
pemeriksaan laboratorium darah, pengolahan komponen darah, penyimpanan dan
distribusi darah.
4) Terdapat
bukti setiap ruangan yang digunakan untuk kebutuhan teknis pelayanan di UTD
masing-masing memiliki penanggung jawab.
5) Terdapat
bukti sanitasi dan kebersihan seluruh area pelayanan terlaksana.
3. Standar 4.2.1 Fasilitas Penyimpanan Darah dan Komponen
Darah
(MFK 2.1)
Terdapat fasilitas penyimpanan darah dan komponen
darah yang memadai dan terpelihara.
a. Maksud dan Tujuan
Penyimpanan darah dan komponen darah memerlukan
fasilitas yang memadai serta lingkungan yang terkendali untuk memastikan bahwa
efektifitas dan fungsinya tidak terganggu.
Penyimpanan darah dan komponen darah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penyimpanan darah dan komponen darah harus aman serta
terlindung dari risiko kerusakan (suhu panas, air, api atau penyebab kerusakan
lainnya).
Fasilitas atau peralatan yang digunakan untuk
menyimpan komponen darah harus dikualifikasi dan divalidasi agar memenuhi
sistem manajemen mutu untuk unit penyedia darah. Fasilitas atau peralatan harus
dapat diamankan, didesain agar sirkulasi udara sekitar komponen darah terjaga
dan dibersihkan secara teratur. Suhu dan alarm harus diperiksa secara teratur
untuk menjamin kondisi yang telah ditentukan terjaga.
Fasilitas atau peralatan penyimpanan darah dan
komponen darah tidak boleh digunakan untuk menyimpan sampel, reagen atau
komponen darah yang infeksius. Area untuk karantina darah yang belum diuji
saring dan darah yang telah lulus pengujian, demikian juga darah yang telah diuji
silang serasi harus dipisahkan dan dilabel dengan jelas untuk mencegah kejadian
tertukar.
Komponen darah yang telah siap didistribusi harus
disimpan berdasarkan jenis komponen darah, golongan darah dan masa kedaluwarsa
(First Expired First Out-FEFO).
Peralatan penyimpanan darah harus:
a) Tidak
dapat diakses oleh orang yang tidak diberi kewenangan.
b) Mampu
memisahkan dengan aman antara komponen darah yang masih dikarantina dengan yang
sudah diuji.
c) Mampu
memisahkan dan mengamankan fasilitas untuk komponen darah yang ditolak atau
yang potensial infeksius.
d) Memiliki
sistem monitoring
dan pencatatan suhu
independen
e) Memiliki
“probe” yang ditempatkan di dalam
cairan yang merepresentasikan volume komponen darah yang disimpan di dalam alat
penyimpanan. Sensor suhu dan termometer harus dikalibrasi paling sedikit setiap
tahun dengan deviasi suhu terhadap alat pengukur standar tidak lebih dari 1oC.
f)
Memiliki alarm batas bawah dan atas yang akan
mengindikasikan perubahan suhu misalnya ketika mati listrik. Alarm harus
diperiksa secara teratur dan didokumentasikan.
g) Memiliki
agitator yang bekerja secara terus menerus untuk penyimpanan komponen trombosit.
h) Memiliki
prosedur untuk menjelaskan semua persyaratan penyimpanan, pemeriksaan, tinjauan
terhadap suhu yang di luar spesifikasi dan persetujuan bahwa darah dan komponen
darah digunakan atau dibuang.
i)
Komponen darah harus disimpan pada kondisi suhu
yang optimal untuk setiap jenis komponen darah.
Dilakukan pemantauan dan dokumentasi terhadap suhu
dan kelembapan fasilitas penyimpanan darah dan komponen darah sesuai standar.
b. Elemen Penilaian
1) Fasilitas
penyimpanan darah dan komponen darah harus terkontrol, baik suhu dan
kelembapannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pemeliharaan
fasilitas penyimpanan darah dan komponen darah terkontrol dan dievaluasi.
4. Standar 4.3 Penanggung Jawab Manajemen
Fasilitas dan
Keselamatan (MFK 3)
UTD menetapkan penanggung jawab yang kompeten untuk
mengawasi penerapan manajemen fasilitas dan keselamatan di UTD.
a. Maksud dan Tujuan
Untuk dapat mengelola fasilitas dan keselamatan di UTD
secara efektif, maka perlu ditetapkan penanggung jawab MFK yang bertanggung
jawab langsung kepada kepala UTD.
Penanggung jawab MFK harus memiliki kompetensi yang
dibutuhkan serta berpengalaman untuk dapat melakukan pengelolaan dan pengawasan
manajemen fasilitas dan keselamatan seperti kesehatan dan keselamatan kerja,
kesehatan lingkungan, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan utilitas, dan
unsur-unsur terkait lainnya sesuai kebutuhan UTD.
Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab penanggung
jawab MFK meliputi:
a) Keselamatan,
meliputi bangunan, prasarana, fasilitas, area konstruksi, lahan, dan peralatan
UTD tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pendonor, petugas, atau
pengunjung.
b) Keamanan,
perlindungan dari kehilangan, kerusakan, gangguan, atau akses atau penggunaan
yang tidak sah.
c) Bahan
dan limbah berbahaya, pengelolaan B3 serta bahan berbahaya lainnya dikontrol,
dan limbah berbahaya dibuang dengan aman.
d) Proteksi
kebakaran, melakukan penilaian risiko yang berkelanjutan untuk meningkatkan
perlindungan seluruh aset, properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
e) Penanganan
kedaruratan, risiko diidentifikasi dan respon terhadap keadaan darurat
direncanakan dan dilaksanakan secara efektif.
f)
Peralatan, peralatan dipilih, dipelihara, dan
digunakan dengan cara yang aman untuk mengurangi risiko.
g) Sistem
utilitas/prasarana, listrik, air, gas medik dan sistem utilitas lainnya
dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.
h) Konstruksi
dan renovasi, risiko terhadap pendonor, petugas, dan pengunjung diidentifikasi
dan dinilai selama konstruksi, renovasi, pembongkaran, dan aktivitas
pemeliharaan lainnya.
i)
Pelatihan, seluruh petugas di UTD
dilatih/diedukasi dan memiliki pengetahuan tentang pengelolaan fasilitas UTD.
Penanggung jawab MFK menyusun Program MFK UTD meliputi poin a) sampai dengan
poin i) setiap tahun.
Pengkajian dan penanganan risiko dimasukkan dalam
daftar risiko manajemen fasilitas dan keselamatan. Berdasarkan daftar risiko
tersebut, dibuat profil risiko yang akan menjadi prioritas dalam pemantauan
risiko di fasilitas dan lingkungan UTD. Pengkajian, penanganan dan pemantauan
risiko MFK tersebut akan diintegrasikan ke dalam daftar risiko UTD untuk
penyusunan program manajemen risiko UTD.
Penanggung jawab MFK melakukan pengawasan terhadap
manajemen fasilitas dan keselamatan yang meliputi:
a) Pengawasan
pelaksanaan program secara konsisten dan berkesinambungan
b) Pelaksanaan
edukasi petugas
c)
Penilaian ulang secara berkala dan merevisi
program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan jika dibutuhkan
d) Penyerahan
laporan tahunan kepada kepala UTD
e)
Pengelolaan laporan kejadian/insiden dan
melakukan analisis, dan upaya perbaikan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan penanggung jawab MFK yang memiliki kompetensi dan pengalaman
dalam melakukan pengelolaan pada fasilitas dan keselamatan di lingkungan
UTD.
2) Penanggung
jawab MFK menyusun Program MFK yang meliputi poin a) sampai dengan poin i)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
3) Penanggung
jawab MFK melakukan pengawasan dan evaluasi program MFK setiap tahunnya
meliputi poin a) sampai dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan serta melakukan penyesuaian program apabila diperlukan.
5. Standar
4.4 Program MFK terkait aspek keselamatan (MFK 4) UTD menerapkan program MFK terkait
aspek keselamatan di UTD.
a. Maksud dan Tujuan
Terlaksananya program MFK terkait aspek keselamatan
akan memberikan jaminan bahwa sarana, prasarana, peralatan, lingkungan,
teknologi dan informasi, dan sistem pelayanan yang berjalan di UTD tidak menimbulkan
risiko bagi pendonor, petugas, dan pengunjung. Program keselamatan dan
kesehatan kerja petugas diintegrasikan dalam program MFK.
Perencanaan yang baik akan menciptakan fasilitas
pelayanan darah termasuk area kerja petugas yang aman. Perencanaan yang efektif
membutuhkan kesadaran semua petugas terhadap semua risiko yang ada di
fasilitas. Tujuan perencanaan adalah untuk mencegah kecelakaan dan cedera serta
untuk menjaga kondisi yang aman, dan menjamin keselamatan bagi pendonor,
petugas, dan lainnya. UTD harus membuat pengkajian risiko secara proaktif
terkait keselamatan di UTD setiap tahun dan didokumentasikan dalam daftar
risiko/risk register.
UTD mengembangkan dan menerapkan program keselamatan
serta mendokumentasikan hasil pemantauan yang dilakukan. Penting untuk
melibatkan tim multidisiplin saat melakukan inspeksi keselamatan di UTD.
UTD menerapkan proses untuk mengelola dan memantau
keselamatan (merupakan bagian dari program MFK pada standar MFK 1) yang
meliputi:
a) Pengelolaan
risiko keselamatan di lingkungan UTD secara komprehensif.
b) Penyediaan
fasilitas pendukung yang aman untuk mencegah kecelakaan dan cedera, penyakit
akibat kerja, mengurangi bahaya dan risiko, serta mempertahankan kondisi aman
bagi pendonor, petugas, dan pengunjung; dan
c) Pemeriksaan
fasilitas dan lingkungan (ronde fasilitas) secara berkala dan dilaporkan
sebagai dasar perencanaan anggaran untuk perbaikan, penggantian atau
pengembangan.
b. Elemen Penilaian
1) UTD
menerapkan proses untuk mengelola fasilitas dan memantau aspek keselamatan di
UTD meliputi poin a) sampai dengan poin c) sebagaimana dimaksud pada maksud dan
tujuan.
2) UTD
membuat pengkajian risiko secara proaktif terkait aspek keselamatan di UTD
setiap tahun yang didokumentasikan dalam daftar risiko/risk register.
3)
UTD melakukan pemantauan risiko keselamatan yang
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan kepada kepala UTD.
6. Standar
4.5 Program MFK terkait Aspek Keamanan (MFK 5)
UTD menerapkan program MFK terkait aspek keamanan di
UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Keamanan adalah perlindungan terhadap sarana dan
prasarana milik UTD, pendonor, petugas, dan lainnya dari bahaya kehilangan,
kerusakan, atau pengrusakan oleh orang yang tidak berwenang. Contoh kerentanan
dan ancaman yang terkait dengan risiko keamanan adalah pencurian dan akses
tidak terkunci/tidak aman ke area terlarang di UTD. Kejadian yang terkait
dengan keamanan dapat disebabkan oleh individu baik dari luar maupun dalam
UTD.
Area yang berisiko seperti ruang pemeriksaan IMLTD,
ruang pengolahanan darah, ruang penyimpanan darah, dan ruangan IT harus
diamankan dan dipantau. Area terpencil atau terisolasi dari fasilitas dan
lingkungan misalnya tempat parkir, memerlukan kamera keamanan/Close Circuit Television (CCTV). UTD
menerapkan proses untuk mengelola dan memantau keamanan (merupakan bagian dari
program MFK pada standar MFK 1) yang meliputi:
a) Melakukan
pemeriksaan dan pemantauan keamanan fasilitas dan lingkungan secara berkala dan
membuat tindak lanjut perbaikan.
b) Monitoring
pada daerah berisiko keamanan sesuai penilaian risiko di UTD. Monitoring dapat
dilakukan dengan penempatan petugas keamanan (sekuriti) dan atau memasang
kamera keamanan/CCTV yang dapat dipantau oleh sekuriti.
c) Melindungi
semua individu yang berada di lingkungan UTD terhadap kekerasan, kejahatan dan
ancaman; dan
d)
Menghindari terjadinya
kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan barang milik pribadi maupun milik UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
menerapkan proses pengelolaan keamanan pada fasilitas dan lingkungan UTD
meliputi poin a) sampai dengan poin d) sebagaimana dimaksud pada maksud dan
tujuan.
2) UTD
membuat pengkajian risiko secara proaktif terkait aspek keamanan di UTD setiap
tahun yang didokumentasikan dalam daftar risiko/risk register.
3) UTD
melakukan pemantauan risiko keamanan pada fasilitas dan lingkungan dan
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan kepada kepala UTD.
7. Standar
4.6 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (MFK 6) UTD menetapkan dan
menerapkan pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta limbahnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan
seluruh B3 dan limbahnya di UTD sesuai dengan standar keamanan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
UTD melakukan identifikasi menyeluruh untuk semua area
dimana B3 dan limbahnya berada dan harus mencakup informasi tentang jenis
setiap B3 yang disimpan, jumlah (misalnya, perkiraan atau rata-rata) dan
lokasinya di UTD. Dokumentasi ini juga harus memuat jumlah maksimum yang
diperbolehkan untuk menyimpan B3 di area kerja (maximum quantity on hand). Misalnya, jika bahan sangat mudah
terbakar atau beracun, ada batasan jumlah bahan yang dapat disimpan di area
kerja. Inventarisasi B3 dibuat dan diperbarui setiap tahun, untuk memantau
perubahan B3 yang digunakan dan disimpan.
Kategori limbah B3 di UTD meliputi:
a)
Limbah infeksius
b)
Limbah kimia berbahaya
c)
Limbah benda tajam
Proses pengelolaan B3 di UTD (merupakan bagian dari
program MFK pada standar MFK 1) meliputi:
a) Inventarisasi
B3 serta limbahnya yang meliputi jenis, jumlah, simbol dan lokasi.
b) Penanganan,
penyimpanan, dan penggunaan B3 serta limbahnya.
c) Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) dan prosedur penggunaan, prosedur bila terjadi
tumpahan, atau paparan/pajanan.
d)
Pelatihan yang dibutuhkan oleh petugas yang
menangani
B3;
e) Pemberian
label/rambu-rambu yang tepat pada B3 serta limbahnya.
f)
Pelaporan dan investigasi dari tumpahan,
eksposur
(terpapar), dan insiden lainnya.
g) Dokumentasi,
termasuk izin, lisensi, atau persyaratan peraturan lainnya.
h) Pengadaan/pembelian
B3 dan pemasok (supplier) wajib
melampirkan Lembar Data Keselamatan. Informasi yang tercantum di lembar data
keselamatan diedukasi kepada petugas UTD, terutama kepada petugas dimana
terdapat penyimpanan B3 di unitnya.
Tersedia prosedur pengelolaan B3 dan limbah, sehingga
petugas memahami dampak yang mungkin terjadi ketika terjadi kontak dengan B3
(toksisitasnya), efek menggunakan B3 yang mungkin mengganggu kesehatan,
penyimpanan dan pembuangan yang tepat setelah digunakan, jenis peralatan
pelindung yang diperlukan, dan prosedur penanganan tumpahan, serta pertolongan
pertama yang diperlukan untuk semua jenis paparan, termasuk menyediakan spill kit dan station eye wash untuk jenis dan ukuran potensi tumpahan serta
proses pelaporan tumpahan dan paparan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan proses pengelolaan B3 dan limbahnya termasuk prosedur penanganan
limbah meliputi poin a) sampai dengan poin h) sebagaimana dimaksud dalam maksud
dan tujuan.
2) UTD
membuat pengkajian risiko secara proaktif terkait pengelolaan B3 dan limbahnya
di UTD setiap tahun yang didokumentasikan dalam daftar risiko/risk register.
3) UTD
mampu melakukan penanganan terhadap tumpahan limbah B3.
8. Standar
4.6.1 Sistem Pengelolaan Limbah B3 Cair dan Padat (MFK
6.1)
UTD mempunyai sistem pengelolaan limbah B3 cair dan
padat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD juga menetapkan jenis limbah berbahaya yang
dihasilkan oleh UTD dan mengidentifikasi pembuangannya (misalnya,
kantong/tempat sampah yang diberi kode warna dan diberi label). Sistem
pengelolaan limbah B3 cair dan padat mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk pembuangan sementara limbah B3, UTD agar memenuhi
persyaratan fasilitas pembuangan sementara limbah B3 sebagai berikut:
a) Lantai
kedap (impermeable), berlantai beton
atau semen dengan sistem drainase yang baik, serta mudah dibersihkan dan
dilakukan disinfeksi.
b) Tersedia
sumber air atau kran air untuk pembersihan yang dilengkapi dengan sabun cair.
c) Mudah
diakses untuk penyimpanan limbah B3.
d) Dapat
dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak berkepentingan.
e) Mudah
diakses oleh kendaraan yang akan mengumpulkan atau mengangkut limbah B3.
f)
Terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin
kencang, banjir, dan faktor lain yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau
bencana kerja.
g) Terlindung
dari hewan: kucing, serangga, burung, dan lainlainnya.
h) Dilengkapi
dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik serta memadai.
i)
Berjarak jauh dari tempat penyimpanan atau
penyiapan makanan.
j)
Peralatan pembersihan, APD (antara lain masker,
sarung tangan, penutup kepala, kacamata goggle,
sepatu boot berbahan dasar karet dan tidak menyerap cairan, serta pakaian
pelindung) dan wadah atau kantong limbah harus diletakkan sedekat-dekatnya
dengan lokasi fasilitas penyimpanan.
k) Dinding,
lantai, dan juga langit-langit fasilitas penyimpanan senantiasa dalam keadaan
bersih termasuk pembersihan lantai setiap hari.
Untuk limbah berwujud cair dapat dilakukan di
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas pelayanan kesehatan. Bila
UTD mengolah limbah B3 sendiri maka wajib mempunyai izin mengolah limbah B3.
Namun, bila pengolahan B3 dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pihak ketiga
tersebut wajib mempunyai izin sebagai transporter B3 dan izin pengolah B3.
Pengangkut/transporter dan pengolah
limbah B3 dapat dilakukan oleh institusi yang berbeda.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
mengelola limbah B3 cair sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) UTD
mengelola limbah B3 padat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Standar
4.7 Proteksi Kebakaran (MFK 7)
UTD melakukan pencegahan, penanggulangan bahaya
kebakaran dan penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai
respon terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya
a. Maksud
dan Tujuan
UTD harus waspada terhadap risiko kebakaran, karena
kebakaran merupakan risiko yang selalu ada, sehingga setiap UTD perlu
memastikan agar semua yang ada di UTD aman dan selamat apabila terjadi
kebakaran termasuk bahaya dari asap. Dalam proteksi kebakaran juga termasuk
keadaan darurat nonkebakaran misalnya kebocoran gas beracun yang dapat
mengancam sehingga perlu dievakuasi. UTD perlu melakukan penilaian terus
menerus untuk memenuhi regulasi keamanan dan proteksi kebakaran sehingga secara
efektif dapat mengidentifikasi, analisis, pengendalian risiko untuk mencegah
dan meminimalkan risiko. Pengkajian risiko kebakaran merupakan salah satu upaya
untuk menilai risiko keselamatan kebakaran.
UTD melakukan pengkajian risiko
kebakaran meliputi:
a) pencegahan
potensi penyebab kebakaran
b) penanganan
c) pemeliharaan
Berdasarkan hasil pengkajian risiko kebakaran, UTD
menerapkan proses proteksi kebakaran (yang merupakan bagian dari MFK pada
standar MFK 1) untuk:
a) Pencegahan
kebakaran melalui pengurangan risiko seperti penyimpanan dan penanganan
bahan-bahan mudah terbakar secara aman.
b) Pengendalian
potensi bahaya dan risiko kebakaran yang terkait dengan konstruksi di UTD.
c) Penyediaan
rambu dan jalan keluar (evakuasi) yang aman serta tidak terhalang apabila
terjadi kebakaran.
d) Penyediaan
sistem peringatan dini secara pasif meliputi, detektor asap (smoke detector), detektor panas (heat detector), alarm kebakaran, dan
lain-lainnya.
e) Penyediaan
fasilitas pemadaman api secara aktif meliputi APAR, hidran, sistem sprinkler,
dan lain-lainnya.
f)
Sistem pemisahan (pengisolasian) dan
kompartemenisasi pengendalian api dan asap.
g) Terdapat
sistem dan peralatan listrik darurat/alternatif, serta jalur kabel dan
instalasi listrik yang aman.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan sistem penanggulangan kebakaran meliputi poin a)
sampai dengan poin c) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan
2) UTD
melakukan pengkajian risiko kebakaran secara proaktif sebagaimana dimaksud
dalam maksud dan tujuan tiap tahun yang didokumentasikan dalam daftar risiko/risk register.
3) UTD
memastikan semua petugas memahami proses proteksi kebakaran termasuk melakukan
pelatihan penggunaan alat pemadam kebakaran setiap tahun.
4) UTD
menyediakan sistem penanggulangan kebakaran yang dipelihara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan dan didokumentasikan.
10. Standar 4.8 Proses Pengelolaan Peralatan
(MFK 8)
UTD menetapkan dan menerapkan proses pengelolaan
peralatan
a. Maksud dan Tujuan
Peralatan di tiap ruang dalam bangunan UTD minimal
harus disediakan berdasarkan jenis kelas kemampuannya. Penyediaan peralatan ini
harus disesuaikan dengan desain tata ruang agar petugas bekerja dengan nyaman
dan aman. Persyaratan teknis minimal peralatan di tiap ruang UTD dipenuhi
berdasarkan jenis kelas kemampuan UTD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penambahan jenis peralatan di luar dari yang tercantum
dalam persyaratan teknis minimal dimungkinkan dengan mempertimbangkan kebutuhan
UTD dan rencana bertahap untuk meningkatkan kelas kemampuannya sesuai ilmu
pengetahuan dan teknologi terkait pelayanan darah. Jumlah peralatan yang
disediakan disesuaikan dengan kebutuhan UTD. Peralatan kesehatan UTD harus
bersih, terawat, terkualifikasi, dan adanya pencatatan kalibrasi oleh vendor
atau instansi kalibrasi yang tersertifikasi dikalibrasi sesuai prosedur yang
berlaku. Sarana dan prasarana UTD yang dirancang untuk keamanan dan kenyamanan
pengguna dan memenuhi persyaratan minimal sesuai jenis kelas kemampuan UTD yang
diselenggarakan.
Untuk menjamin peralatan dapat digunakan dan layak
pakai maka UTD perlu melakukan pengelolaan peralatan dengan baik dan sesuai
standar serta ketentuan peraturan perundangundangan.
Proses pengelolaan peralatan
meliputi:
a) Identifikasi
dan penilaian kebutuhan alat dan uji fungsi sesuai ketentuan.
b) Inventarisasi
seluruh peralatan yang dimiliki oleh UTD dan peralatan Kerja Sama Operasional
(KSO) milik pihak ketiga.
c)
Pemeriksaan peralatan sesuai dengan penggunaan
dan ketentuan pabrik secara berkala.
d) Pengujian
yang dilakukan terhadap alat untuk memperoleh kepastian tidak adanya bahaya
yang ditimbulkan sebagai akibat penggunaan alat.
e)
UTD melakukan pemeliharaan preventif dan
kalibrasi, dan seluruh prosesnya didokumentasikan.
Kepala UTD menetapkan petugas yang kompeten untuk
melaksanakan kegiatan ini. Hasil pemeriksaan (inspeksi), uji fungsi, dan
pemeliharaan serta kalibrasi didokumentasikan. Hal ini menjadi dasar untuk
menyusun perencanaan dan pengajuan anggaran untuk penggantian, perbaikan,
peningkatan (upgrade), dan perubahan
lain.
UTD memiliki sistem untuk memantau dan bertindak atas
pemberitahuan bahaya peralatan medis, penarikan kembali alat/produk, insiden
yang dapat dilaporkan, masalah, dan kegagalan yang dikirimkan oleh produsen,
pemasok, atau badan pengatur. UTD harus mengidentifikasi dan mematuhi hukum dan
peraturan yang berkaitan dengan pelaporan insiden terkait peralatan.
UTD mempunyai proses identifikasi, penarikan (recall) dan pengembalian, atau
pemusnahan produk dan peralatan medis yang ditarik kembali oleh pabrik atau
pemasok. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur penggunaan setiap produk
atau peralatan yang ditarik kembali (under
recall).
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan pengelolaan dan penanggung jawab yang kompeten dalam pengelolaan
dan pengawasan peralatan di UTD.
2) UTD
melakukan pengelolaan peralatan yang digunakan di UTD meliputi poin a) sampai
dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
3) UTD
melakukan pengkajian risiko peralatan secara proaktif setiap tahun yang
didokumentasikan dalam daftar risiko/risk
register.
4) UTD
menerapkan pemantauan fungsi peralatan sebagai dasar untuk menjadi acuan dalam
penyusunan perencanaan
5) Terdapat
bukti perbaikan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dan kompeten jika
terdapat gangguan fungsi peralatan pada saat pemantauan.
11. Standar
4.9 Peralatan dan Sistem Utilitas (MFK 9)
Kepala UTD menetapkan dan melaksanakan proses untuk
memastikan semua sistem utilitas berfungsi efisien dan efektif yang meliputi
pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan prasarana.
a. Maksud
dan Tujuan
Sistem utilitas yang tersedia dalam bangunan UTD
secara umum paling sedikit meliputi instalasi air minum/air bersih, instalasi
air hujan, instalasi air kotor (termasuk limbah), instalasi listrik, sistem
ventilasi dan pengkondisian udara, sistem proteksi petir, sistem pencahayaan,
penanganan kebisingan dan getaran, pengelolaan sampah (termasuk limbah medis),
fasilitas komunikasi dan informasi, sarana keselamatan dan sarana transportasi
horizontal/vertikal. Persyaratan teknis minimal utilitas dalam tiap ruang UTD
dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesinambungan fungsi utilitas merupakan hal esensial
untuk memenuhi kebutuhan darah dan produk darah. Utilitas yang berfungsi
efektif akan menunjang lingkungan pelayanan yang aman dan dapat mengurangi
potensi risiko terutama pada sampel darah, produk darah, dan reagen pendukung
pelayanan darah. Selain itu, perlu juga dilakukan pengelolaan komponen kritikal
terhadap listrik dan air misalnya perpipaan, saklar, relay/penyambung, dan lain-lainnya.
Pengelolaan sistem utilitas dan komponen kritikal
sekurang- kurangnya meliputi:
a) Ketersediaan
air dan listrik sesuai kebutuhan pelayanan.
b) Membuat
daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitas, memetakan
pendistribusiannya, dan melakukan update secara berkala.
c) Pemeriksaan,
pemeliharaan, serta perbaikan semua komponen utilitas yang ada di daftar
inventaris.
d) Jadwal
pemeriksaan, uji fungsi, dan pemeliharaan semua sistem utilitas berdasar atas
kriteria seperti rekomendasi dari pabrik, tingkat risiko, dan pengalaman UTD.
e) Pelabelan
pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman darurat secara
keseluruhan atau sebagian saat terjadi kebakaran.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan pengelolaan sistem utilitas yang meliputi poin a)
sampai dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) UTD
menerapkan proses inventarisasi sistim utilitas dan komponen kritikalnya setiap
tahun.
3) UTD
telah melakukan pengkajian risiko sistim utilitas dan komponen kritikalnya
secara proaktif setiap tahun yang didokumentasikan dalam daftar risiko/risk register.
4)
UTD menerapkan pengelolaan sistem utilitas dan
komponen kritikalnya secara berkala berdasarkan ketentuan UTD.
5) Sistem
utilitas dan komponen kritikalnya diperbaiki bila diperlukan.
12. Standar
4.9.1 Ketersediaan Air Bersih dan Listrik Sesuai Kebutuhan
(MFK 9.1)
Sistem utilitas UTD menjamin tersedianya air bersih
dan listrik sesuai kebutuhan pelayanan serta menyediakan sumber
cadangan/alternatif persediaan air dan tenaga listrik jika terjadi terputusnya
sistem, kontaminasi, atau kegagalan
a. Maksud
dan Tujuan
UTD mempunyai kebutuhan sistem utilitas yang
berbeda-beda bergantung pada kebutuhan pelayanan dan sumber daya. UTD harus
menyediakan sistem darurat dalam keadaan darurat seperti jika terjadi kegagalan
sistem, pemutusan, dan kontaminasi.
Sistem darurat ini memberikan cukup tenaga listrik
untuk mempertahankan fungsi yang esensial dalam keadaan darurat dan juga menurunkan
risiko terkait terjadi kegagalan. Tenaga listrik cadangan dan darurat harus
dites sesuai dengan rencana yang dapat membuktikan beban tenaga listrik memang
seperti yang dibutuhkan. Perbaikan dilakukan jika dibutuhkan seperti menambah
kapasitas listrik di area dengan peralatan baru. Mutu air dapat berubah karena
banyak sebab seperti adanya kebocoran di jalur suplai ke UTD. Jika suplai air
ke UTD terputus maka persediaan air bersih darurat harus tersedia segera.
Untuk mempersiapkan diri terhadap keadaan darurat, UTD
harus melakukan upaya:
a) Mengidentifikasi
peralatan, sistem, serta area yang memiliki risiko paling tinggi terhadap
pelayanan (sebagai contoh, UTD mengidentifikasi area yang membutuhkan
penerangan, pendinginan (lemari es), dan air bersih untuk membersihkan dan
sterilisasi alat).
b) Menyediakan
air bersih dan listrik sesuai dengan kebutuhan.
c) Menguji
ketersediaan serta kehandalan sumber tenaga listrik dan air bersih
darurat/pengganti/back-up.
d) Mendokumentasikan
hasil-hasil pengujian.
e) Memastikan
bahwa pengujian sumber cadangan/alternatif air bersih dan listrik dilakukan
setidaknya setiap 6 (enam) bulan atau lebih sering jika dipersyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, rekomendasi produsen, atau kondisi sumber listrik
dan air.
Kondisi sumber listrik dan air yang mungkin dapat
meningkatkan frekuensi pengujian mencakup:
a)
Perbaikan sistem air bersih yang terjadi
berulang-ulang.
b)
Sumber air bersih sering terkontaminasi.
c)
Jaringan listrik yang tidak dapat diandalkan.
d)
Pemadaman listrik yang tidak terduga dan
berulang-ulang.
b. Elemen Penilaian
1) UTD
melakukan pengelolaan utilitas terhadap keadaan darurat yang meliputi poin a)
sampai dengan poin e) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2)
Air bersih harus tersedia sesuai kebutuhan.
3) Listrik
tersedia sesuai kebutuhan
4) UTD
mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling tinggi bila terjadi
kegagalan listrik atau air bersih terkontaminasi atau terganggu dan melakukan
penanganan untuk mengurangi risiko.
5) UTD
mempunyai sumber listrik dan air bersih cadangan dalam keadaan
darurat/emergensi.
13. Standar
4.9.2 Pemeriksaan Air Bersih dan Air Limbah (MFK 9.2) UTD melakukan pemeriksaan
air bersih dan air limbah secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Mutu air rentan terhadap perubahan yang mendadak,
termasuk perubahan di luar kontrol UTD. Kepala UTD menetapkan proses monitor
mutu air. Tindakan dilakukan jika mutu air ditemukan tidak aman.
Monitor dilakukan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali
atau lebih cepat mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, kondisi
sumber air, dan pengalaman sebelumnya dengan masalah mutu air. UTD memastikan
pemeriksaan (tes) dilakukan lengkap dan tercatat dalam dokumen.
UTD perlu melakukan proses yang
meliputi:
a) pelaksanaan
monitoring mutu air bersih paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. Untuk
pemeriksaan kimia minimal setiap 6 (enam) bulan atau lebih sering bergantung
pada ketentuan peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman
sebelumnya dengan masalah mutu air. Hasil pemeriksaan didokumentasikan.
b) pemeriksaan
air limbah dilakukan setiap 3 (tiga) bulan atau lebih sering bergantung pada
peraturan perundangundangan, kondisi sumber air, dan hasil pemeriksaan air
terakhir bermasalah. Hasil pemeriksaan didokumentasikan.
c) melakukan
monitoring hasil pemeriksaan air dan perbaikan bila diperlukan.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
melakukan pemeriksaan air bersih dan air limbah sekurang-kurangnya meliputi
poin a) sampai dengan poin c) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan.
2) UTD
melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemeriksaan air bersih dan air
limbah.
3) UTD
menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi dan didokumentasikan.
14. Standar
4.10 Mobil Donor Darah (MFK 10)
UTD memiliki mobil donor darah untuk rekrutmen
pendonor dan kendaraan distribusi darah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD memiliki kendaraan tersendiri berupa mobil donor
darah dan kendaraan untuk distribusi darah. Mobil donor darah didesain
mendukung alur pelayanan donor darah yang baik saat kegiatan mobile unit (luar gedung) untuk
meminimalkan risiko serta pembersihan dan pemeliharaan yang efisien sekaligus
menjamin darah pendonor tetap terjaga suhunya hingga kembali ke UTD.
Persyaratan minimal kendaraan UTD
meliputi:
a) Mobil
donor darah UTD paling sedikit 1 (satu) unit.
b) Kendaraan
untuk distribusi darah, paling sedikit 1 (satu) unit kendaraan roda dua.
Kendaraan untuk distribusi darah bertujuan untuk
mendistribusikan darah siap pakai kepada rumah sakit yang meminta darah untuk
keperluan transfusi dan/atau kepada UTD lain yang membutuhkan.
UTD melakukan pemeliharaan dan perawatan mobil donor
darah dan kendaraan untuk distribusi darah secara rutin dan berkala.
Kepala UTD menetapkan petugas yang bertanggung jawab
untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan mobil donor darah dan kendaraan
untuk distribusi darah.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
memiliki mobil donor darah dengan jumlah minimal 1 (satu) unit dan kendaraan untuk
distribusi darah dengan jumlah minimal 1 (satu) unit kendaraan roda dua.
2) Mobil
donor darah didesain mengacu pada persyaratan teknis dan terdapat peralatan
pengambilan darah pendonor di dalamnya.
3) Terdapat
bukti pemeliharaan dan perawatan mobil donor darah dan kendaraan untuk
distribusi darah yang dilakukan secara rutin dan berkala.
4) UTD
harus menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan
dan perawatan mobil donor darah dan kendaraan untuk distribusi darah yang
ditunjuk oleh kepala UTD.
15. Standar
4.11 Edukasi Petugas tentang Pengelolaan Fasilitas (MFK 11) Seluruh petugas di
UTD telah diedukasi dan memiliki pengetahuan tentang pengelolaan fasilitas UTD,
program keselamatan dan peran mereka dalam memastikan keamanan dan keselamatan
fasilitas secara efektif.
a. Maksud
dan Tujuan
Seluruh petugas di UTD perlu diedukasi untuk
menjalankan perannya dalam mengidentifikasi dan mengurangi risiko, melindungi
orang lain dan diri mereka sendiri, serta menciptakan fasilitas yang aman,
selamat dan terjamin.
Edukasi diberikan kepada semua petugas setiap tahun
dan membahas semua program pengelolaan fasilitas dan keselamatan, mencakup
instruksi tentang proses pelaporan potensi risiko dan pelaporan insiden dan
cedera. Pengetahuan petugas dievaluasi tentang prosedur darurat, termasuk
prosedur keselamatan kebakaran, bahan berbahaya dan respon terhadap bahaya,
seperti tumpahan bahan kimia berbahaya, dan penggunaan peralatan yang dapat
menimbulkan risiko bagi petugas. Pengetahuan dapat diuji melalui berbagai cara,
seperti demonstrasi individu atau kelompok, penggunaan tes tertulis atau komputer,
atau cara lain yang sesuai dengan pengetahuan yang diuji.
b. Elemen
Penilaian
Semua petugas telah diberikan edukasi program MFK
terkait aspek keamanan, keselamatan, pengelolaan B3 dan limbahnya, proteksi
kebakaran, peralatan dan sistem utilitas setiap tahun dan dapat menjelaskan
dan/atau menunjukkan peran dan tanggung jawabnya dan didokumentasikan.
E. BAB
V. PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP)
Gambaran Umum
UTD harus memiliki program PMKP
yang menjangkau seluruh unit kerja dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan
menjamin keselamatan pasien dan pendonor. Kepala UTD menetapkan tim mutu untuk
mengelola program PMKP, agar mekanisme koordinasi pelaksanaan program PMKP di
UTD dapat berjalan lebih baik.
Standar ini menjelaskan pendekatan
yang komprehensif untuk program PMKP yang berdampak pada semua aspek pelayanan.
Pendekatan ini mencakup:
1. Peran
serta dan keterlibatan setiap unit dalam program PMKP.
2. Pengukuran
data obyektif yang tervalidasi.
3. Penggunaan
data yang obyektif dan kaji banding untuk membuat program PMKP.
Standar PMKP ditujukan pada semua
kegiatan di UTD secara menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka
kerja untuk perbaikan kinerja dan menurunkan risiko akibat variasi dalam proses
pelayanan. Kerangka kerja dalam standar ini juga dapat terintegrasi dengan
kejadian yang tidak dapat dicegah (program manajemen risiko) dan pemanfaatan
sumber daya (pengelolaan utilisasi).
Diharapkan UTD yang menerapkan kerangka kerja ini akan:
1. Mengembangkan
dukungan pimpinan yang lebih besar untuk program PMKP secara menyeluruh di UTD;
2. Memberi
pemahaman kepada semua petugas tentang program PMKP;
3. Menetapkan
prioritas pengukuran data dan prioritas perbaikan;
4. Membuat
keputusan berdasarkan pengukuran data; dan
5. Melakukan
perbaikan berdasarkan perbandingan dengan UTD yang setara atau data berbasis
bukti lainnya, baik nasional dan internasional.
1. Standar 5.1 Tim Mutu (PMKP 1)
UTD mempunyai tim mutu yang kompeten untuk mengelola
kegiatan PMKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud dan Tujuan
PMKP merupakan proses kegiatan yang berkesinambungan (continuous improvement) yang
dilaksanakan dengan koordinasi dan integrasi antara unit pelayanan. Oleh karena
itu kepala UTD perlu menetapkan tim mutu yang bertugas membantu kepala UTD
dalam mengelola kegiatan PMKP dan manajemen risiko di UTD.
Dalam melaksanakan tugasnya, tim mutu memiliki fungsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam PMKP, kepala UTD
menetapkan:
a) Penanggung
jawab mutu sebagai penanggung jawab dalam PMKP.
b) Petugas
pengumpul data.
c) Petugas
yang akan melakukan validasi data (validator, dapat dilakukan oleh penanggung
jawab mutu).
Di samping laporan hasil pelaksanaan program PMKP, tim
mutu juga melaporkan hasil pelaksanaan program manajemen risiko berupa
pemantauan penanganan risiko yang telah dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan
kepada kepala UTD.
UTD menjalankan program haemovigilance (HV) dalam rangka meningkatkan keamanan darah. Haemovigilance adalah seperangkat
prosedur pengawasan yang mencakup seluruh rantai transfusi, mulai dari
pengambilan darah pendonor dan pengolahan darah serta komponennya sampai dengan
pemberian transfusi kepada resipien dan tindak lanjutnya.
Tim mutu membuat program PMKP yang akan diterapkan
pada semua unit pelayanan setiap tahun. Program PMKP meliputi tapi tidak
terbatas pada:
a) Pengukuran
mutu indikator termasuk Indikator Nasional Mutu (INM), indikator mutu prioritas
teknis dan indikator mutu prioritas manajemen.
b) Melakukan
perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan.
c) Mengurangi
varian dalam pelayanan dengan melakukan pengukuran kepatuhan terhadap prosedur.
d) Mengukur
dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap keuangan dan
sumber daya lainnya.
e) Pelaporan
dan analisis insiden keselamatan pasien dan
program haemovigilance.
f)
Penerapan sasaran keselamatan pasien.
g) Evaluasi
perjanjian kerja sama.
h) Pelatihan
semua petugas sesuai perannya dalam program PMKP.
i)
Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi
masalah mutu dan capaian data kepada seluruh petugas. Hal-hal penting yang
perlu dilakukan agar program PMKP dapat diterapkan secara menyeluruh di unit
pelayanan, meliputi:
a)
Dukungan kepala UTD.
b) Upaya
perubahan budaya menuju budaya keselamatan.
c) Secara
proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi dalam pelayanan.
d) Menggunakan
hasil pengukuran data untuk fokus pada isu pelayanan prioritas yang akan
diperbaiki atau ditingkatkan.
e) Berupaya
mencapai dan mempertahankan perbaikan yang berkelanjutan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD membentuk tim mutu untuk mengelola kegiatan PMKP serta uraian
tugasnya.
2) Tim
mutu menyusun program PMKP meliputi poin a) sampai dengan poin i) sebagaimana
dimaksud dalam maksud dan tujuan.
3) Program
PMKP dievaluasi dalam rapat koordinasi melibatkan kepala UTD setiap triwulan
untuk menjamin perbaikan mutu yang berkesinambungan.
2. Standar
5.2 Pemilihan Indikator Mutu Prioritas UTD (PMKP 2) Tim mutu berperan serta
dalam proses pemilihan indikator dan melaksanakan koordinasi serta integrasi
kegiatan pengukuran data indikator mutu dan keselamatan pasien di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD melakukan pemilihan indikator mutu prioritas
dengan mempertimbangkan prioritas untuk pengukuran yang berdampak
luas/menyeluruh di UTD. Program PMKP berperan penting dalam membantu unit
melakukan pengukuran indikator yang ditetapkan. Tim mutu juga bertugas untuk
mengintegrasikan semua kegiatan pengukuran indikator di UTD, termasuk
pengukuran budaya keselamatan, sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dan
pelaporan haemovigilance.
Kejadian yang dilaporkan dalam program haemovigilance di UTD meliputi kejadian
pada pendonor, komponen darah, dan resipien yang terkait tahapan proses
penyiapan darah. Pelaporan dilakukan secara internal di UTD dan secara
berjenjang sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur
tentang Penyelenggaraan Sistem Haemovigilance.
Integrasi semua pengukuran ini akan menghasilkan solusi dan perbaikan yang
terintegrasi.
b. Elemen
Penilaian
1) Tim
mutu berperan aktif dalam pemilihan indikator mutu prioritas teknis maupun
manajemen.
2) Tim
mutu melaksanakan koordinasi dan monitoring kegiatan pengukuran serta melakukan
supervisi ke bagian layanan.
3) Tim
mutu mengkompilasi dan menganalisis laporan insiden keselamatan pasien,
pengukuran budaya keselamatan, dan pelaporan haemovigilance untuk mendapatkan solusi dan perbaikan terintegrasi.
3. Standar
5.3 Pengumpulan Data Indikator Mutu (PMKP 3) Pengumpulan data indikator mutu
dilakukan oleh petugas pengumpul data di tiap bagian.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengumpulan data indikator mutu berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yaitu pengukuran Indikator Nasional Mutu (INM) dan
prioritas perbaikan tingkat UTD meliputi:
a) INM
yaitu indikator mutu nasional yang wajib dilakukan pengukuran dan digunakan
sebagai informasi mutu secara nasional.
b) Indikator
mutu prioritas UTD mencakup:
(1) Indikator
sasaran keselamatan pasien
(2) Indikator
prioritas teknis
(3) Indikator
prioritas manajemen
Setiap indikator mutu baik indikator mutu prioritas
teknis maupun indikator mutu prioritas manajemen agar dilengkapi dengan profil
indikator sebagai berikut:
a)
Judul indikator
b)
Dasar pemikiran
c)
Dimensi mutu
d)
Tujuan
e)
Definisi operasional
f)
Jenis indikator
g)
Satuan pengukuran
h)
Numerator (Pembilang)
i)
Denominator (Penyebut)
j)
Target pencapaian
k) Kriteria
inklusi dan eksklusi
l)
Formula
m) Metode
pengumpulan data
n)
Sumber data
o)
Instrumen pengambilan data
p) Populasi/Sampel
(besar sampel dan cara pengambilan sampel)
q)
Periode pengumpulan data
r)
Periode analisis dan pelaporan data
s)
Penyajian data
t)
Penanggung jawab
Hasil analisis data harus dilaporkan kepada penanggung
jawab mutu untuk ditindaklanjuti dan menjadi masukan dalam pengambilan
keputusan untuk memperbaiki proses pelayanan secara berkelanjutan.
Tujuan analisis data adalah untuk dapat membandingkan
UTD dengan 4 (empat) cara. Perbandingan tersebut membantu UTD dalam memahami
sumber dan penyebab perubahan yang tidak diinginkan dan membantu memfokuskan
upaya perbaikan:
a) Dengan/dalam
UTD sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan dan dari tahun ke
tahun.
b) Dengan
UTD setara, seperti melalui database
referensi.
c) Dengan
standar-standar yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) Dengan
praktik-praktik terbaik yang diakui dan menggolongkan praktik tersebut sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih
baik) atau practice guidelines
(pedoman praktik).
b. Elemen Penilaian
1) Indikator
mutu prioritas teknis dan indikator mutu prioritas manajemen telah dibuat
profil indikator mencakup poin a) sampai dengan poin t) sebagaimana dimaksud
dalam maksud dan tujuan.
2) UTD
melakukan pengumpulan data mencakup poin a) sampai dengan poin b) sebagaimana
dimaksud dalam maksud dan tujuan.
3) Hasil
analisis data dilaporkan kepada penanggung jawab mutu.
4. Standar
5.4 Agregasi dan Analisis Data Dilakukan untuk Mendukung
Program PMKP (PMKP 4)
Agregasi dan analisis data dilakukan untuk mendukung
program PMKP.
a. Maksud
dan Tujuan
Data yang dikumpulkan akan diagregasi dan dianalisis
menjadi informasi untuk pengambilan keputusan yang tepat dan akan membantu UTD
melihat pola dan tren capaian kinerjanya. Sekumpulan data tersebut misalnya
data indikator mutu, data laporan insiden keselamatan pasien, data manajemen
risiko dan data pencegahan dan pengendalian infeksi. Informasi ini penting
untuk membantu UTD memahami kinerjanya saat ini dan mengidentifikasi
peluang-peluang untuk perbaikan kinerja UTD.
UTD harus melaporkan data mutu dan keselamatan pasien ke eksternal
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan meliputi:
a) Pelaporan
Indikator Nasional Mutu (INM) ke Kementerian Kesehatan melalui aplikasi mutu
fasilitas pelayanan kesehatan.
b) Pelaporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) ke Komite
Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) melalui aplikasi ereport.
Dengan berpartisipasi dalam pelaporan data mutu dan
keselamatan pasien ke eksternal, UTD dapat membandingkan kinerjanya dengan
kinerja UTD setara baik di skala lokal maupun nasional. Perbandingan kinerja
merupakan pendekatan yang efektif untuk mencari peluang-peluang perbaikan.
Program PMKP mencakup analisis dampak prioritas
perbaikan yang didukung oleh pimpinan, misalnya terdapat bukti yang mendukung
pernyataan bahwa penggunaan prosedur untuk menstandarkan pengelolaan darah
memberikan dampak yang bermakna pada peningkatan mutu pelayanan dan mengurangi
terjadinya kesalahan. Petugas program PMKP mengembangkan instrumen untuk
mengevaluasi penggunaan sumber daya untuk proses yang berjalan, kemudian untuk
mengevaluasi kembali penggunaan sumber daya untuk proses yang telah diperbaiki.
Sumber daya dapat berupa sumber daya manusia (misalnya, waktu yang digunakan
untuk setiap langkah dalam suatu proses) atau melibatkan penggunaan teknologi
dan sumber daya lainnya. Analisis ini akan memberikan informasi yang berguna
terkait perbaikan yang memberikan dampak efisiensi dan biaya.
b. Elemen
Penilaian
1) Telah
dilakukan agregasi dan analisis data menggunakan metode dan teknik statistik
terhadap semua indikator mutu yang telah diukur.
2) Hasil
analisis digunakan untuk membuat rekomendasi tindakan perbaikan serta
menghasilkan efisiensi penggunaan sumber daya.
3) Hasil
analisis data dilaporkan kepada kepala UTD sebagai bagian dari program PMKP.
4) Memiliki
bukti hasil analisis berupa laporan INM dan ereport
IKP dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Standard
5.5 Validasi Data (PMKP 5)
UTD melakukan proses validasi data terhadap
indikator mutu yang diukur.
a. Maksud
dan Tujuan
Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu
dari data dan untuk menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level) para pengambil keputusan terhadap data itu
sendiri. Ketika UTD mempublikasikan data tentang hasil kegiatan pelayanan,
keselamatan pasien, UTD memiliki kewajiban etis untuk memberikan informasi yang
akurat kepada publik. UTD bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang
dipublikasikan ke masyarakat adalah valid. Keandalan dan validitas pengukuran
dan kualitas data dapat ditetapkan melalui proses validasi data internal UTD.
Dilakukan validasi data, jika terdapat salah satu atau
lebih kondisi dibawah ini:
a) Pengukuran
indikator baru.
b) Bila
data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website UTD atau media lain.
c) Ada
perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya perubahan
profil indikator, instrumen pengumpulan data, proses agregasi data, atau
perubahan petugas pengumpul data atau validator.
d) Bila
terdapat perubahan hasil pengukuran tanpa diketahui sebabnya.
e) Bila
terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem pencatatan
pelaporan kegiatan dari manual ke elektronik.
f)
Bila terdapat perubahan subyek data seperti
perubahan sampel pengukuran indikator, pedoman atau prosedur baru diberlakukan,
serta adanya teknologi dan metodologi baru.
g) Bila
data akan dilaporkan ke kepala UTD dan dinas kesehatan secara regular.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
melakukan validasi yang berbasis bukti apabila terdapat kondisi salah satu atau
lebih dari poin a) sampai dengan poin g) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan.
2) UTD
bertanggung jawab atas validitas dan kualitas data serta hasil yang
dipublikasikan.
6. Standar
5.6 Mencapai dan Mempertahankan Perbaikan Standar
(PMKP 6)
UTD mencapai perbaikan mutu dan
dipertahankan.
a. Maksud
dan Tujuan
Hasil analisis data digunakan untuk mengidentifikasi
potensi perbaikan atau untuk mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan.
Rencana perbaikan perlu dilakukan uji coba dan selama masa uji coba, dilakukan
evaluasi hasilnya untuk membuktikan bahwa perbaikan sudah sesuai dengan yang
diharapkan. Proses uji perbaikan ini dapat menggunakan metode-metode perbaikan
yang sudah teruji misalnya Plan-DoChek-Action
(PDCA) atau Plan-Do-Study-Action (PDSA)
atau metode lain. Hal ini untuk memastikan bahwa terdapat perbaikan
berkelanjutan untuk meningkatkan mutu dan Keselamatan pasien. Perubahan yang
efektif tersebut di standarisasi dengan membuat regulasi di UTD misalnya
kebijakan, prosedur, dan lain-lainnya, dan harus disosialisasikan kepada semua
petugas.
Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan
oleh UTD didokumentasikan sebagai bagian dari pengelolaan program PMKP di UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
membuat rencana perbaikan dan menerapkannya untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien.
2) Hasil
perbaikan telah didokumentasikan.
7. Standar
5.7 Evaluasi Proses Pelaksanaan Standar Pelayanan di UTD
(PMKP 7)
Dilakukan evaluasi proses pelaksanaan standar
pelayanan di UTD untuk menunjang pengukuran mutu pelayanan.
a. Maksud
dan Tujuan
Penerapan standar pelayanan di UTD berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan, serta dievaluasi menggunakan daftar tilik
kepatuhan prosedur.
Tujuan pemantauan pelaksanaan evaluasi pelayanan
berdasarkan standar pelayanan sebagai berikut:
a) Mendorong
tercapainya standarisasi proses pelayanan di UTD.
b) Mengurangi
risiko dalam proses pengelolaan darah.
c) Memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam melaksanakan pelayanan tepat
waktu dan efektif.
d) Memanfaatkan
indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian kepatuhan penerapan
standar pelayanan.
e) Secara
konsisten menggunakan standar pelayanan dalam mengupayakan pelayanan yang
bermutu.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai efektivitas
penerapan standar pelayanan di UTD sehingga standar pelayanan di UTD dapat
mengurangi variasi dari proses dan hasil serta berdampak terhadap efisiensi
(kendali biaya).
b. Elemen
Penilaian
1) Tim
mutu melakukan evaluasi penerapan standar sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan.
2) Dilakukan
upaya perbaikan berdasarkan hasil evaluasi dan didokumentasikan.
8. Standar
5.8 Sistem Pelaporan dan Pembelajaran Insiden Keselamatan
Pasien (PMKP 8)
UTD mengembangkan sistem pelaporan dan pembelajaran
keselamatan pasien di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Insiden keselamatan pasien merupakan suatu kejadian
yang tidak disengaja ketika memberikan pelayanan/Care Management Problem (CMP) atau kondisi yang berhubungan dengan
lingkungan di UTD termasuk infrastruktur, sarana prasarana Service Delivery Problem (SDP), yang dapat berpotensi atau telah
menyebabkan bahaya bagi pasien dan pendonor.
Kejadian keselamatan pasien tidak selalu merupakan
hasil dari kecacatan pada sistem atau rancangan proses, kerusakan sistem,
kegagalan alat atau kesalahan manusia.
Kejadian yang Tidak Diharapkan
(KTD), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), dan Kondisi
Potensial Cedera Signifikan (KPCS) didefinisikan sebagai berikut:
a) Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden keselamatan pasien yang menyebabkan
cedera pada pasien atau pendonor.
b) Kejadian
Tidak Cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien yang sudah terpapar pada
pasien atau pendonor namun tidak menyebabkan cedera.
c)
Kejadian Nyaris Cedera (near-miss atau hampir cedera) atau KNC adanya insiden keselamatan
pasien yang belum terpapar pada pasien atau pendonor.
d) Suatu
Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS) adalah suatu kondisi yang berpotensi
menyebabkan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
e)
Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang
berdampak luas.
Kejadian sentinel merupakan salah satu jenis insiden
keselamatan pasien yang harus dilaporkan yang menyebabkan terjadinya hal-hal
berikut ini:
a)
Kematian.
b)
Cedera permanen.
c)
Cedera berat yang bersifat sementara/reversible.
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien atau
pendonor yang bersifat irreversible
akibat insiden yang dialami misalnya kecacatan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan
lainlainnya. Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat
kritis dan dapat mengancam nyawa yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa
terjadi cedera permanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan
pemindahan pasien atau pendonor ke tingkat perawatan yang lebih
tinggi/pengawasan untuk jangka waktu yang lama.
Tim mutu membentuk tim investigator segera setelah
menerima laporan kejadian sentinel, kemudian dianalisis akar masalahnya secara
komprehensif (Root Cause Analysis/RCA)
dengan waktu tidak melebihi 45 (empat puluh lima) hari.
Tidak semua kesalahan menyebabkan kejadian sentinel,
dan tidak semua kejadian sentinel terjadi akibat adanya suatu kesalahan.
Mengidentifikasi suatu insiden sebagai kejadian sentinel tidak mengindikasikan
adanya tanggungan hukum.
Mekanisme pelaporan insiden keselamatan pasien
dilakukan baik internal maupun eksternal, penentuan grading matriks risiko
serta investigasi dan analisis insiden berdasarkan hasil grading tersebut.
UTD berpartisipasi untuk melaporkan insiden
keselamatan pasien yang telah dilakukan investigasi dan analisis ke KNKP sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien termasuk di
dalamnya definisi, jenis insiden keselamatan pasien meliputi kejadian sentinel,
KTD, KNC, KTC dan KPCS, mekanisme pelaporan dan analisisnya serta
pembelajarannya.
2) Tim
mutu membentuk tim investigasi sesegera mungkin untuk melakukan investigasi
komprehensif/analisis akar masalah (root
cause analysis) pada semua kejadian sentinel dalam kurun waktu tidak
melebihi 45 (empat puluh lima) hari (jika ada).
3) Kepala
UTD menetapkan proses untuk menganalisis KTD, KNC, KTC, KPCS dengan melakukan
investigasi sederhana dengan kurun waktu yaitu grading biru tidak melebihi 7 (tujuh) hari, grading hijau tidak melebihi 14 (empat belas) hari.
4) UTD
melakukan tindakan perbaikan korektif dan memantau efektivitasnya untuk
mencegah atau mengurangi berulangnya Sentinel, KTD, KNC, KTC, KPCS tersebut.
9. Standar
5.9 Analisis dan Pemantauan Data Insiden Keselamatan
Pasien (PMKP 9)
Data laporan insiden keselamatan pasien selalu
dianalisis setiap 3 (tiga) bulan untuk memantau ketika muncul tren atau variasi
yang tidak diinginkan.
a. Maksud
dan Tujuan
Tim mutu melakukan analisis dan memantau insiden
keselamatan pasien yang dilaporkan setiap triwulan untuk mendeteksi pola, tren
serta mungkin variasi berdasarkan frekuensi pelayanan dan/atau risiko terhadap
pasien dan pendonor.
b. Elemen
Penilaian
1) Proses
pengumpulan data diterapkan untuk memastikan akurasi data, analisis, dan
pelaporan.
2) Data
luaran (outcome) dilaporkan kepada
kepala UTD sebagai bagian dari program PMKP.
10. Standar
5.10 Pengukuran dan Evaluasi Budaya Keselamatan Pasien
(PMKP 10)
UTD melakukan pengukuran dan evaluasi budaya
keselamatan pasien.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengukuran budaya keselamatan perlu dilakukan oleh
UTD dengan melakukan survei budaya keselamatan pasien setiap tahun. Budaya
keselamatan pasien juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya
organisasi yang mendorong setiap petugas (teknis dan manajemen) melaporkan hal-hal
yang menghawatirkan tentang keselamatan atau mutu pelayanan. Kepala UTD
melakukan evaluasi rutin terhadap hasil survei budaya keselamatan dengan
melakukan analisis dan tindak lanjutnya.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
melaksanakan pengukuran budaya keselamatan pasien dengan survei budaya
keselamatan pasien setiap tahun menggunakan metode yang telah terbukti.
2) Hasil
pengukuran budaya keselamatan sebagai acuan dalam menyusun program peningkatan
budaya keselamatan di UTD.
11. Standar
5.11 Penerapan Program Manajemen Risiko (PMKP 11)
Tim mutu memandu penerapan program
manajemen risiko di UTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Tim mutu membuat daftar risiko tingkat UTD
berdasarkan daftar risiko yang dibuat tiap unit setiap tahun. Berdasarkan
daftar risiko tersebut ditentukan prioritas risiko yang dimasukkan dalam profil
risiko UTD. Profil risiko tersebut akan menjadi bahan dalam penyusunan program
manajemen risiko UTD dan menjadi prioritas untuk dilakukan penanganan dan
pemantauannya. Proses analisis risiko proaktif ini dilaksanakan minimal sekali
dalam setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.
b. Elemen
penilaian
1) Tim
mutu menyusun program manajemen risiko dan memandu penerapan program manajemen
risiko yang ditetapkan oleh kepala UTD.
2) Tim
mutu membuat daftar risiko UTD berdasarkan daftar risiko bagian-bagian di UTD.
3) Tim
mutu membuat profil risiko dan rencana penanganan.
4) Tim
mutu membuat pemantauan terhadap rencana penanganan risiko dan melaporkan
kepada kepala UTD setiap 6 (enam) bulan.
12. Standar
5.12 Audit Internal (PMKP 12)
UTD melakukan evaluasi kegiatan perbaikan kinerja
melalui audit internal yang dilaksanakan secara periodik.
a. Maksud
dan Tujuan
Upaya perbaikan mutu dan kinerja perlu dievaluasi
apakah mencapai sasaran/indikator yang ditetapkan. Salah satu cara evaluasi
yang dapat dilakukan adalah audit internal. Audit internal adalah penilaian
yang sistematis dan objektif yang dilakukan oleh auditor internal untuk
memeriksa dan mengevaluasi kegiatan organisasi.
Program audit internal dilaksanakan secara periodik
sebagai fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa kegiatan pelayanan
dilaksanakan sesuai standar yang berlaku dan untuk meninjau kembali pelaksanaan
dan efektivitas dari upaya peningkatan mutu yang telah dilakukan.
Audit dilaksanakan oleh petugas yang kompeten serta
independen dari segala kegiatan yang akan diaudit.
UTD harus membuat prosedur audit internal yang memuat
frekwensi dan persyaratan untuk melakukan audit, pencatatan dan pelaporan hasil
audit.
Kegiatan perbaikan dan pencegahan dilakukan segera
jika ditemukan hasil yang tidak sesuai selama audit dan harus dinilai kembali
untuk efektivitasnya.
Persiapan audit:
a)
Pihak yang terlibat dalam audit internal:
penanggung jawab mutu, auditor internal dan pihak yang akan diaudit
(auditee).
b) Lokasi
audit: semua bidang atau unit yang ada dalam sebuah organisasi UTD.
Hasil temuan audit internal disampaikan kepada kepala
UTD, penanggung jawab teknis dan manajemen serta pelaksana kegiatan sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan.
b. Elemen Penilaian
1) Adanya
kebijakan yang menetapkan pelaksanaan audit internal
2) Dilakukan
audit internal secara periodik terhadap upaya perbaikan mutu dan kinerja dalam
upaya mencapai sasaran/indikator mutu dan kinerja yang ditetapkan.
3) Ada
laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada kepala UTD, penanggung
jawab teknis dan penanggung jawab manajemen untuk mengambil keputusan dalam
strategi perbaikan program dan kegiatan UTD.
4) Tindak
lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit
internal.
F. BAB
VI. MANAJEMEN INFORMASI (MI)
Gambaran Umum
Informasi merupakan salah satu
sumber daya yang harus dikelola secara efektif oleh UTD dalam memberikan
pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi. Pelaksanaan pelayanan di UTD
adalah suatu proses yang kompleks yang sangat bergantung pada komunikasi dan
informasi. Komunikasi dilakukan antara UTD dengan pendonor, pelanggan, antar
petugas, serta populasi yang mendukung keberlangsungan pelayanan UTD. Kegagalan
dalam komunikasi adalah salah satu akar masalah pada insiden keselamatan pasien
yang paling sering dijumpai.
Seiring dengan perjalanan waktu
dan perkembangannya, UTD diharapkan mampu mengelola informasi secara lebih
efektif dalam hal:
1. mengidentifikasi
kebutuhan informasi dan teknologi informasi.
2. mengembangkan
sistem informasi manajemen.
3. menetapkan
jenis informasi dan cara memperoleh data yang diperlukan.
4. menganalisis
data dan mengubahnya menjadi informasi.
5. menyebarkan
dan melaporkan data serta informasi;
6. melindungi
kerahasiaan, keamanan, dan integritas data dan informasi;
7. mengintegrasikan
dan menggunakan informasi untuk peningkatan kinerja.
Walaupun komputerisasi dan
teknologi lainnya dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi, prinsip teknologi
informasi yang baik harus diterapkan untuk seluruh metode dokumentasi.
Dalam pelaksanaan pelayanan UTD,
teknologi informasi kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas,
efisiensi dan keamanan dalam proses komunikasi dan informasi.
1. Standar
6.1 Manajemen Informasi (MI 1)
Kepala UTD menetapkan proses manajemen informasi
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal maupun eksternal.
a. Maksud
dan Tujuan
Informasi yang diperoleh selama masa pelayanan UTD
harus dapat dikelola dengan aman dan efektif oleh UTD. Kemampuan memperoleh dan
menyediakan informasi tersebut memerlukan perencanaan yang efektif. Perencanaan
ini melibatkan masukan dari berbagai sumber yang membutuhkan data dan
informasi, termasuk:
a) Kepala
UTD
b) Petugas
yang memberikan pelayanan di UTD mulai dari rekrutmen pendonor hingga
distribusi darah dan produk darah
c)
Pendonor, pelanggan, dan badan/individu di luar
UTD yang membutuhkan atau memerlukan data atau informasi tentang pelayanan UTD.
Perencanaan tersebut juga mencakup misi UTD, layanan
yang diberikan, sumber daya, akses terhadap teknologi, dan dukungan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif antar petugas. Dalam menyusun perencanaan,
ditentukan prioritas kebutuhan informasi, mempertimbangkan kompleksitas
pelayanan, ketersediaan petugas terlatih, dan sumber daya manusia, sumber daya
teknis serta sumber daya lainnya. Perencanaan yang komprehensif meliputi
seluruh unit kerja dan pelayanan yang ada di UTD.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan pengelolaan informasi untuk memenuhi kebutuhan
informasi.
2) Terdapat
bukti bahwa UTD telah menerapkan proses pengelolaan informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitas
layanan, ketersediaan petugas terlatih, sumber daya teknis, dan sumber daya
lainnya.
3) UTD
melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala sesuai ketentuan UTD serta
upaya perbaikan terhadap pemenuhan informasi internal dan eksternal dalam
mendukung pelayanan, dan mutu serta keselamatan pasien dan pendonor.
2. Standar
6.2 Prinsip Manajemen dan Penggunaan Informasi (MI 2) Seluruh komponen dalam
UTD termasuk kepala UTD dan petugas diberi pemahaman mengenai prinsip manajemen
dan penggunaan informasi.
a. Maksud
dan Tujuan
Seluruh komponen dalam UTD termasuk kepala UTD dan
petugas akan mengumpulkan dan menganalisis, serta menggunakan data dan
informasi. Dengan demikian, mereka harus diberi pemahaman tentang prinsip
pengelolaan dan penggunaan informasi agar dapat berpartisipasi secara efektif
meliputi:
a) Penggunaan
sistem informasi.
b) Pemahaman
terhadap kebijakan dan prosedur untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data
dan informasi.
c)
Pemahaman dan penerapan strategi untuk
pengelolaan data, informasi, dan dokumentasi selama waktu henti (down time) yang direncanakan dan tidak
terencana.
d) Penggunaan
data dan informasi untuk membantu pengambilan keputusan.
e)
Pemantauan dan evaluasi untuk mengkaji dan
meningkatkan proses pelayanan.
Semua petugas diberi pemahaman sesuai tanggung jawab,
uraian tugas, serta kebutuhan data dan informasi. Proses manajemen informasi
memungkinkan penggabungan informasi dari berbagai sumber dan menyusun laporan
untuk menunjang pengambilan keputusan. Secara khusus, kombinasi informasi
teknis dan manajemen dapat membantu UTD untuk menyusun rencana secara
kolaboratif.
b. Elemen
Penilaian
Kepala UTD dan seluruh petugas telah diberi pemahaman
tentang prinsip pengelolaan dan penggunaan sistem informasi sesuai dengan peran
dan tanggung jawabnya.
3. Kerahasiaan,
Keamanan, Privasi, Integritas Data dan Informasi
a. Standar
6.2.1 Kerahasiaan, Keamanan, Privasi, Integritas Data dan Informasi (MI 2.1)
UTD menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi,
integritas data dan informasi melalui proses untuk mengelola dan mengontrol
akses.
b. Standar
6.2.2 Proses Melindungi Data dan Informasi dari
Kehilangan, Pencurian, Kerusakan, dan Penghancuran (MI 2.2)
UTD menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi, integritas data dan informasi
melalui proses yang melindungi data dan informasi dari kehilangan, pencurian,
kerusakan, dan penghancuran.
c.
Maksud dan Tujuan Standar 6.2.1 (MI 2.1) dan
Standar 6.2.2 (MI
2.2)
UTD menjaga kerahasiaan, keamanan,
integritas data dan informasi pasien yang bersifat sensitif. Keseimbangan
antara keterbukaan dan kerahasiaan data harus diperhatikan. Tanpa memandang
apakah UTD menggunakan sistem informasi menggunakan kertas dan/atau elektronik,
UTD harus menerapkan langkah-langkah untuk mengamankan dan melindungi data dan
informasi yang dimiliki. Data dan informasi meliputi data pendonor, data dari
peralatan, data mutu, data sumber daya manusia, data operasional dan keuangan
serta sumber lainnya, sebagaimana berlaku untuk UTD. Langkahlangkah keamanan
mencakup proses untuk mengelola dan mengontrol akses.
Sebagai contoh, untuk menjaga
kerahasiaan dan keamanan data pendonor, UTD menentukan siapa yang berwenang
untuk mengakses data, dan tingkat akses individu yang berwenang terhadap data
tersebut. Jika menggunakan sistem informasi elektronik, UTD mengimplementasikan
proses untuk memberikan otorisasi kepada pengguna yang berwenang sesuai dengan
tingkat akses mereka.
Bergantung pada tingkat aksesnya,
pengguna yang berwenang dapat memasukkan data, memodifikasi, dan menghapus
informasi, atau hanya memiliki akses untuk hanya membaca atau akses terbatas ke
beberapa sistem/modul. UTD juga menentukan tingkat akses untuk data lainnya
seperti data peningkatan mutu, data laporan keuangan, dan data kinerja UTD.
Setiap petugas memiliki tingkat akses dan kewenangan yang berbeda atas data dan
informasi sesuai dengan kebutuhan, peran dan tanggung jawab petugas
tersebut.
Proses pemberian otorisasi yang efektif
harus mendefinisikan:
a) Siapa
yang memiliki akses terhadap data dan informasi, termasuk data pendonor.
b) Informasi
mana yang dapat diakses oleh petugas tertentu (dan tingkat aksesnya).
c) Proses
untuk memberikan hak akses kepada petugas yang berwenang.
d) Kewajiban
petugas untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi.
e) Proses
untuk menjaga integritas data (keakuratan, konsistensi, dan kelengkapannya).
f) Proses
yang dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan, keamanan, atau
pun integritas data.
Untuk UTD dengan sistem informasi
elektronik, pemantauan terhadap data dan informasi melalui audit keamanan
terhadap penggunaan akses dapat membantu melindungi kerahasiaan dan keamanan.
UTD menerapkan proses untuk secara proaktif memantau catatan penggunaan akses.
Pemantauan keamanan dilakukan secara rutin sesuai ketentuan UTD untuk
mengidentifikasi kerentanan sistem dan pelanggaran terhadap kebijakan
kerahasiaan dan keamanan.
Selain proses untuk mengelola dan
mengendalikan akses, UTD memastikan bahwa seluruh data dan informasi berbentuk
cetak atau elektronik dilindungi dari kehilangan, pencurian, gangguan,
kerusakan, dan penghancuran yang tidak diinginkan. Penting bagi UTD untuk
menjaga dan memantau keamanan data dan informasi, baik yang disimpan dalam
bentuk cetak maupun elektronik terhadap kehilangan, pencurian dan akses orang
yang tidak berwenang. UTD menerapkan praktik terbaik untuk keamanan data dan
memastikan penyimpanan catatan, data, dan informasi yang aman dan terjamin.
Contoh langkah-langkah dan strategi keamanan termasuk, tetapi tidak terbatas
pada, berikut ini:
a) Memastikan
perangkat lunak keamanan dan pembaruan sistem sudah menggunakan versi terkini
dan terbaru
b) Melakukan
enkripsi data, terutama untuk data yang disimpan dalam bentuk digital
c) Melindungi
data dan informasi melalui strategi cadangan (back up) seperti penyimpanan di luar lokasi dan/atau layanan
pencadangan.
d) Menyimpan
dokumen fisik di lokasi yang tidak terkena panas serta aman dari air dan
api
e) Menyimpan
dokumen aktif di area yang hanya dapat diakses oleh petugas yang
berwenang.
f) Memastikan
bahwa ruang server dan ruang untuk penyimpanan dokumen fisik aman dan hanya
dapat diakses oleh petugas yang berwenang
g) Memastikan
bahwa ruang server dan ruang untuk penyimpanan dokumen fisik memiliki suhu dan
tingkat kelembapan yang tepat.
d. Elemen
Penilaian Standar 6.2.1 (MI 2.1)
1) UTD
menetapkan dan menerapkan proses untuk memastikan kerahasiaan, keamanan, dan
integritas data dan informasi pada poin a) sampai dengan poin f) sebagaimana
dimaksud dalam maksud dan tujuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) UTD
menerapkan proses pemberian akses kepada petugas yang berwenang untuk mengakses
data dan informasi.
e. Elemen
Penilaian Standar 6.2.2 (MI 2.2)
1) Data
dan informasi yang disimpan terlindung dari kehilangan, pencurian, dan
kerusakan.
2) UTD
menerapkan pemantauan dan evaluasi terhadap keamanan data dan informasi serta
melakukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan keamanan data dan informasi.
4. Standar
6.3 Pengelolaan Dokumen (MI 3)
UTD menerapkan proses pengelolaan dokumen, termasuk
kebijakan, pedoman, prosedur, dan program kerja secara konsisten dan seragam.
a. Maksud
dan Tujuan
Kebijakan dan prosedur bertujuan untuk memberikan
acuan yang seragam mengenai pelayanan di UTD. Tersedia tata naskah untuk
memandu cara menyusun dan mengendalikan dokumen misalnya kebijakan, prosedur,
dan program UTD mencakup beberapa komponen kunci sebagai berikut:
a) Peninjauan
dan persetujuan semua dokumen oleh pihak yang berwenang sebelum
diterbitkan
b) Proses
dan frekuensi peninjauan dokumen serta persetujuan berkelanjutan
c)
Pengendalian untuk memastikan bahwa hanya
dokumen versi terbaru/terkini dan relevan yang tersedia
d) Bagaimana
mengidentifikasi adanya perubahan dalam dokumen
e)
Pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f)
Proses pengelolaan dokumen yang berasal dari
luar UTD
g)
Penyimpanan dokumen lama yang sudah tidak
terpakai, setidaknya selama waktu yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, sekaligus memastikan bahwa dokumen tersebut tidak akan
disalahgunakan
h) Identifikasi
dan pelacakan semua dokumen yang beredar (misalnya, diidentifikasi berdasarkan
judul, tanggal terbit,
edisi dan/atau tanggal revisi terbaru, jumlah halaman,
dan nama orang yang mensahkan pada saat penerbitan dan revisi dan/atau meninjau
dokumen tersebut)
Proses-proses tersebut diterapkan dalam menyusun serta
memelihara dokumen termasuk kebijakan, prosedur, dan program kerja. Dokumen
internal UTD terdiri dari regulasi dan dokumen pelaksanaan mencakup:
a) Kebijakan
di UTD
b) Pedoman
pengorganisasian
c)
Pedoman pelayanan/penyelenggaraan
d) Standar
Operasional Prosedur (SOP)
e)
Program kerja UTD
f)
Bukti pelaksanaan kegiatan
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
menerapkan pengelolaan dokumen sesuai dengan poin a) sampai dengan poin h)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) UTD
telah memiliki dokumen internal mencakup poin a) sampai dengan poin f)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan, serta memiliki dan menerapkan
format yang seragam untuk semua dokumen sejenis sesuai dengan ketentuan UTD.
5. Standar
6.4 Data Pendonor (MI 4)
Kepala UTD menetapkan penyelenggaraan dan
pengelolaan data pendonor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Informasi tentang pendonor harus
diperoleh secara lengkap sebelum melakukan penyumbangan darah. Kepala UTD
menetapkan data dan informasi spesifik yang dicatat dalam data setiap pendonor
untuk melakukan penilaian/pengkajian sebelum donor.
UTD harus mengidentifikasi
pendonor dan jika pendonor reguler, maka informasi tersebut harus dapat
menghubungkan pendonor dengan catatan yang sudah ada. Dalam informasi tentang
pendonor terdapat hasil pemeriksaan atas kepatutan pendonor untuk menyumbangkan
darah, riwayat kesehatan dan faktor risiko potensial terkait gaya hidup dan
beberapa pemeriksaan seperti hasil uji saring IMLTD, catatan donor khusus
(donor dengan rhesus negatif, riwayat penolakan dan sebagainya).
Data pendonor baik kertas maupun
elektronik harus dijaga keamanan dan kerahasiaannya dan disimpan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyimpanan dokumen fisik tersebut
mencakup lokasi yang tidak terkena panas serta aman dari air dan api, hanya
dapat diakses oleh petugas yang berwenang dan memastikan ruang penyimpanannya
memiliki suhu dan tingkat kelembapan yang tepat.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan tentang pengelolaan data pendonor.
2) Kepala
UTD menetapkan penanggung jawab pengelolaan data pendonor.
6. Standar
6.5 Standarisasi Data Pendonor (MI 5)
Data setiap pendonor terstandarisasi dalam format
yang seragam dan diisi sesuai dengan ketetapan UTD dalam tata cara pengisian
data pendonor.
a. Maksud
dan Tujuan
Setiap pendonor memiliki data pendonor, baik dalam
bentuk kertas maupun elektronik yang merupakan sumber informasi utama mengenai
kelayakan pendonor dalam menyumbangkan darah. Standarisasi dan identifikasi
formulir pendonor diperlukan untuk memberikan kemudahan petugas dalam melakukan
pendokumentasian serta kerapihan dalam penyimpanan data tersebut.
Pengelolaan data pendonor harus mendukung terciptanya
sistem yang baik sejak formulir dibuat, termasuk pengendalian data yang
digunakan dan retensi formulir yang sudah tidak digunakan lagi.
b. Elemen
Penilaian
1) Setiap
pendonor memiliki data pendonor dengan 1 (satu) nomor unik sesuai sistem
penomoran yang ditetapkan.
2) Data
pendonor telah berisi informasi yang sesuai dengan ketetapan UTD dan ketentuan
peraturan perundangundangan.
7. Standar
6.6 Identitas Petugas (MI 6)
Setiap catatan pada data pendonor mencantumkan
identitas petugas yang menulis dan kapan catatan tersebut ditulis.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD memastikan bahwa setiap catatan dalam data
pendonor dapat diidentifikasi dengan tepat, di mana setiap pengisian data
pendonor ditulis tanggal, jam, serta indentitas petugas berupa nama jelas dan
tanda tangan/paraf. Kepala UTD menetapkan proses pembenaran/koreksi terhadap
kesalahan penulisan catatan dalam data pendonor. Selanjutnya dilakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap penulisan identitas, tanggal dan waktu
penulisan catatan pada data pendonor serta koreksi penulisan catatan dalam data
pendonor.
b. Elemen
Penilaian
1) Identitas
petugas tercantum secara jelas pada saat mengisi data pendonor
2) Tanggal
dan waktu penulisan setiap catatan dalam data pendonor dapat diidentifikasi.
3) Terdapat
prosedur koreksi penulisan dalam pengisian data pendonor elektronik dan non
elektronik.
4) Telah
dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penulisan identitas, tanggal dan
waktu penulisan catatan pada data pendonor serta koreksi penulisan catatan, dan
hasil evaluasi yang ada telah digunakan sebagai dasar upaya perbaikan di UTD.
8. Standar
6.7 Keamanan dan Kerahasiaan Data Pendonor (MI 7) UTD menjamin keamanan dan
kerahasiaan data pendonor.
a. Maksud
dan Tujuan
Data pendonor berisi informasi yang akan digunakan
untuk tujuan pelayanan darah sehingga harus dikelola dengan baik. UTD
bertanggung jawab atas kehilangan, kerusakan pemalsuan dan/atau penggunaan oleh
orang atau badan yang tidak berhak terhadap data pendonor. UTD harus memastikan
bahwa hanya individu yang berwenang yang memiliki akses ke informasi tersebut.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
menentukan hak akses dalam pelepasan informasi pendonor
2) UTD
menjamin keamanan dan kerahasiaan data pendonor baik kertas maupun elektronik
sebagai bagian dari hak pendonor.
9. Standar
6.8 Waktu Penyimpanan Data dan Informasi Pendonor (MI 8) UTD mengatur lama
penyimpanan data dan informasi pendonor.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menentukan jangka waktu penyimpanan data pendonor
(kertas/elektronik), data, dan informasi lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. UTD bertanggung jawab terhadap keamanan dan
kerahasiaan data selama proses penyimpanan sampai dengan pemusnahan.
Bila jangka waktu penyimpanan sudah habis maka data
dan informasi yang terkait dimusnahkan dengan prosedur yang tidak membahayakan
keamanan dan kerahasiaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
memiliki regulasi jangka waktu penyimpanan berkas data dan informasi dan
prosedur pemusnahannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Dokumen,
data dan/atau informasi dimusnahkan setelah melampaui periode waktu penyimpanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan prosedur yang tidak
membahayakan keamanan dan kerahasiaan.
10. Standar
6.9 Teknologi Informasi di Pelayanan Kesehatan (MI 9) UTD menerapkan sistem
teknologi informasi pelayanan kesehatan untuk mengelola data dan informasi dan
terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Sistem teknologi informasi di pelayanan kesehatan
merupakan seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator,
prosedur, teknologi, perangkat dan sumber daya manusia yang saling berkaitan
dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang
berguna dalam mendukung peningkatan mutu pelayanan dan pembangunan kesehatan.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan sistem informasi yang menjadi
media yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan UTD
dalam bentuk jaringan koordinasi, pengumpulan data, pelaporan dan prosedur administrasi
untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat.
Dalam pengembangan sistem informasi kesehatan, UTD
harus mampu meningkatkan dan mendukung proses pelayanan kesehatan yang
meliputi:
a) Kecepatan,
akurasi, integrasi, peningkatan pelayanan, peningkatan efisiensi, kemudahan
pelaporan dalam pelaksanaan operasional.
b) Kecepatan
mengambil keputusan, akurasi dan kecepatan identifikasi masalah dan kemudahan
dalam penyusunan strategi dalam pelaksanaan manajerial; dan
c)
Budaya kerja, transparansi, koordinasi antar
unit, pemahaman sistem dan pengurangan biaya administrasi dalam pelaksanaan
organisasi.
Apabila sistem informasi kesehatan yang dimiliki oleh
UTD sudah tidak sesuai dengan kebutuhan operasional dalam menunjang mutu
pelayanan, maka dibutuhkan pengembangan sistem informasi kesehatan yang
mendukung mutu pelayanan agar lebih optimal dengan memperhatikan peraturan yang
ada. Sistem teknologi informasi UTD harus dikelola secara efektif dan
komprehensif serta terintegrasi.
Individu yang mengawasi sistem teknologi informasi
kesehatan bertanggung jawab atas hal-hal berikut:
a) Merekomendasikan
ruang, peralatan, teknologi, dan sumber daya lainnya kepada kepala UTD untuk
mendukung sistem teknologi informasi di UTD.
b) Mengkoordinasikan
dan melakukan kegiatan pengkajian risiko untuk
menilai risiko keamanan informasi, memprioritaskan risiko, dan
mengidentifikasi perbaikan.
c) Memastikan
bahwa petugas di UTD telah diedukasi tentang keamanan informasi dan kebijakan
serta prosedur yang berlaku.
b. Elemen
Penilaian
1)
Kepala UTD menetapkan kebijakan tentang
penyelenggaraan teknologi informasi di UTD
2)
UTD menerapkan sistem informasi UTD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3)
Kepala UTD menetapkan penanggung jawab sistem
informasi UTD.
4)
Data serta
informasi diintegrasikan sesuai
dengan kebutuhan untuk mendukung
pengambilan keputusan.
11. Standar 6.9.1 Program untuk Mengatasi down time Sistem Data (MI
9.1)
UTD mengembangkan, memelihara, dan menguji program
untuk mengatasi waktu henti (down time)
dari sistem data, baik yang terencana maupun yang tidak terencana.
a. Maksud
dan Tujuan
Sistem data adalah bagian yang penting dalam
memberikan pelayanan yang aman dan bermutu. Interupsi dan kegagalan sistem data
adalah kejadian yang tidak bisa dihindari. Interupsi ini sering disebut sebagai
waktu henti (down time), baik yang
terencana maupun tidak terencana. Waktu henti, baik yang direncanakan atau
tidak direncanakan, dapat mempengaruhi seluruh sistem atau hanya mempengaruhi
satu aplikasi saja. Komunikasi adalah elemen penting dari strategi
kesinambungan pelayanan selama waktu henti.
Pemberitahuan tentang waktu henti yang direncanakan
memungkinkan dilakukannya persiapan yang diperlukan untuk memastikan bahwa operasional
dapat berlanjut dengan cara yang aman dan efektif. UTD memiliki suatu
perencanaan untuk mengatasi waktu henti (down
time), baik yang terencana maupun tidak terencana dengan mengedukasi
petugas tentang prosedur alternatif, melakukan pencadangan data terjadwal
secara teratur, dan menguji prosedur pemulihan data.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
prosedur yang harus dilakukan jika terjadi waktu henti sistem data (down time) untuk mengatasi masalah
pelayanan.
2) Petugas
diedukasi dan memahami perannya didalam prosedur penanganan waktu henti sistem
data (down time), baik yang terencana
maupun yang tidak terencana.
3) UTD
melakukan evaluasi pasca terjadinya waktu henti sistem data (down time) dan menggunakan informasi
dari data tersebut untuk persiapan dan perbaikan apabila terjadi waktu henti (down time) berikutnya.
G. BAB
VII. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
Gambaran Umum
Tujuan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) adalah untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko
infeksi yang didapat dan ditularkan diantara petugas, pendonor dan pengunjung.
Risiko dan kegiatan dalam program
PPI dapat berbeda dari satu UTD dengan UTD yang lain, tergantung pada kegiatan
dan pelayanan yang dilakukan, jumlah beban kerja dan jumlah petugas.
Penyelenggaraan program PPI dikelola oleh tim PPI yang ditetapkan oleh kepala
UTD. Jika terdapat keterbatasan jumlah SDM, maka pelaksanaan program PPI dapat
dikoordinir oleh tim mutu. Agar kegiatan PPI dapat dilaksanakan secara efektif
maka dibutuhkan kebijakan dan prosedur, pemahaman petugas, metode identifikasi
risiko infeksi secara proaktif pada individu dan lingkungan serta koordinasi ke
semua bagian di UTD.
Prioritas program sebaiknya
mencerminkan risiko yang telah teridentifikasi, perkembangan global dan
masyarakat setempat, serta kompleksitas dari pelayanan yang diberikan.
1. Standar 7.1 Penyelenggaraan PPI di UTD (PPI 1)
Terdapat tim yang bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan dan pengawasan kegiatan PPI di UTD serta sumber daya untuk
mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi.
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD menetapkan tim PPI untuk mengelola dan
mengawasi kegiatan PPI, dengan melibatkan seluruh petugas baik teknis dan
manajemen yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, kebutuhan, beban kerja,
dan/atau klasifikasi UTD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tim PPI menetapkan mekanisme dan koordinasi termasuk berkomunikasi dengan semua
pihak di UTD untuk memastikan program PPI berjalan efektif dan
berkesinambungan. Mekanisme koordinasi ditetapkan secara periodik, meliputi:
a) menetapkan
kriteria untuk mendefinisikan infeksi terkait pelayanan kesehatan di UTD,
b) menetapkan
metode pengumpulan data (surveilans),
c) membuat
strategi untuk menangani risiko dan
pelaporannya.
d) berkomunikasi
dengan semua unit untuk memastikan bahwa program berkelanjutan dan
proaktif.
Hasil koordinasi didokumentasikan untuk meninjau
efektivitas koordinasi program dan untuk memantau adanya perbaikan progresif.
Dalam melaksanakan kegiatan program PPI yang
berkesinambungan secara efektif dan efisien diperlukan dukungan sumber daya.
Kepala UTD memberikan dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan kegiatan
PPI minimal meliputi:
a) Ketersediaan
anggaran.
b) Sumber
daya manusia.
c)
Sarana prasarana dan perbekalan, untuk mencuci
tangan berbasis alkohol (hand rubs),
dan mencuci tangan dengan air mengalir (hand
wash), kantong pembuangan sampah infeksius dan lain-lainnya.
d) Sistem
manajemen informasi untuk mendukung penelusuran risiko, angka, dan tren infeksi
yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
e)
Sarana penunjang lainnya untuk menunjang
kegiatan PPI yang dapat mempermudah kegiatan PPI.
Informasi dan data kegiatan PPI akan dintegrasikan
untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien oleh tim PPI setiap bulan.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan PPI meliputi poin a) sampai dengan poin e) sebagaimana
dimaksud dalam gambaran umum.
2) Kepala
UTD menetapkan tim PPI untuk mengelola dan mengawasi kegiatan PPI di UTD.
3) Tim
PPI menyusun program PPI sesuai dalam maksud dan tujuan.
4) Kepala
UTD memberikan dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan kegiatan PPI
meliputi namun tidak terbatas pada maksud dan tujuan.
2. Standar
7.2 Pengkajian Risiko Infeksi (Infection
Control Risk Assesment/ICRA) (PPI 2)
UTD melakukan pengkajian risiko infeksi secara
proaktif setiap tahunnya sebagai dasar penyusunan program PPI terpadu untuk
mencegah penularan infeksi terkait pelayanan di UTD.
a. Maksud dan Tujuan
UTD secara proaktif setiap tahun melakukan pengkajian
risiko pengendalian infeksi (ICRA) terhadap tingkat dan kecenderungan infeksi
layanan kesehatan yang akan menjadi prioritas fokus program PPI dalam upaya
pencegahan dan penurunan risiko. Pengkajian risiko tersebut diintegrasikan ke
dalam profil risiko UTD. ICRA meliputi namun tidak terbatas pada:
a) Infeksi-infeksi
yang penting secara epidemiologis (data surveilans).
b) Proses
kegiatan di area-area yang berisiko tinggi terjadinya infeksi.
c) Pelayanan
yang menggunakan peralatan yang berisiko infeksi.
d) Prosedur/tindakan-tindakan
berisiko tinggi.
e) Pelayanan
sterilisasi alat.
f)
Kebersihan permukaan dan lingkungan.
g) Pengelolaan
sampah.
Berdasarkan hasil pengkajian risiko pengendalian
infeksi (ICRA), tim PPI menyusun program PPI UTD secara komprehensif setiap
tahunnya.
b. Elemen Penilaian
UTD secara proaktif telah melaksanakan pengkajian
risiko pengendalian infeksi (ICRA) setiap tahunnya terhadap tingkat dan
kecenderungan infeksi layanan kesehatan sesuai poin a) sampai dengan poin g)
sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan dan selanjutnya menggunakan data
tersebut untuk membuat dan menentukan prioritas/fokus pada program PPI.
3. Standar
7.3 Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI 3) UTD menyusun dan
menerapkan program PPI yang terpadu dan menyeluruh untuk mencegah penularan
infeksi terkait pelayanan UTD berdasarkan hasil pengkajian risiko proaktif
setiap tahunnya.
a. Maksud dan Tujuan
Tujuan program PPI adalah mengidentifikasi dan
menurunkan risiko penularan infeksi di antara pendonor, petugas dan pengunjung.
Berdasarkan hasil pengkajian risiko proaktif yang telah dibuat, UTD menetapkan
dan menerapkan program PPI. Penyusunan program PPI disesuaikan dengan
kompleksitas, ukuran dan ketersediaan sarana prasarana yang meliputi:
a) Kebersihan
tangan
Kebersihan tangan menggunakan sabun dan disinfektan
adalah sarana efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. Kebersihan tangan
mencegah agar tidak terjadi infeksi, mencegah penyebaran dari petugas ke
pendonor, dari pendonor ke petugas dan mencegah kontaminasi dari pendonor ke
lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas. Sarana kebersihan tangan harus
tersedia di setiap tempat pelayanan yang membutuhkan. Kepala UTD menetapkan
jenis sabun, disinfektan, handuk/tisu, alat lainnya untuk melakukan kebersihan
tangan dan mengeringkannya, ditempatkan di area cuci tangan di mana prosedur
kebersihan tangan dilakukan.
UTD telah menerapkan program kebersihan tangan yang
mencakup kapan, di mana, dan bagaimana melakukan cuci tangan mempergunakan
sabun (hand wash) dan atau dengan
disinfektan (hand rubs) sesuai dengan
kebutuhan serta ketersediaan fasilitasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, UTD
melaksanakan sosialisasi dan edukasi hand
hygiene kepada seluruh petugas dan pengunjung.
b) Penggunaan
APD
Selain kebersihan tangan, penggunaaan alat pelindung
diri adalah sarana yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. Oleh
karena itu, APD harus tersedia di setiap tempat sesuai dengan kebutuhan. Kepala
UTD menetapkan ketentuan di mana APD tersebut harus tersedia dan diberikan
edukasi untuk cara pemakaiannya, melepas serta membuang APD yang benar.
Sarung tangan, masker, pelindung mata, serta alat
pelindung diri lainnya tersedia dan digunakan secara tepat apabila disyaratkan.
Lebih lanjut, harus dilakukan evaluasi apakah APD sudah digunakan secara tepat
dan benar. Untuk mencapai tujuan
tersebut, UTD memberikan edukasi pemakaian APD kepada seluruh petugas yang
memerlukan penggunaan APD.
c) Kewaspadaan
Transmisi
Kewaspadaan transmisi terdiri
dari:
(1) Kewaspadaan
transmisi kontak
(2) Kewaspadaan
transmisi droplet
(3) Kewaspadaan
transmisi udara (airborne)
Kewaspadaan berbasis transmisi dimulai saat
dicurigai atau dikonfirmasi adanya infeksi dan meliputi hal-hal berikut:
(1) Tindakan
kewaspadaan kontak dilakukan untuk infeksi yang diketahui atau dicurigai
ditularkan melalui kontak
(2) Kewaspadaan
penularan melalui udara untuk pasien dengan infeksi yang diketahui atau diduga
menular melalui udara
(3) Tindakan
kewaspadaan droplet yang diketahui
atau dicurigai ditularkan melalui droplet
pernapasan yang dikeluarkan selama berbicara, batuk, atau bersin.
d) Kebersihan
lingkungan
Patogen pada permukaan dan di seluruh lingkungan
berperan dalam terjadinya penyakit yang didapat di fasilitas pelayanan
kesehatan pada pendonor, petugas, dan pengunjung. Proses pembersihan dan
disinfeksi lingkungan meliputi pembersihan lingkungan rutin yaitu pembersihan
harian ruang tunggu, ruang pemeriksaan pendonor, ruang pengambilan darah, ruang
kerja petugas dan lain sebagainya.
Kepala UTD menetapkan frekuensi pembersihan,
peralatan dan cairan pembersih yang digunakan, petugas yang bertanggung jawab
untuk pembersihan, dan kapan suatu area membutuhkan pembersihan lebih sering.
Hasil pengkajian risiko akan menentukan area berisiko tinggi yang memerlukan
pembersihan dan disinfeksi tambahan. UTD
menerapkan prosedur pembersihan dan disinfeksi permukaan dan lingkungan sesuai
standar PPI. UTD menetapkan dan melaksanakan pembersihan dan disinfeksi
tambahan di area berisiko tinggi berdasarkan hasil pengkajian risiko. UTD
melakukan pemantauan dan evaluasi proses pembersihan dan disinfeksi lingkungan
serta upaya perbaikan berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
e) Pengelolaan
peralatan
Prosedur/tindakan yang menggunakan peralatan dan
BMHP, dapat menjadi sumber utama patogen yang
menyebabkan infeksi. Kesalahan dalam proses pembersihan,
disinfeksi, maupun sterilisasi, serta penggunaan maupun penyimpanan yang tidak
layak dapat menjadi risiko penularan infeksi. Petugas harus mengikuti standar
yang ditetapkan dalam melakukan kebersihan, disinfeksi, dan sterilisasi. Metode
pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi dilakukan sesuai standar di semua area
UTD.
Untuk mencegah kontaminasi, peralatan dan BMHP
bersih dan steril disimpan di area penyimpanan yang telah ditetapkan, bersih
dan kering serta terlindung dari debu, kelembapan, dan perubahan suhu yang
drastis. Idealnya, peralatan dan BMHP disimpan terpisah dan area penyimpanan
steril memiliki akses terbatas. Selain itu, kepala UTD menetapkan pengelolaan
peralatan dan/atau BMHP yang sudah kedaluwarsa. Kepala UTD menetapkan
penggunaan kembali peralatan sekali pakai dan/BMHP sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, standar profesional, dan rekomendasi dari pabrik
pembuat BMHP.
Beberapa BMHP dapat digunakan kembali dengan persyaratan
spesifik tertentu. Kepala UTD menetapkan ketentuan tentang penggunaan kembali
alat sekali pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
standar profesional meliputi:
(1) Alat
yang dapat dipakai kembali.
(2) Jumlah
maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secara spesifik.
(3) Identifikasi
kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang menandakan alat tidak dapat
dipakai.
(4) Proses
pembersihan setiap alat yang segera dilakukan sesudah pemakaian dan mengikuti
protokol yang jelas.
(5) Evaluasi
untuk menurunkan risiko infeksi bahan habis pakai yang digunakan kembali.
Terdapat 2 (dua) risiko pada penggunaan kembali (reuse) alat, yaitu risiko tinggi untuk
terkena infeksi dan juga risiko kinerja alat yang tidak sesuai serta tidak
terjamin sterilitas serta fungsinya. Terdapat bukti pemantauan, evaluasi, dan
tindak lanjut pelaksanaan penggunaan kembali BMHP. Bila sterilisasi
dilaksanakan di luar UTD harus dilakukan oleh lembaga yang memiliki sertifikasi
mutu, dan dilakukan pemantauan yang menjamin kepatuhan proses sterilisasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f)
Etika Batuk/bersin
Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan
sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair,
tempat sampah infeksius dan masker bedah.
Petugas, pendonor dan pengunjung harus melaksanakan
dan mematuhi langkah-langkah etika batuk/bersin sebagai berikut:
(1) Menutup
hidung dan mulut dengan tisu/saputangan/lengan atas.
(2) Tisu
dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
(3) Edukasi/penyuluhan
kesehatan dapat dilakukan melalui audio visual, leaflet, poster, banner,
video melalui TV di ruang tunggu atau lisan oleh petugas.
g)
Pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan
Setiap hari UTD banyak menghasilkan limbah, termasuk
limbah infeksius. Pembuangan limbah infeksius secara tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi di UTD. Hal ini dapat terjadi pada pembuangan cairan
tubuh dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh, pembuangan darah dan
komponen darah, serta pembuangan limbah dari berbagai unit pelayanan di UTD.
Pemerintah mempunyai regulasi terkait dengan penanganan limbah, dan UTD harus
melaksanakan ketentuan tersebut untuk mengurangi risiko infeksi di UTD.
Pengelolaan limbah benda tajam dan jarum yang tidak
benar merupakan kekhawatiran petugas terhadap keamanannya. Salah satu bahaya
luka karena tertusuk jarum suntik adalah terjadi penularan penyakit melalui
darah (blood borne diseases).
Kebiasaan bekerja petugas sangat mempengaruhi timbulnya risiko luka dan
kemungkinan terpapar penyakit secara potensial. UTD harus melakukan edukasi
kepada petugas bagaimana mengelola benda tajam dan jarum dengan aman.
Pembuangan yang benar adalah menggunakan wadah menyimpan khusus (safety box) yang dapat ditutup, anti
tertusuk/anti robek, dan anti bocor baik di dasar maupun di sisinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Wadah ini harus tersedia dan mudah dipergunakan oleh
staf serta wadah tersebut tidak boleh terisi terlalu penuh.
Pembuangan jarum yang tidak terpakai, dan limbah
benda tajam lainnya jika tidak dilakukan dengan benar akan berisiko terhadap
kesehatan masyarakat umumnya dan terutama pada mereka yang bekerja di
pengelolaan sampah. Selain jarum dan
benda tajam, UTD juga harus melakukan pengelolaan limbah, pembuangan darah
serta komponen darah sesuai dengan regulasi. Seluruh pengelolaan ini dipantau
dan dievaluasi, serta ditindaklanjuti.
Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak luar
UTD harus berdasar atas kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan
sertifikasi mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat bukti
pelaksanaan supervisi dan pemantauan oleh tim mutu terhadap pengelolaan benda
tajam dan jarum sesuai dengan prinsip PPI, termasuk bila dilaksanakan oleh
pihak luar UTD.
h) Perlindungan
Kesehatan Petugas
UTD harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala terhadap semua petugas baik tenaga kesehatan maupun tenaga non
kesehatan. Selain itu, terdapat proses apabila terjadi tusukan jarum atau benda
tajam bekas pakai pendonor, siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan
dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang
bersangkutan. Petugas harus diberi edukasi agar paham terhadap proses untuk
menghindari terjadinya kecelakaan serta apa yang harus dilakukan apabila
kecelakaan tersebut terjadi. Tidak melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang telah dipakai,
memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari spuit. Buang
jarum, spuit, pisau, scalpel, dan
peralatan tajam habis pakai lainnya ke dalam wadah khusus yang tahan
tusukan/tidak tembus sebelum dimasukkan ke insenerator. Bila wadah khusus telah
terisi ¾ bagian, maka harus diganti dengan yang baru untuk menghindari adanya
jarum atau benda tajam yang tercecer.
Sebagian besar insiden paparan/pajanan okupasional
adalah infeksi melalui darah. HIV, hepatitis B dan hepatitis C adalah patogen
melalui darah yang berpotensi paling berbahaya, dan kemungkinan paparan/pajanan
terhadap patogen ini merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas kesehatan
di seluruh dunia.
i)
Surveilans
UTD harus melakukan surveilans infeksi berdasarkan
data epidemiologis yang terjadi dan berfokus pada area infeksius, penggunaan
peralatan, prosedur serta praktik untuk mencegah dan menurunkan angka
infeksi.
j)
Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan
Agar program PPI dapat berjalan dengan efektif di
UTD, maka harus dilakukan edukasi kepada seluruh petugas tentang program PPI
pada waktu mereka baru bekerja di UTD dan diulangi secara berkala. Edukasi
diikuti oleh pendonor dan juga pengunjung. Pendonor dan pengunjung didorong
untuk berpartisipasi dalam implementasi program PPI. Edukasi diberikan sebagai
bagian dari orientasi kepada semua petugas baru dan dilakukan edukasi kembali
secara berkala, atau paling sedikit jika ada perubahan kebijakan, prosedur, dan
praktik yang menjadi panduan program PPI.
Berdasarkan atas hal di atas maka UTD agar memberikan edukasi PPI yang
meliputi:
(1) Orientasi
pegawai baru baik petugas teknis maupun manajemen.
(2) Semua
petugas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus mengetahui
prinsip-prinsip dasar PPI.
(3) Petugas
teknis maupun manajemen diedukasi secara berkala bila terdapat perubahan
kebijakan, prosedur, serta praktik program PPI dan bila ada kecenderungan
khusus dari data infeksi, termasuk adanya new/reemerging diseases.
(4) Semua
petugas non pelayanan/administrasi di fasilitas pelayanan kesehatan harus
diedukasi dan mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika batuk, penanganan
limbah, penggunaan APD yang sesuai.
(5) Edukasi
bagi pendonor dan pengunjung berupa komunikasi, informasi tentang PPI terkait
penyakit yang dapat menular.
b. Elemen Penilaian
1) UTD
menerapkan program PPI terpadu mencakup seluruh bagian di UTD untuk menurunkan
risiko infeksi pelayanan kesehatan pada pendonor, petugas dan lainnya yang
meliputi poin a) sampai dengan poin j) sebagaimana dimaksud dalam maksud dan
tujuan.
2) UTD
melakukan analisis data PPI setiap 3 (tiga) bulan, serta melakukan evaluasi dan
tindak lanjut.
3) Upaya
perbaikan dan edukasi yang diterapkan UTD telah memberikan dampak pengurangan
risiko infeksi.
H. BAB
VIII. Pelayanan Darah (PD)
Gambaran Umum
Darah dan produk darah berperan
penting dalam pelayanan kesehatan. Ketersediaan, keamanan dan kemudahan akses
terhadap darah dan produk darah harus dapat dijamin. Dalam rangka memberikan
pelindungan kepada masyarakat, pelayanan darah hanya dilakukan oleh SDM yang
memiliki kompetensi dan kewenangan, dan hanya dilaksanakan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang kedokteran khususnya dalam teknologi pelayanan darah,
pengelolaan komponen darah dan pemanfaatannya dalam pelayanan kesehatan harus
diterapkan dengan benar sesuai standar yang berlaku. Hal ini diperlukan untuk
mencegah timbulnya berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi
penerima pelayanan darah maupun bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan maupun lingkungan sekitarnya.
Pengamanan pelayanan transfusi
darah harus dilaksanakan pada tiap tahap kegiatan mulai dari pengerahan dan
pelestarian pendonor darah, pengambilan dan pelabelan darah pendonor,
pencegahan penularan penyakit, pengolahan darah, penyimpanan darah dan
pemusnahan darah, pendistribusian darah, penyaluran dan penyerahan darah, serta
tindakan medis pemberian darah kepada pasien.
Salah satu upaya pengamanan darah
adalah uji saring terhadap Infeksi IMLTD. Darah dengan hasil uji saring IMLTD
reaktif tidak boleh dipergunakan untuk transfusi. Sebagai bentuk kepedulian
terhadap pendonor, Pemerintah telah mengamanahkan perlunya pemberitahuan hasil
uji saring reaktif kepada pendonor yang bersangkutan. Pemberitahuan harus
dilaksanakan melalui mekanisme tertentu sehingga pendonor dapat terjaga
kerahasiaannya dan mendapatkan tindak lanjut pemeriksaan diagnostik dan
penanganan yang tepat.
Untuk menjamin pelayanan darah
yang bermutu dan aman, harus dilakukan pengawasan mutu terhadap proses produksi
darah dan produk darah. Pengawasan dilakukan untuk memonitor semua proses
produksi terhadap persyaratan yang ditetapkan untuk menjamin bahwa proses tetap
terawasi. Hal ini memberikan suatu mekanisme untuk identifikasi masalah
potensial lebih awal dan meningkatkan jaminan bahwa mutu dari komponen darah
akhir akan memenuhi spesifikasi.
1.
Standar 8.1 Rekrutmen Pendonor (PD 1)
UTD menjamin pelaksanaan rekrutmen pendonor memenuhi
persyaratan.
a. Maksud
dan Tujuan
Kepala UTD menetapkan suatu kebijakan dalam
pelaksanaan rekrutmen pendonor. Pelaksanaan rekrutmen pendonor dilaksanakan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Setiap UTD memiliki tanggung jawab untuk
memenuhi ketersediaan darah di wilayah kerjanya atau jejaring. Ketersediaan
darah sangat tergantung kepada kemauan dan kesadaran masyarakat untuk
mendonorkan darahnya secara sukarela dan teratur. Untuk mencapai hal tersebut
UTD perlu melakukan kegiatan rekrutmen pendonor yang meliputi upaya sosialisasi
dan kampanye donor darah sukarela, pengerahan pendonor serta pelestarian
pendonor.
Target utama rekrutmen pendonor adalah diperolehnya
jumlah darah sesuai dengan kebutuhan atau target UTD yang difokuskan terhadap
pendonor darah sukarela risiko rendah. Ketersediaan darah yang aman dan bermutu
selain ditentukan oleh pemeriksaan serologi IMLTD, juga sangat dipengaruhi oleh
rekrutmen pendonor yang tepat dan terarah.
UTD senantiasa melakukan pemetaan surveilans epidemiologi
untuk memperoleh (database)
wilayah-wilayah yang teridentifikasi berisiko terhadap keamanan dan mutu darah.
Data surveilans epidemiologi mengacu
kepada data dinas kesehatan setempat.
b. Elemen
Penilaian
1) Tersedia
informasi atau edukasi yang harus disediakan untuk pendonor.
2) Tersedia
kriteria/persyaratan rekrutmen pendonor.
3) Tersedia
data yang menunjukkan bahwa UTD melakukan pemetaan surveilans epidemiologi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.
Standar 8.1.1 Seleksi Pendonor (PD 1.1)
UTD menjamin pelaksanaan seleksi pendonor sesuai
dengan persyaratan.
a. Maksud
dan Tujuan
Setiap UTD memiliki tanggung jawab yang sangat pokok
atas ketersediaan, mutu, keamanan darah dan komponen darah serta kewajiban
untuk menjamin tidak terjadinya bahaya terhadap pendonor darah saat proses
pengambilan darah, resipien dan komponen darah yang diambil atau petugas yang
melakukan pengambilan darah.
Kewajiban ini dapat dipenuhi melalui jaminan bahwa
pendonor telah diseleksi dengan hati-hati dari penyumbang darah sukarela,
berdasarkan terpenuhinya kriteria yang dinilai melalui kuesioner kesehatan dan
pemeriksaan fisik terbatas. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk menjamin
bahwa pendonor berada dalam kondisi kesehatan yang baik dan untuk
mengidentifikasi setiap faktor risiko yang mungkin mempengaruhi keamanan dan
mutu dari darah yang didonorkan.
Terdapat beberapa kriteria umum yang dapat diterapkan
kepada semua pendonor dan kriteria tambahan yang diterapkan kepada pendonor
yang menyumbangkan komponen darah yang spesifik, misalnya pendonor apheresis.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang seleksi pendonor.
2) Tersedia
kriteria seleksi pendonor.
3) Ada
data pendonor yang tidak memenuhi kriteria seleksi pendonor, baik yang ditolak
sementara atau secara permanen.
4) Ada
evaluasi terhadap data pendonor yang tidak memenuhi kriteria seleksi pendonor.
3.
Standar 8.1.2 Petugas Pelayanan Darah (PD 1.2)
Seleksi pendonor dan pengambilan darah dilakukan
oleh petugas yang kompeten sesuai prosedur.
a. Maksud
dan Tujuan
Calon donor diseleksi oleh petugas yang kompeten.
Kepala UTD menetapkan kriteria seleksi pendonor. Tersedia prosedur seleksi
pendonor yang memuat kriteria seleksi dan penolakan pendonor.
Prosedur dilaksanakan dan
didokumentasikan.
b. Elemen
Penilaian PD 1.2
1) Seleksi
pendonor dilakukan oleh petugas yang kompeten.
2) Pengambilan
darah dilakukan oleh petugas yang kompeten.
3) Calon
pendonor diseleksi sesuai prosedur.
4) Pelaksanaan
seleksi didokumentasikan.
4.
Standar 8.2 Riwayat Kesehatan Calon Pendonor (PD
2)
Riwayat kesehatan calon pendonor harus dapat
ditelusur dan didokumentasikan.
a. Maksud
dan Tujuan
Informasi tentang riwayat kesehatan pendonor harus
diperoleh dengan lengkap dalam menilai kepatutan pendonor untuk menyumbangkan
darahnya. UTD harus memberikan informasi dan edukasi yang menjelaskan tentang
risiko penyakit menular, penyakit yang berhubungan dengan kekebalan tubuh
maupun penyalahgunaan obat-obatan. Jika calon pendonor tidak memenuhi kriteria
donor, maka petugas harus memberi advokasi serta dilakukan tindak lanjut.
Informasi tentang penyakit infeksi yang ditularkan
melalui darah meliputi informasi terkini dan akurat tentang perilaku yang
berisiko dan rute penularan infeksi tersebut.
Informasi tentang hasil uji saring IMLTD yang reaktif
disampaikan melalui petugas konseling yang sudah terlatih dan dijamin
kerahasiaannya.
Informasi tentang pentingnya memberitahukan UTD
tentang setiap kejadian pasca penyumbangan darah atau informasi yang dapat
mempengaruhi penyumbangan darah. Informasi dan edukasi merupakan strategi
penting dalam rekrutmen donor. Strategi yang tepat merupakan kunci keberhasilan
rekrutmen donor.
Tujuan edukasi adalah untuk merubah pemahaman dan
perilaku masyarakat dalam hal:
a) Manfaat
darah, pentingnya mendonasikan darah secara sukarela dan teratur.
b) Perilaku
berisiko yang dapat mempengaruhi keamanan dan mutu darah.
Pendonor harus diminta untuk memberitahu UTD sesegera
mungkin jika terdapat reaksi lambat akibat penyumbangan darah. Pendonor harus
dinilai terhadap kriteria di bawah ini melalui pemeriksaan fisik dan pengkajian
kuesioner kesehatan donor yang telah diisi oleh petugas UTD (dokter/perawat)
sebagai berikut:
a) Usia
b) Berat
badan.
c)
Tekanan darah.
d) Denyut
nadi
e)
Suhu tubuh
f)
Hemoglobin
g)
Interval sejak penyumbangan terakhir
h) Penampilan
donor (anemia, jaundice, sianosis, dispnoe, ketidakstabilan mental)
i)
Riwayat kesehatan termasuk kondisi kesehatan
saat ini:
(1) Kondisi
medis yang memerlukan penolakan permanen
(2) Kondisi
medis yang memerlukan penolakan sementara
(3) Imunisasi
pencegahan
(4) Penyakit
infeksi
j)
Risiko terkait gaya hidup
b. Elemen Penilaian
1) Terdapat
kuesioner riwayat kesehatan calon pendonor sesuai ketentuan.
2) UTD
memastikan kuesioner riwayat kesehatan calon pendonor diisi dengan lengkap
3) UTD
menolak calon pendonor yang tidak memenuhi kriteria.
4) UTD
melakukan edukasi kepada calon pendonor yang tidak memenuhi persyaratan donor.
5.
Standar 8.2.1 Pemeriksaan Fisik (PD 2.1)
Pemeriksaan fisik dilakukan oleh petugas yang
kompeten dan berwenang sesuai prosedur.
a. Maksud
dan Tujuan
Pemeriksaan sangat penting dilakukan untuk memastikan
kesehatan pendonor dan untuk menjamin keamanan darah. Pemeriksaan fisik donor
dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang sesuai prosedur dan
didokumentasikan. Kepala UTD menetapkan kriteria pendonor sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
prosedur pemeriksaan fisik donor sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan.
2) Pemeriksaan
fisik dilakukan sebelum donor oleh petugas yang kompeten dan berwenang sesuai
prosedur dan didokumentasikan
3) Kepala
UTD melakukan penetapan kelayakan calon pendonor
6.
Standar 8.2.2 Pemeriksaan Hemoglobin, Golongan
Darah ABO dan
Rhesus (D) (PD 2.2)
UTD melakukan pemeriksaan hemoglobin, golongan darah
ABO dan Rhesus D.
a. Maksud
dan Tujuan
Pemeriksaan haemoglobin, golongan darah ABO dan Rhesus
dilakukan oleh petugas yang kompeten. Seluruh sampel diperiksa dengan reagensia
dan antisera serta didokumentasikan.
b. Elemen
Penilaian
1) UTD
melakukan pemeriksaan hemoglobin sesuai prosedur.
2) UTD
melakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan
Rhesus (D).
3) UTD
memastikan reagensia dan antisera yang digunakan berfungsi dengan baik.
4) Semua
sampel darah dilakukan pemeriksaan haemoglobin sesuai prosedur.
5) Sampel
darah dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus (D) sesuai prosedur.
7.
Standar 8.3 Pengambilan Darah (PD 3)
Pengambilan darah dilakukan sesuai
dengan prosedur.
a. Maksud
dan Tujuan
Darah adalah produk terapeutik dan harus diambil
memenuhi sistem manajemen mutu untuk unit penyedia darah untuk menjamin mutu
dan keamanannya, dan untuk meminimalkan potensi kontaminasi bakteri atau
mikroorganisme lainnya. Sebelum proses penyumbangan darah, petugas harus
melakukan identifikasi pendonor, kemudian darahnya ditampung di dalam kantong
darah steril.
Nomor seri penyumbangan yang unik harus diterapkan dan
diperiksa akurasinya untuk setiap penyumbangan serta terhubung dengan semua
dokumen pendonor (formulir pendonor), tabung sampel dan kantong darah (baik
kantong darah primer dan sekunder). Nomor harus tercetak dalam format barcode dan terbaca oleh mata, dan
jumlahnya mencukupi untuk semua kebutuhan yang memerlukan label. Kantong darah
yang akan digunakan, harus sudah dilakukan validasi, disetujui untuk digunakan
dan penggunaannya mengikuti instruksi pabrik. Kantong darah harus diperiksa
terhadap integritas dari individual pack, selang, jarum dan antikoagulannya
sebelum digunakan. Kantong dengan kerusakan, jarum yang bengkok, tekukan di
selang atau perubahan warna antikoagulan tidak boleh digunakan.
Pengambilan darah harus sesuai dengan prosedur.
Kantong darah dan sampel harus ditempatkan pada tempat yang suhunya terkontrol
dan sesuai untuk komponen darah yang akan dibuat dan pemeriksaan yang akan
dilakukan. Komponen darah dan sampel harus ditransportasikan ke tempat
pengolahan dan pemeriksaan dalam kondisi yang sama. Kondisi penyimpanan dan
transportasi harus divalidasi agar suhu yang ditetapkan terpelihara.
Pendonor harus dimonitor terhadap adanya reaksi
samping dari proses penyumbangan darah. Jika terjadi reaksi samping yang tidak
bisa ditangani maka pendonor harus segera dirujuk kepada petugas medis sesegera
mungkin.
Dokumen untuk setiap kegiatan harus dipelihara
termasuk untuk penyumbangan darah yang gagal, reaksi samping atau kejadian yang
tidak diharapkan. Dokumen harus mencakup rincian data pendonor dengan lengkap,
pemeriksaan medis, tipe dan jumlah komponen darah yang diambil, lokasi serta
tanggal penyumbangan darah. Dokumen harus menuangkan informasi yang dapat
dilacak dengan lengkap dari sejak penyumbangan darah hingga detil bahan dan
peralatan yang digunakan dan identifikasi petugas yang menjalankan setiap
kegiatan. Dokumen harus terpelihara dalam kondisi yang baik dan bertahan untuk
periode waktu yang ditetapkan oleh kepala UTD atau oleh ketentuan yang telah
disetujui untuk diberlakukan.
b. Elemen Penilaian
1) Terdapat
prosedur pengambilan darah.
2) Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa kantong darah yang digunakan telah divalidasi dan
disetujui untuk digunakan.
3) Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa kantong darah diperiksa terhadap integritas dari
kemasan, selang, jarum dan antikoagulannya sebelum digunakan.
4) Dilakukan
identifikasi pendonor.
5) Pengambilan
darah dilakukan sesuai prosedur.
6) Pemeriksaan
paska donasi dan pelabelan semua kantong, dokumen dan tabung untuk menjamin
bahwa semuanya sudah dilabel dan masing-masing memiliki label nomor donasi yang
unik.
7) Kantong
dan sampel darah ditempatkan dan ditransportasikan pada tempat yang suhunya
terkontrol.
8) Donor
dimonitor terhadap adanya reaksi samping selama dan sesudah proses penyumbangan
darah.
9) Dokumen
untuk setiap kegiatan dipelihara termasuk untuk penyumbangan darah yang gagal,
reaksi samping atau kejadian yang tidak diharapkan.
8.
Standar 8.4 Pemeriksaan Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah (IMLTD) (PD 4)
UTD melakukan pemeriksaan IMLTD.
a. Maksud
dan Tujuan
Tindakan transfusi bukan merupakan tindakan tanpa
risiko. Berbagai risiko dapat terjadi termasuk salah satunya adalah risiko
infeksi melalui transfusi darah, misalnya infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis
C, Human T-cell Lymphotropic Virus (HTLV), Sifilis, Dengue, West Nile Virus
(WNV), dan Chagas’ Disease, dan sebagainya.
Uji saring IMLTD untuk menghindari risiko penularan
infeksi dari pendonor kepada pasien merupakan bagian yang kritis dari proses
penjaminan bahwa transfusi dilakukan dengan cara seaman mungkin. Uji saring
darah terhadap infeksi paling sedikit wajib ditujukan untuk deteksi HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C dan Sifilis. Untuk jenis infeksi lain seperti Malaria,
dan lainnya tergantung prevalensi infeksi tersebut di masing-masing daerah.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pemeriksaan IMLTD dan
prosedur penanganan sampel dan produk darah reaktif
2) Sampel
pemeriksaan IMLTD memenuhi kriteria sebelum diperiksa.
3) Pemeriksaan
IMLTD dilakukan oleh petugas yang kompeten.
4) Semua
sampel donor dilakukan pemeriksaan IMLTD sesuai prosedur.
5) Hasil
pemeriksaan IMLTD termasuk hasil yang reaktif didokumentasikan sesuai dengan
prosedur.
9.
Standar 8.4.1 Pemeriksaan Konfirmasi Golongan
Darah (PD 4.1) UTD wajib melakukan pemeriksaan konfirmasi golongan darah setiap
darah pendonor.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengujian golongan darah pertama kali dapat dilakukan
saat seleksi pendonor bersamaan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin. Namun
demikian, pengujian golongan darah saat seleksi pendonor perlu dikonfirmasi
kembali melalui pengujian golongan darah menggunakan sampel yang diambil
setelah pengambilan darah, metode dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dan
di dalam laboratorium, sehingga hasil pengujian golongan darah serta antibodi
golongan darah dapat lebih dipercaya.
Sampel pengujian konfirmasi golongan darah harus
memenuhi persyaratan dan divalidasi sebelum digunakan. Setiap tabung sampel
harus memiliki identitas yang dapat dikaitkan dengan kantong darah donor, darah
yang disumbangkan dan hasil pengujian golongan darah. Reagen yang dipergunakan
dalam pemeriksaan konfirmasi golongan darah donor harus lulus evaluasi untuk
direkomendasikan, yang dilakukan oleh badan berwenang dan divalidasi sebelum
digunakan.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang konfirmasi golongan
darah dan prosedur penanganan hasil konfirmasi golongan darah yang tidak
sesuai.
2) Sampel
konfirmasi golongan darah memenuhi kriteria.
3) Konfirmasi
golongan darah dilakukan oleh petugas yang kompeten.
4) Semua
sampel donor dilakukan konfirmasi golongan darah sesuai prosedur.
10. Standar
8.4.2 Pemeriksaan Uji Saring Antibodi (PD 4.2)
UTD melakukan pemeriksaan uji saring antibodi bila
tersedia pemeriksaan uji saring antibodi setiap darah pendonor sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengujian serologi golongan darah merupakan upaya
pengamanan darah yang sangat penting, oleh karena hanya darah pendonor yang
cocok dan serasi dengan darah pasien yang dapat ditransfusikan. Oleh karena itu
pengujian darah harus dilakukan dengan cermat sehingga didapatkan hasil
pengujian serologi golongan darah yang akurat.
Untuk efisiensi dan peningkatan keamanan transfusi,
UTD dapat melakukan uji saring antibodi dengan menggunakan reagen yang harus
lulus evaluasi untuk direkomendasikan, yang dilakukan oleh badan berwenang dan
divalidasi sebelum digunakan. Sampel donor untuk uji saring antibodi harus
memenuhi persyaratan dan divalidasi sebelum digunakan. Setiap tabung sampel
harus memiliki identitas yang dapat dikaitkan dengan donor darah, darah yang
disumbangkan dan hasil uji saring antibodi.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang uji saring antibodi dan
prosedur penanganan hasil antibodi positif.
2) Sampel
uji saring antibodi memenuhi kriteria.
3) Uji
saring antibodi dilakukan oleh petugas yang kompeten.
4) Semua
sampel donor dilakukan uji saring antibodi sesuai prosedur.
11. Standar
8.5 Pengolahan Darah (PD 5)
UTD melakukan pengolahan darah
sesuai dengan prosedur.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengolahan darah harus dilakukan sesuai dengan
prosedur yang didokumentasikan yang memenuhi sistem manajemen mutu untuk unit
penyedia darah. Prosedur ini harus didesain dan dilaksanakan dengan cara yang
dapat mencegah kesalahan dan meminimalkan risiko kontaminasi bakteri terhadap
komponen darah.
Mutu komponen darah dapat dijamin melalui pengontrolan
semua tahap produksi. Prosedur yang didokumentasikan harus meliputi spesifikasi
darah lengkap dan semua komponen darah yang diproduksi dari darah lengkap atau
diambil dengan cara apheresis.
Komponen darah harus diolah dari darah yang diambil
secara aseptik dari pendonor yang telah dinilai dan telah memenuhi kriteria
seleksi. Mutu komponen darah harus terjamin melalui pengawasan pada semua tahap
pengolahan mulai dari seleksi donor hingga pengirimannya ke rumah sakit. Setiap
komponen darah diberi label sesuai aturan yang berlaku.
Pengawasan pengolahan harus meliputi penyusunan
spesifikasi komponen darah yang terdokumentasi, sistem kantong darah,
antikoagulan, cairan pengawet dan semua peralatan yang digunakan. Prosedur
harus divalidasi dan komponen darah disimpan dan ditransportasikan di bawah
kondisi yang telah divalidasi yang akan menjamin mutunya. Harus ada program
kontrol mutu untuk memonitor secara reguler mutu dari produk komponen darah
mengacu pada spesifikasinya dan lakukan tindakan jika terdapat tren ke arah
yang kurang baik.
Pencatatan semua proses pengolahan dan kegiatan yang
berhubungan harus disimpan untuk keperluan pelacakan dan konfirmasi kinerja
produk komponen.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan serah terima darah dari bagian pengambilan darah ke
bagian pengolahan komponen darah
2) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pengolahan komponen
darah sesuai dengan ketentuan.
3) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang penyimpanan darah
karantina sesuai dengan ketentuan.
4) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pelepasan darah dari
penyimpanan karantina untuk pelulusan.
5) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pelepasan darah dari
penyimpanan karantina untuk darah reaktif/tidak sesuai spesifikasi.
6) Pengolahan
komponen darah dilakukan oleh petugas yang kompeten.
7) Penyimpanan
darah dan komponen darah dilakukan oleh petugas yang kompeten.
8) Kepala
UTD menetapkan pelabelan komponen darah untuk proses produksi sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
9) Seluruh
hasil kegiatan pengolahan, penyimpanan dan serah terima produk darah
didokumentasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Standar
8.5.1 Pengelolaan Whole Blood (PD
5.1)
UTD menjamin mutu dan keamanan darah, dilakukan
pengelolaan whole blood sesuai
prosedur.
a. Maksud
dan Tujuan
Sampel darah donor harus diperiksa pada saat
pengambilan dan sebelum digunakan.
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sebagai berikut:
a) Tersedia
kantong darah sesuai dengan manfaatnya sebelum donor dilakukan.
b) Sebelum
dilakukan pengambilan darah, kantong darah telah diberi identitas.
c)
Penentuan golongan darah, setiap kantong darah
diperiksa terhadap golongan darah ABO.
d) Penentuan
faktor Rhesus, setiap kantong darah diperiksa terhadap Rhesus (D).
e)
Whole
blood selalu diperiksa selama penyimpanan dan sebelum dikeluarkan. Jika
warna atau penampilan fisik tidak normal atau ada indikasi atau kecurigaan
kontaminasi mikroba, whole blood
tidak digunakan untuk transfusi.
f)
Setiap kantong darah diperiksa terhadap
IMLTD.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kriteria whole blood
sesuai dengan standar.
2) UTD
melakukan pengelolaan whole blood
sesuai prosedur.
3) Whole blood diperiksa dan dimonitor
untuk memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
13. Standar
8.5.2 Packed Red Cells (PRC) (PD 5.2)
UTD menjamin kualitas Packed Red Cells
(PRC).
a. Maksud
dan Tujuan
Terdapat kriteria yang harus dipenuhi dalam menjaga
kualitas PRC:
a) Segera
setelah pembuatan komponen, PRC ditempatkan di suhu antara 2-6oC
b) Kantong
PRC diberi label sesuai ketentuan yang berlaku
c)
Sel darah merah dipisahkan dengan cara
sentrifugasi/sedimentasi, dilakukan sesuai prosedur dan dalam jangka waktu yang
ditentukan
d) Semua
alat atau wadah yang bersentuhan dengan sel darah merah /PRC dalam keadaan
bersih
e)
PRC diperiksa secara berkala, segera setelah
pemisahan plasma, selama penyimpanan, dan pada saat dikeluarkan. PRC tidak
diluluskan jika ada perubahan warna atau perubahan fisik.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kriteria PRC sesuai dengan standar.
2) UTD
melakukan pengelolaan PRC sesuai prosedur.
3) PRC
diperiksa dan dimonitor untuk memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
14. Standar
8.5.3 Pengolahan Komponen Trombosit (PD 5.3)
UTD menjamin kualitas pengolahan komponen
trombosit.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengolahan komponen trombosit memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) Pemeriksaan
dilakukan seperti pada pengambilan whole
blood, dan sebelum kantong diisi, diberi label identitas.
b) Pemisahan
plasma dan trombosit serta resuspensi trombosit dilakukan dalam sistem
tertutup.
c)
Segera setelah pengambilan darah, whole blood yang akan diolah menjadi
trombosit disimpan dalam suhu antara 20°C dan 24°C.
d) Komponen
trombosit dipisahkan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam prosedur.
e)
Komponen trombosit disimpan pada suhu 20°C
hingga 24°C.
f)
Komponen trombosit dimasukkan ke dalam agitator
dan inkubator yang konstan dan konsisten.
g)
Kantong darah yang digunakan untuk trombosit
tidak berwarna dan transparan untuk memungkinkan inspeksi visual terhadap
isinya; tutup kantong menggunakan segel kedap udara untuk mencegah kontaminasi
terhadap isi kantong.
h) Setiap
bulan, dilakukan uji kontrol kualitas terhadap minimal empat kantong darah dari
donor yang berbeda sebagai berikut:
(1) jumlah
trombosit
(2) pH
tidak kurang dari 6,4
(3) volume
kantong komponen trombosit
i)
Jika hasil pengujian uji kontrol kualitas
menunjukkan bahwa produk tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, dilakukan
tindakan perbaikan segera dan didokumentasikan.
b. Elemen
Penilaian
1) Persiapan
pembuatan trombosit dilakukan sesuai prosedur.
2) Kepala
UTD menetapkan kriteria trombosit sesuai dengan standar.
3) UTD
melakukan pengelolaan trombosit sesuai prosedur.
4) Trombosit
diperiksa dan dimonitor untuk memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
15. Standar
8.5.4 Pengolahan Plasma (PD 5.4)
Pengolahan plasma dilakukan sesuai prosedur untuk
menjaga kualitas plasma.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengolahan plasma memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) Whole blood yang dipersiapkan untuk
membuat plasma, FFP dan Liquid Plasma, suhunya harus dipertahankan disimpan
pada suhu 2°C sampai 6°C sampai plasma dipisahkan. Jika whole blood dipersiapkan untuk membuat platelet rich plasma suhunya dipertahankan pada suhu 20°C sampai
24°C sampai plasma dipisahkan. PRC disimpan pada suhu/2°C sampai 6°C segera
setelah plasma dipisahkan.
b) Plasma
untuk pembuatan FFP dipisahkan dari sel darah merah dalam waktu 6 (enam) jam
atau dalam jangka waktu yang ditentukan dalam prosedur.
c)
FFP dipisahkan dari sel darah merah dan disimpan
pada suhu yang telah ditentukan sesuai aturan yang berlaku.
d) Pembekuan
plasma dilakukan secara cepat hingga bagian inti plasma, mencapai suhu (-30°C)
dalam waktu 1 jam dan kemudian disimpan didalam freezer
e)
FFP dicairkan pada suhu 37°C. Dilakukan upaya
pencegahan terhadap kontaminasi.
f)
Plasma cair dipisahkan dari sel darah merah dan
disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C dalam waktu empat jam atau dalam jangka waktu
yang ditentukan dalam prosedur.
g)
Kantong plasma tidak berwarna dan transparan
untuk memungkinkan inspeksi visual terhadap isinya; tutup kantong menggunakan
segel kedap udara untuk mencegah kontaminasi isi.
h) Sebelum
kantong plasma diisi, kantong diberi label identitas.
i)
Kantong plasma diperiksa segera setelah plasma
dipisahkan dan tidak dikeluarkan untuk transfusi jika tampak perubahan warna
dan bentuk atau indikasi kontaminasi.
j)
Sebelum diisi, diidentifikasi dengan nomor untuk
menghubungkannya dengan donor.
k) Produk
akhir diperiksa segera setelah pemisahan plasma dan tidak digunakan jika ada
perubahan warna atau penampilan fisik atau indikasi kontaminasi.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kriteria plasma sesuai dengan standar.
2) UTD
melakukan pengelolaan plasma sesuai prosedur.
16. Standar
8.5.5 Pengolahan cryoprecipitate (PD
5.5)
Pengolahan cryoprecipitate
dilakukan sesuai prosedur untuk menjaga kualitas cryoprecipitate.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengolahan cryoprecipitate memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Plasma
dipisahkan dari sel darah merah
dengan sentrifugasi.
b) Plasma
disimpan dalam freezer dalam waktu 6
(enam) jam setelah pengambilan darah atau dalam jangka waktu yang ditentukan
sesuai prosedur.
c)
Bahan yang digunakan untuk pembekuan dipilih
sesuai prosedur.
d) Segera
setelah pemisahan dan pembekuan plasma, plasma disimpan pada suhu -18°C atau
lebih dingin.
e)
AHF cryoprecipitate
dipisahkan dari plasma sesuai prosedur.
f)
Tidak ada pengencer yang ditambahkan sebelum
dibekukan.
g)
Kantong darah yang digunakan untuk AHF cryoprecipitate tidak berwarna dan
transparan untuk memungkinkan inspeksi visual terhadap isinya; tutup kantong
menggunakan segel kedap udara untuk mencegah kontaminasi.
h) Kantong
darah diberi label identitas.
i)
Uji kendali mutu dilakukan setiap bulan minimal
empat kantong sebagai representatif cryoprecipitate.
j)
Jika rata-rata AHF dalam kantong darah <80 IU
AHF per kantong, dilakukan tindakan perbaikan segera, dan didokumentasikan.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kriteria cryoprecipitate
sesuai dengan standar.
2) UTD
melakukan pengelolaan cryoprecipitate
sesuai prosedur.
3) Cryoprecipitate diperiksa dan dimonitor
untuk memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
17. Standar
8.6 Penyimpanan Darah Karantina (PD 6)
Terdapat sistem untuk menjamin bahwa setiap darah
dan komponen darah dievaluasi dan disetujui untuk diluluskan oleh petugas yang
berwenang.
a. Maksud
dan Tujuan
Terdapat sistem untuk menjamin bahwa setiap darah dan
komponen darah dikarantina dan dilepaskan oleh petugas yang berwenang.
Sistem harus dibuat untuk mengawasi pelepasan komponen
darah dari karantina. Sistem ini harus menjamin bahwa komponen darah tidak akan
dilepaskan, kecuali semua kriteria pelepasan telah dipenuhi. Kriteria untuk
pelepasan komponen darah harus didokumentasikan.
Kriteria pelepasan komponen darah
meliputi:
a) golongan
darah ABO dan Rhesus telah dikonfirmasi.
b) darah
yang disumbangkan telah diuji saring IMLTD dengan hasil non reaktif.
Penilaian dilakukan untuk memastikan bahwa darah dan
komponen darah tidak boleh dilepaskan hingga memenuhi semua kriteria penerimaan
yang telah ditetapkan. Penilaian ini termasuk:
a) Sistem
penelusuran.
b) Proses
untuk memastikan bahwa darah telah dikarantina sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c)
Dokumentasi dari semua langkah penyimpanan dan
pelepasan darah dari karantina.
d) Mengidentifikasi
donor dengan IMLTD reaktif.
e)
Tidak meluluskan darah donor yang memberikan
hasil tes penyakit menular yang reaktif
f)
Dilakukan review terhadap hasil pemeriksaan
donor yang tidak memenuhi syarat oleh petugas yang kompeten dan hasilnya harus
disampaikan kepada donor yang bersangkutan.
b. Elemen
Penilaian
1) Pelaksanaan
karantina darah sesuai dengan prosedur
2) Pelepasan
darah dari penyimpanan karantina untuk pelulusan sesuai dengan prosedur.
3) Pelepasan
darah dari penyimpanan karantina untuk darah reaktif/tidak sesuai spesifikasi
sesuai dengan prosedur.
4) Pencatatan
pelepasan darah dari penyimpanan karantina untuk pelulusan sesuai dengan
prosedur.
5) Pencatatan
pelepasan darah dari penyimpanan karantina untuk darah reaktif/tidak sesuai
spesifikasi sesuai dengan prosedur.
18. Standar
8.7 Pelulusan Darah dan Komponen Darah (PD 7) Darah dan komponen darah
diluluskan setelah memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan.
a. Maksud
dan Tujuan
Terdapat sistem untuk menjamin bahwa setiap darah dan
komponen darah dievaluasi dan disetujui untuk diluluskan oleh petugas yang
berwenang.
Sistem harus dibuat untuk mengawasi pelulusan
komponen. Sistem ini harus menjamin bahwa komponen darah tidak akan diluluskan,
kecuali semua kriteria pelulusan telah dipenuhi.
Kriteria untuk
pelulusan komponen darah harus didokumentasikan.
Kriteria penerimaan untuk pelulusan
harus meliputi:
a) Golongan
darah ABO dan Rhesus (D) telah dikonfirmasi.
b) Darah
yang disumbangkan telah diuji saring IMLTD dengan hasil non reaktif.
c)
Komponen darah sesuai dengan spesifikasi mutu
Kontrol proses digunakan untuk melacak darah dan produk darah dan untuk
memastikan bahwa darah telah memenuhi kriteria pelulusan produk. Pelaksanaan pemeriksaan
darah serta hasil pemeriksaannya harus didokumentasikan dan disimpan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Catatan untuk setiap komponen darah
yang diluluskan harus dijaga termasuk:
a) Pengecekan
yang dilakukan.
b) Jenis
dan tindak lanjut terhadap setiap komponen darah termasuk pemusnahan.
c)
Tanggal setiap kegiatan.
d) Identifikasi
petugas yang mengeluarkan atau membuang komponen.
b. Elemen
Penilaian
1) Tersedia
prosedur penilaian darah dan komponen darah sebelum diluluskan.
2) Pelaksanaan
penilaian darah dan komponen darah sebelum diluluskan.
3) Pelabelan
darah dan komponen darah yang sudah dinyatakan lulus.
19. Standar
8.8 Penyimpanan Darah dan Komponen Darah (PD 8) UTD menjamin penyimpanan darah
dan komponen darah dilakukan sesuai standar.
a. Maksud
dan Tujuan
Penyimpanan darah dan komponen darah harus sesuai
standar, memenuhi sistem manajemen mutu untuk menjamin mutu dan keamanan. Darah
dan komponen darah hanya dapat diletakkan diatas permukaan yang bersih dan
dipertahankan di dalam rentang suhu yang ditentukan sesuai standar. Paparan
komponen darah terhadap suhu di luar range
yang telah ditentukan sejak dari pengambilan hingga transfusi harus dijaga
seminimal mungkin. Setiap produk darah yang dihasilkan wajib disimpan pada
waktu tertentu. UTD menjamin penyimpanan produk darah dalam kurun waktu
tertentu sesuai dengan produk yang dihasilkan.
Pencatatan untuk semua kegiatan pembersihan,
pengecekan suhu dan pengecekan alarm dari fasilitas penyimpanan komponen darah
harus disimpan.
Fasilitas atau peralatan penyimpanan darah dan
komponen darah tidak boleh digunakan untuk menyimpan sampel, reagen atau
komponen darah yang infeksius. Area untuk karantina darah yang belum diuji
saring dan darah yang telah lulus pengujian, demikian juga darah yang telah
diuji silang serasi harus dipisahkan dan dilabel dengan jelas untuk mencegah
kejadian tertukar.
Komponen darah yang telah siap didistribusi harus
disimpan berdasarkan jenis, golongan darah dan masa kedaluwarsa (First Expired First Out - FEFO). Darah
dan komponen darah disimpan pada suhu yang sesuai dengan jenis komponennya
untuk menjamin keamanan dan kualitas.
Area penyimpanan yang digunakan untuk darah dan
komponen harus memenuhi persyaratan berikut:
a) Tersedia
tempat penyimpanan khusus yang digunakan untuk darah dan komponen darah.
b) Area
penyimpanan cukup untuk menyimpan darah dan komponen darah secara terpisah
berdasarkan golongan darah dan jenis komponen sehingga risiko kesalahan akan
berkurang.
Pemantauan suhu area penyimpanan
darah meliputi:
a) UTD
melakukan pemantauan dan pencatatan suhu penyimpanan darah dan komponen darah
secara terus menerus.
b) Pencatatan
suhu secara manual dilakukan minimal setiap empat jam.
(1) Ada
bukti bahwa semua area penyimpanan dipertahankan pada suhu yang tepat.
(2) Setiap
suhu penyimpanan darah dan komponen darah dipantau menggunakan sistem alarm.
c)
Alat/probe
perekam suhu diletakkan dalam wadah cairan dengan volume yang sama dengan unit
terkecil yang disimpan dan memiliki karakteristik perpindahan panas yang mirip
dengan darah.
d) Alat
penyimpanan darah dan komponen darah digunakan sesuai kapasitasnya
UTD melakukan dan mendokumentasikan pemantauan
terhadap suhu penyimpanan darah. Ketika suhu penyimpanan tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan, dilakukan tindakan perbaikan dan didokumentasikan.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, prosedur tentang penyimpanan darah dan komponen darah
serta prosedur penanganan produk darah yang sudah kedaluwarsa dan rusak.
2) Peralatan
untuk menyimpan komponen darah digunakan sesuai dengan fungsinya.
3) Area
dan atau peralatan penyimpanan dilabel dengan jelas untuk mencegah kejadian
tertukar.
4) Terdapat
bukti pengecekan suhu dan alarm fasilitas penyimpanan, termasuk hari, waktu dan
petugas yang melakukan kegiatan.
5) Terdapat
dokumentasi penanganan masalah dan tindakan perbaikan untuk suhu yang di luar
spesifikasi atau jika terjadi kegagalan pada penyimpanan.
6) Penanganan
produk darah yang sudah kedaluwarsa dan rusak dilaksanakan sesuai prosedur dan
didokumentasikan
(jika ada).
7) Darah
dan komponen darah disimpan dalam suhu yang optimal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
8) Komponen
darah yang telah siap didistribusi disimpan berdasarkan jenis, golongan darah dan
masa kedaluwarsa (FEFO – First Expired
First Out).
9) Pemantauan
terhadap stok darah dan komponen darah sesuai dengan kebutuhan.
20. Standar 8.9 Pendistribusian Darah dan
Komponen Darah (PD 9)
UTD menjamin mutu darah selama proses pendistribusian darah.
a. Maksud dan Tujuan
Pendistribusian darah adalah penyampaian darah siap
pakai untuk keperluan transfusi dari UTD ke rumah sakit melalui Bank Darah
Rumah Sakit (BDRS) atau institusi kesehatan yang berwenang.
Darah yang distribusikan harus bebas dari sedikitnya
empat penyakit menular (HIV, hepatitis B, hepatitis C dan sifilis) yang
ditunjukkan dengan hasil uji saring IMLTD non reaktif menggunakan metode uji
saring dan reagen IMLTD yang telah divalidasi dan disetujui.
Darah yang distribusikan harus sudah diuji konfirmasi
golongan darah ABO dan Rhesus menggunakan metode uji konfirmasi dan reagen
golongan darah yang telah divalidasi dan disetujui.
Pendistribusian darah harus tetap mempertahankan
rantai dingin darah sesuai dengan jenis komponennya menggunakan alat distribusi
yang suhunya tervalidasi dan terkontrol oleh personil yang kompeten.
b. Elemen Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan dan prosedur tentang distribusi darah sesuai jenis
produk darah.
2) Kemasan
darah harus diperiksa terhadap integritasnya terkait dengan kebocoran,
kerusakan, perlekatan label dan formulir pengiriman darah dan/atau komponen
darah yang menyertainya.
3) Ada
bukti bahwa darah dan komponen darah yang didistribusikan diperiksa atas jenis
komponen darah, nomor kantong darah dan tanggal kedaluwarsa, yang
dikonfirmasikan terhadap dokumen pengiriman sebelum distribusikan.
4) Cool box berisi informasi tentang isi
kemasan, jumlah kantong darah atau komponen darah dan informasi pencatatan suhu
transportasi pada saat serah terima produk darah.
5) Distribusi
darah dan komponen darah dilaksanakan dengan sistem tertutup.
21. Standar
8.10 Pengawasan Mutu dan Identifikasi Darah (PD 10) UTD menjamin terlaksananya
pengawasan terhadap mutu darah dan komponen darah.
a. Maksud
dan Tujuan
Pengawasan mutu darah dan komponen darah tertuang
dalam suatu kebijakan, pedoman dan prosedur mengenai mutu produk darah. Darah
dan komponen darah yang dihasilkan oleh UTD harus terjamin mutunya. UTD
berkewajiban melakukan penilaian mutu darah dan komponen darah, baik mutu
pemeriksaan maupun mutu darah dan komponen darah yang dihasilkan. UTD juga
harus mengevaluasi hasil pengawasan mutu darah dan komponen darah dari sampel
darah dan komponen darah yang diperiksa.
Data pengawasan mutu harus dikaji secara berkala
untuk mendeteksi kecenderungan dalam kinerja pemeriksaan yang dapat menunjukkan
masalah dalam sistem pemeriksaan serta dilakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan sesuai hasil kajian.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur pengawasan mutu darah dan
komponen darah serta prosedur penanganan ketidaksesuaian standar mutu darah dan
komponen darah.
2) UTD
melakukan monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut pengawasan terhadap mutu
darah dan komponen darah.
22. Standar
8.10.1 Pemantapan Mutu Internal dan Pemantapan Mutu
Eksternal (PD 10.1)
UTD melaksanakan Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan
Pemantapan Mutu Eksternal (PME).
a. Maksud
dan Tujuan
UTD memiliki kebijakan, pedoman dan prosedur
pelaksanaan PMI dan PME.
PME terhadap uji saring IMLTD dan uji serologi
golongan darah wajib diikuti seluruh UTD. PMI dilakukan oleh UTD sesuai tingkat
kemampuan.
b. Elemen
Penilaian
1) Kepala
UTD menetapkan kebijakan tentang PMI dan PME pada proses penyediaan darah.
2) Terdapat
bukti pelaksanaan PMI
3) Terdapat
bukti pelaksanaan PME
4) UTD
melakukan monitoring evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan PMI dan PME.
23. Standar
8.11 Identifikasi dan Penelusuran Darah dan Komponen
Darah (PD 11)
Identifikasi dilakukan dengan benar, identitas
dijaga supaya tidak rusak mulai dari pengambilan darah hingga darah
didistribusikan.
a. Maksud
dan Tujuan
UTD menetapkan dan melaksanakan prosedur identifikasi
serta penelusuran sampel, reagen, hasil pemeriksaan darah, komponen darah, dan
produk lainnya.
Pendonor harus terdaftar untuk menyumbangkan darah
sebelum mereka diperiksa atas kepatutannya untuk menyumbangkan darah. Jika
pendonor telah menyumbangkan darah sebelumnya, mereka harus teridentifikasi dan
secara akurat identitasnya terhubung dengan pencatatan terdahulu. UTD menetapkan
dan melaksanakan prosedur identifikasi serta penelusuran sampel, reagen, hasil
pemeriksaan darah, komponen darah, dan produk lainnya.
Saat pendonor datang untuk registrasi, informasi
minimal yang diperlukan adalah:
a) Nomor
identitas (KTP) atau nomor paspor untuk orang asing
b) Nomor
kartu donor (untuk donor ulang)
c)
Nama lengkap meliputi nama pertama, tengah dan
akhir
d) Alamat
rumah termasuk kelurahan, kecamatan dan kota
e)
Nomor ponsel
f)
Jenis kelamin
g)
Tanggal lahir
h) Tempat
lahir
i)
Pekerjaan
j)
Alamat kantor
k) Alamat
email
Sampel darah, kantong darah, pendonor dan segala yang
berhubungan dengan darah harus memiliki identitas dengan sistem identifikasi
yang sama, untuk menjamin bahwa identitas selalu konsisten. Kerahasiaan,
keamanan dokumen donor harus terjaga supaya tidak rusak. Dokumentasi pendonor
mencakup riwayat donor, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan UTD, hingga informed consent yang telah
ditandatangani.
Dalam menjamin keselamatan, semua sampel, reagen,
hasil pemeriksaan, darah, komponen darah, dan produknya harus diberi label
dengan benar. Identitas harus dijaga supaya tidak rusak.
Beberapa hal yang harus
dilaksanakan:
a) Tersedia
prosedur identifikasi
b) Identifikasi
menggunakan minimal dua kriteria
c)
Pada saat pengambilan sampel, petugas pengambil
sampel memberi label identitas dengan nama lengkap dan nomor identifikasi unik:
1) memberi
label sampel segera dihadapan pendonor.
2) mencatat
waktu pengambilan sampel.
3) mendokumentasikan
identitas pengambil sampel.
d) Terdapat
prosedur untuk menjaga identitas untuk semua sampel.
e)
Prosedur identifikasi dilaksanakan sesuai
prosedur
Darah dan komponen darah yang sudah kadaluarsa
dimusnahkan dengan cara yang tepat sesuai prosedur mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan. UTD menyimpan dokumentasi penerimaan dan
pemusnahan minimal selama 5 (lima) tahun, atau sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Elemen Penilaian
1) Sampel
darah, kantong darah, dan segala yang berhubungan dengan darah memiliki
identitas dengan sistem identifikasi yang sama.
2) Terdapat
bukti bahwa kerahasiaan dan keamanan dokumen donor terjaga dan tidak
rusak.
3) Terdapat
bukti dokumentasi donor yang mencakup riwayat donor, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan UTD, hingga informed consent
yang telah ditandatangani.
4) Terdapat
prosedur identifikasi sampel, reagen, hasil pemeriksaan; darah dan komponen
darah mencakup poin a) sampai dengan poin d) sebagaimana dimaksud dalam maksud
dan tujuan.
5) Identifikasi
dilakukan disetiap tahapan, mulai dari pengambilan darah hingga darah
didistribusikan.
6) Semua
dokumen UTD disimpan setidaknya selama 5 (lima) tahun, atau sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
7) Darah
dan komponen darah yang sudah kedaluwarsa dikelola sesuai prosedur.
8) Terdapat
nomor unik kantong darah dapat dikaitkan dengan donor dan hasil pengolahan
maupun pengujian.
I. BAB
IX. PROGRAM PRIORITAS NASIONAL (PPN)
1. Standar 9.1 Program Pengendalian HIV (PPN 1)
UTD wajib mendukung pemerintah dalam program pengendalian HIV
a. Maksud dan Tujuan
UTD wajib melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau lintas sektor terkait untuk
mendukung terlaksananya program penanggulangan HIV. UTD menerapkan upaya yang
telah ditetapkan berdasarkan hasil koordinasi.
Contoh dukungan yang dapat dilakukan dalam program
penanggulangan HIV:
1) Melakukan
komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau
lintas sektor terkait.
2) Melaporkan
hasil pelaksanaan kegiatan yang mendukung program penanggulangan HIV melalui
sistem pelaporan yang diberlakukan secara nasional dan terintegrasi dengan
sistem informasi kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Melakukan
konseling dan rujukan pendonor dengan hasil uji saring IMLTD reaktif terhadap
anti-HIV ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan diagnostik dan penanganan
lebih lanjut.
b. Elemen Penilaian
1) Terdapat
bukti bahwa UTD melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan/atau lintas sektor terkait untuk mendukung terlaksananya program
penanggulangan HIV, serta terdapat bukti pelaporan pelaksanaan kegiatan
tersebut melalui sistem pelaporan yang diberlakukan secara nasional dan
terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Terdapat
bukti konseling dan rujukan pendonor dengan hasil uji saring IMLTD reaktif
terhadap anti-HIV ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan diagnostik dan
penanganan lebih lanjut.
2. Standar 9.2 Program Penurunan Angka Kematian Ibu/Angka
Kematian Bayi (PPN 2)
UTD wajib mendukung pemerintah dalam program
penurunan Angka Kematian Ibu/Angka Kematian Bayi (AKI/AKB).
a. Maksud
dan Tujuan
UTD wajib melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau lintas sektor terkait dalam program
penurunan AKI/AKB. UTD menerapkan upaya dalam penurunan AKI/AKB.
b. Elemen
Penilaian
1) Terdapat
bukti bahwa UTD melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan/atau lintas sektor terkait untuk mendukung terlaksananya
program penurunan AKI/AKB, serta terdapat bukti pelaporan pelaksanaan kegiatan
tersebut melalui sistem pelaporan yang diberlakukan secara nasional dan
terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Terdapat
bukti bahwa UTD menerapkan upaya penurunan AKI/AKB berdasarkan komunikasi dan
koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau lintas sektor
terkait.
BAB III
PENUTUP
Penyelenggaraan
akreditasi UTD sesuai dengan standar dilaksanakan agar tercapainya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien serta tata kelola UTD yang
baik, sehingga terwujudnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di UTD yang
bermutu, profesional, dan bertangggung jawab.
Dengan
disusunnya standar akreditasi UTD, diharapkan semua pihak baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, UTD,
lembaga penyelenggara akreditasi, maupun pemangku kepentingan lainnya dapat
melaksanakan akreditasi UTD dengan efektif, efisien dan berkelanjutan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
No comments:
Post a Comment